Kepatuhan dalam pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) tidak hanya mencerminkan kedisiplinan administratif, tetapi juga merupakan salah satu indikator kesehatan sistem perpajakan dan ekonomi nasional. Dengan meningkatnya penggunaan sistem elektronik dan adopsi teknologi informasi, pelaporan SPT menjadi semakin mudah dan efisien, yang pada gilirannya membantu pemerintah dalam merancang kebijakan fiskal yang tepat sasaran.
Hingga 10 Maret 2025, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat bahwa lebih dari 4,4 juta wajib pajak telah melaporkan SPT Tahunan. Data ini menunjukkan bahwa digitalisasi pelaporan melalui platform seperti e-Filing dan e-Form telah meningkatkan kepatuhan wajib pajak secara signifikan. Menurut beberapa laporan, peningkatan pelaporan secara elektronik tahun ini mencapai sekitar 30% dibandingkan dengan tahun sebelumnya, menandakan pergeseran positif menuju transparansi dan efisiensi dalam sistem perpajakan.
Di Indonesia, wajib pajak orang pribadi dapat memilih salah satu dari tiga jenis formulir SPT Tahunan sesuai dengan karakteristik penghasilan mereka. Bagi mereka yang memperoleh penghasilan dari usaha, pekerjaan bebas, atau sumber lain yang tidak tetap, SPT 1770 menjadi pilihan utama. Formulir ini memberikan fleksibilitas bagi pengusaha UMKM, dokter dengan praktik pribadi, atau pekerja lepas yang memiliki berbagai sumber pendapatan.
Sementara itu, wajib pajak yang memiliki penghasilan bruto lebih dari Rp60 juta per tahun dari satu atau lebih pemberi kerja disarankan untuk menggunakan SPT 1770 S (Sederhana), yang dirancang untuk mengakomodasi kompleksitas penghasilan yang lebih tinggi.
Sedangkan bagi wajib pajak yang penghasilannya tidak melebihi Rp60 juta per tahun dan hanya berasal dari satu pemberi kerja, SPT 1770 SS (Sangat Sederhana) merupakan pilihan yang tepat. Penyesuaian formulir SPT sesuai dengan profil penghasilan ini bertujuan untuk memudahkan pelaporan dan mengurangi beban administrasi.
Pelaporan SPT Tahunan memiliki urgensi yang tinggi, tidak hanya sebagai bentuk ketaatan terhadap hukum, tetapi juga sebagai upaya strategis untuk mendukung pembangunan nasional. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, setiap wajib pajak diwajibkan untuk menyampaikan laporan penghasilannya setiap tahun.
Dengan melaporkan SPT secara tepat waktu, wajib pajak dapat menghindari sanksi administratif seperti denda—misalnya, Rp100.000 untuk wajib pajak orang pribadi—serta bunga keterlambatan sebesar 2% per bulan atas jumlah pajak yang belum dibayarkan. Lebih jauh, ketidakpatuhan dalam pelaporan juga dapat memicu sanksi pidana dengan ancaman hukuman penjara hingga 6 tahun.
Selain menghindari sanksi, pelaporan SPT memungkinkan wajib pajak untuk mengajukan restitusi apabila terjadi kelebihan pembayaran dan menjadi salah satu syarat penting dalam pengajuan kredit di lembaga keuangan. Secara makro, pelaporan yang konsisten mendukung pemerintah dalam merencanakan kebijakan fiskal yang akurat, karena dana pajak digunakan untuk membiayai infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan sektor strategis lainnya.
Faktor Penyebab Ketidakpatuhan dalam Pelaporan SPT
Meski banyak wajib pajak telah memenuhi kewajibannya, sejumlah faktor menyebabkan tidak patuhnya sebagian wajib pajak dalam melaporkan SPT. Berbagai penelitian dan survei yang dilakukan oleh DJP mengungkapkan bahwa faktor utama ketidakpatuhan meliputi kerumitan peraturan, kurangnya pemahaman tentang tata cara pelaporan, serta kendala teknis pada sistem elektronik.
Menurut data survei DJP tahun 2024, sekitar 30% wajib pajak mengaku merasa kesulitan memahami peraturan yang rumit dan prosedur administrasi yang kompleks. Sebanyak 20% wajib pajak menyatakan bahwa keterbatasan akses dan masalah teknis pada sistem e-Filing, seperti gangguan server atau koneksi internet yang tidak stabil, menjadi hambatan utama. Selain itu, sekitar 15% responden menyebut minimnya sosialisasi dan edukasi tentang manfaat serta prosedur pelaporan SPT sebagai salah satu faktor yang menghambat kepatuhan. Data tersebut menekankan perlunya upaya pemerintah dan pihak terkait untuk menyederhanakan sistem perpajakan serta meningkatkan penyuluhan dan dukungan teknis kepada wajib pajak.
Melaporkan SPT Tahunan merupakan kewajiban yang membawa manfaat ganda: dari sisi individu, wajib pajak dapat menghindari sanksi hukum dan memanfaatkan hak keuangan seperti restitusi serta kemudahan pengajuan kredit; sedangkan dari sisi nasional, pelaporan yang tepat waktu mendukung pembangunan dan stabilitas ekonomi melalui pembiayaan sektor-sektor strategis.
Dengan memahami karakteristik masing-masing formulir SPT, urgensi pelaporan, serta faktor-faktor penyebab ketidakpatuhan, diharapkan setiap wajib pajak semakin termotivasi untuk memenuhi kewajiban perpajakan secara tepat waktu. Kepatuhan ini tidak hanya mendukung tata kelola fiskal yang baik, tetapi juga memperkuat kepercayaan investor dan masyarakat terhadap sistem perpajakan Indonesia. Apakah dengan meningkatkan edukasi dan penyederhanaan prosedur, kita dapat mendorong tingkat kepatuhan yang lebih tinggi di kalangan wajib pajak?