Dalam upaya mendorong kepedulian sosial dan keadilan fiskal, pemerintah Indonesia memberikan fasilitas pengurangan penghasilan bruto melalui pengeluaran zakat atau sumbangan keagamaan. Data dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menunjukkan bahwa pada tahun 2022, total pengeluaran zakat nasional mencapai lebih dari Rp15 triliun. Angka ini mencerminkan besarnya partisipasi masyarakat dalam menunaikan kewajiban zakat, yang tidak hanya mendukung kegiatan sosial dan kemanusiaan, tetapi juga berperan dalam mengurangi beban pajak bagi wajib pajak orang pribadi.
Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf g UU PPh, PP No. 60 Tahun 2010, dan PMK No. 254 Tahun 2010, pengeluaran untuk zakat atau sumbangan keagamaan yang dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam perhitungan Penghasilan Kena Pajak (PhKP). Kebijakan ini memberikan ruang bagi wajib pajak untuk mengoptimalkan pengurangan pajak melalui kepedulian sosial, sekaligus memastikan bahwa kewajiban zakat dapat dijalankan secara transparan dan akuntabel.
Zakat yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto tidak hanya terbatas pada pembayaran secara tunai. Zakat juga bisa diberikan dalam bentuk selain uang, asalkan nilainya disetarakan dengan uang berdasarkan harga pasar pada saat pembayaran dilakukan. Dengan demikian, wajib pajak memiliki fleksibilitas dalam menunaikan kewajibannya sesuai dengan kondisi dan kemampuan masing-masing.
Persyaratan yang harus dipenuhi
Agar pengeluaran zakat dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto, wajib pajak yang memberikan zakat harus melampirkan bukti pembayaran saat melaporkan SPT Tahunan. Bukti pembayaran tersebut minimal harus mencantumkan:
- Nama lengkap Wajib Pajak dan NPWP
- Jumlah pembayaran
- Tanggal pembayaran
- Nama lembaga zakat yang resmi
- Tanda tangan petugas lembaga zakat atau validasi petugas bank (jika pembayaran dilakukan melalui transfer)
Untuk memperoleh manfaat pengurangan pajak, zakat harus disetorkan melalui badan atau lembaga penerima zakat yang telah dibentuk atau disahkan oleh pemerintah. Sesuai dengan PER DJP No. 3 Tahun 2024, lembaga penerima zakat resmi meliputi:
- Badan Amil Zakat Nasional (Baznas)
- Lembaga Amil Zakat (LAZ) Skala Nasional
- Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (LAZIS)
- Lembaga Amil Zakat (LAZ) Skala Provinsi
- Lembaga Amil Zakat (LAZ) Skala Kabupaten/Kota
Penting untuk diperhatikan bahwa apabila pengeluaran zakat tidak dilengkapi dengan bukti pembayaran sesuai dengan ketentuan di atas atau tidak disalurkan melalui lembaga resmi, maka pengeluaran tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Hal ini menegaskan perlunya kepatuhan administratif guna mendapatkan manfaat pengurangan pajak yang diatur oleh peraturan.
Ilustrasi Perhitungan
Untuk memberikan gambaran yang lebih nyata, berikut adalah ilustrasi perhitungan zakat sebagai pengurang penghasilan bruto. Bapak Masmuda merupakan seorang pegawai swasta lajang (TK/0). Bapak Masmuda memiliki penghasilan bruto tahunan sebesar Rp150.000.000, dengan informasi tambahan sebagai berikut :
- Pembayaran zakat: Jika wajib pajak tersebut menunaikan zakat sebesar 2,5% dari penghasilan bruto, maka jumlah zakat yang harus dibayarkan adalah:
2,5% x Rp150.000.000 = Rp3.750.000. - PTKP : Rp 54.000.000
- Penghasilan kena pajak (PhKP) setelah pengurangan zakat:
Rp150.000.000 – Rp3.750.000 – Rp54.000.000 = Rp92.250.000/Tahun atau Rp.7.687.500/Bulan - TER Gol. A : 1,5%
Berdasarkan aturan terbaru dalam HPP yang diperinci dalam PP No. 58 Tahun 2023, Bapak Masmuda termasuk dalam wajib pajak yang dikenai tarif kategori TER A sebesar 1,5% sehingga penghitungan PPh 21 menjadi sebagai berikut:
PPh 21 yang terutang dengan zakat :
Rp7.687.500 x 1,5% = Rp115.312,5/Bulan
Namun, jika Bapak Masmuda tidak mengeluarkan zakat sebagai pengurang maka PPh Pasal 21 yang terutang sebagai berikut :
- PhKP tanpa zakat :
000.000– Rp54.000.000 = Rp96.000.000/Tahun atau Rp.8.000.000/Bulan - PPh 21 yang terutang tanpa zakat :
000.000 x 1,5% = Rp120.000/Bulan
Berdasarkan perhitungan diatas, terdapat selisih PPh Pasal 21 terutang sebesar Rp4.687,5/bulan atau sekitar 3,9% lebih rendah bila memanfaatkan zakat sebagai pengurang penghasilan bruto.
Fasilitas pengurangan penghasilan bruto melalui pengeluaran zakat merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mendorong kepedulian sosial sekaligus meringankan beban pajak wajib pajak orang pribadi. Dengan mematuhi persyaratan hukum, menyetor zakat melalui lembaga resmi, dan melengkapi bukti pembayaran yang sah, wajib pajak tidak hanya memenuhi kewajiban keagamaan, tetapi juga memperoleh insentif fiskal yang dapat mengurangi beban pajak. Apakah dengan kepatuhan terhadap persyaratan administrasi dan penggunaan lembaga resmi, sistem pengurangan pajak melalui zakat dapat semakin mendorong partisipasi wajib pajak dalam meningkatkan keadilan dan transparansi perpajakan?