Praktik assurance atas laporan keberlanjutan mulai berkembang di Indonesia. Sejumlah perusahaan, khususnya emiten besar dan BUMN, telah menyertakan pernyataan assurance dalam laporan keberlanjutan mereka. Namun, standar yang digunakan dalam praktik assurance ini masih beragam dan sebagian besar langsung merujuk ke standar internasional, seperti International Standard on Assurance Engagements (ISAE) 3000 dari International Auditing and Assurance Standards Board (IAASB) atau AA1000 Assurance Standard (AA1000AS) dari AccountAbility.
ISAE 3000 umumnya digunakan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP), khususnya yang berafiliasi dengan jaringan internasional. Sementara itu, AA1000AS sering kali digunakan oleh lembaga non-KAP, seperti konsultan atau organisasi independen. Kedua standar tersebut dapat digunakan untuk memberikan limited dan reasonable assurance ataupun moderate dan high assurance terhadap informasi dalam laporan keberlanjutan.
Namun demikian, penggunaan kedua standar tersebut dilakukan secara langsung tanpa melalui proses adopsi resmi dalam sistem standar nasional. Hal ini menciptakan ruang perbedaan dalam pendekatan dan kualitas assurance antar penyedia jasa, tergantung pada standar yang digunakan dan kompetensi masing-masing pihak assurance provider.
Menuju Standar Nasional
Untuk menjawab kebutuhan akan standar nasional yang sah secara hukum dan akuntabel, pada tahun 2022 Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) mengadopsi ISAE 3000 menjadi Standar Perikatan Asurans (SPA) 3000, yang mulai berlaku efektif per 1 Januari 2024.
Adopsi ini menjadi penting karena memberikan dasar hukum dan profesional bagi KAP di Indonesia untuk melaksanakan assurance engagement atas informasi non-keuangan secara resmi dan dapat diawasi. SPA 3000 menjadi bukti bahwa Indonesia mampu dan perlu memiliki standar asurans yang melewati proses adopsi nasional.
Namun demikian, standar internasional ISAE 3000 bersifat umum dan tidak spesifik untuk pelaporan keberlanjutan. Dalam praktiknya, laporan keberlanjutan memiliki karakteristik seperti informasi yang bersifat kualitatif, keterkaitan antar aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG), serta ketergantungan pada judgement dan estimasi yang tinggi. Oleh karena itu, dibutuhkan standar asurans yang benar-benar dirancang untuk kebutuhan tersebut.
Sebagai respons atas kebutuhan itu, IAASB merilis International Standard on Sustainability Assurance (ISSA) 5000 pada November 2024. Standar ini secara khusus dikembangkan untuk memberikan panduan dalam melakukan assurance atas laporan keberlanjutan, baik yang menggunakan standar IFRS Sustainability seperti IFRS S1 dan S2, maupun kerangka lain seperti GRI atau SASB. ISSA 5000 berlaku efektif secara internasional mulai tahun 2026, dan terbuka untuk digunakan oleh berbagai jenis penyedia assurance, termasuk non-KAP, selama memenuhi prinsip kompetensi dan independensi.
Besar kemungkinan Indonesia akan mengikuti jejak ini dengan mengadopsi ISSA 5000 menjadi SPA 5000, melalui proses yang mirip dengan SPA 3000. Jika exposure draft dapat diterbitkan pada 2025, maka adopsi final mungkin terjadi pada akhir 2025 atau awal 2026, dan berlaku efektif selaras dengan standar internasional. Ini akan menjadi langkah strategis untuk memastikan laporan keberlanjutan Indonesia dapat diasurans dengan standar yang kredibel, terstruktur, dan diakui secara global.
Praktik Asurans di Indonesia
Perkembangan assurance ini menjadi relevan dalam konteks regulasi yang terus berkembang. Meskipun POJK 51/2017 belum secara eksplisit mewajibkan assurance atas laporan keberlanjutan, namun menunjukkan arah kebijakan yang mendorong peningkatan kualitas dan kredibilitas laporan keberlanjutan. Dalam waktu dekat, bukan tidak mungkin assurance atas laporan keberlanjutan akan menjadi persyaratan wajib, terutama bagi perusahaan yang memiliki kinerja signifikan yang berdampak secara lingkungan dan sosial.
Oleh karena itu, arah praktik assurance keberlanjutan ke depan perlu mengandalkan standar yang telah melalui proses due process oleh standard setter nasional. Proses ini penting untuk memastikan bahwa standar yang digunakan telah dikaji secara menyeluruh, disesuaikan dengan konteks regulasi dan praktik lokal, serta mendapatkan legitimasi dari asosiasi profesi dan regulator. Tanpa standar nasional yang resmi, praktik assurance atas laporan keberlanjutan akan terus menghadapi tantangan dari sisi konsistensi, kualitas, dan pengawasan.
Dengan mendorong adopsi standar nasional assurance keberlanjutan seperti SPA 3000 ataupun SPA 5000, Indonesia menunjukkan komitmen terhadap peningkatan tata kelola keberlanjutan yang profesional dan terpercaya. Ini bukan sekadar langkah teknis, melainkan bagian penting dari transformasi sistem pelaporan keberlanjutan Indonesia agar mampu bersaing dan dipercaya di tingkat global. IAPI sebagai yang diusulkan untuk melakukan penyusunan standar akan menjadi penggerak utama dalam membangun ekosistem assurance laporan keberlanjutan di Indonesia.
Penulis:
Intan Pratiwi
Accounting Policy Analyst di Pratama Institute for Fiscal & Governance Studies