Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Kamis, 5 Juni 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Zakat sebagai Pengurang Penghasilan Bruto

Muhammad Akbar AditamabyMuhammad Akbar Aditama
11 Maret 2025
in Artikel
Reading Time: 3 mins read
128 7
A A
0
Zakat Pengurang Pajak

Image by freepik

154
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Dalam upaya mendorong kepedulian sosial dan keadilan fiskal, pemerintah Indonesia memberikan fasilitas pengurangan penghasilan bruto melalui pengeluaran zakat atau sumbangan keagamaan. Data dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menunjukkan bahwa pada tahun 2022, total pengeluaran zakat nasional mencapai lebih dari Rp15 triliun. Angka ini mencerminkan besarnya partisipasi masyarakat dalam menunaikan kewajiban zakat, yang tidak hanya mendukung kegiatan sosial dan kemanusiaan, tetapi juga berperan dalam mengurangi beban pajak bagi wajib pajak orang pribadi.

Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf g UU PPh, PP No. 60 Tahun 2010, dan PMK No. 254 Tahun 2010, pengeluaran untuk zakat atau sumbangan keagamaan yang dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam perhitungan Penghasilan Kena Pajak (PhKP). Kebijakan ini memberikan ruang bagi wajib pajak untuk mengoptimalkan pengurangan pajak melalui kepedulian sosial, sekaligus memastikan bahwa kewajiban zakat dapat dijalankan secara transparan dan akuntabel.

Zakat yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto tidak hanya terbatas pada pembayaran secara tunai. Zakat juga bisa diberikan dalam bentuk selain uang, asalkan nilainya disetarakan dengan uang berdasarkan harga pasar pada saat pembayaran dilakukan. Dengan demikian, wajib pajak memiliki fleksibilitas dalam menunaikan kewajibannya sesuai dengan kondisi dan kemampuan masing-masing.

Persyaratan yang harus dipenuhi

Agar pengeluaran zakat dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto, wajib pajak yang memberikan zakat harus melampirkan bukti pembayaran saat melaporkan SPT Tahunan. Bukti pembayaran tersebut minimal harus mencantumkan:

  1. Nama lengkap Wajib Pajak dan NPWP
  2. Jumlah pembayaran
  3. Tanggal pembayaran
  4. Nama lembaga zakat yang resmi
  5. Tanda tangan petugas lembaga zakat atau validasi petugas bank (jika pembayaran dilakukan melalui transfer)

Untuk memperoleh manfaat pengurangan pajak, zakat harus disetorkan melalui badan atau lembaga penerima zakat yang telah dibentuk atau disahkan oleh pemerintah. Sesuai dengan PER DJP No. 3 Tahun 2024, lembaga penerima zakat resmi meliputi:

  • Badan Amil Zakat Nasional (Baznas)
  • Lembaga Amil Zakat (LAZ) Skala Nasional
  • Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (LAZIS)
  • Lembaga Amil Zakat (LAZ) Skala Provinsi
  • Lembaga Amil Zakat (LAZ) Skala Kabupaten/Kota

Penting untuk diperhatikan bahwa apabila pengeluaran zakat tidak dilengkapi dengan bukti pembayaran sesuai dengan ketentuan di atas atau tidak disalurkan melalui lembaga resmi, maka pengeluaran tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Hal ini menegaskan perlunya kepatuhan administratif guna mendapatkan manfaat pengurangan pajak yang diatur oleh peraturan.

Ilustrasi Perhitungan

Untuk memberikan gambaran yang lebih nyata, berikut adalah ilustrasi perhitungan zakat sebagai pengurang penghasilan bruto. Bapak Masmuda merupakan seorang pegawai swasta lajang (TK/0). Bapak Masmuda memiliki penghasilan bruto tahunan sebesar Rp150.000.000, dengan informasi tambahan sebagai berikut :

  • Pembayaran zakat: Jika wajib pajak tersebut menunaikan zakat sebesar 2,5% dari penghasilan bruto, maka jumlah zakat yang harus dibayarkan adalah:
    2,5% x Rp150.000.000 = Rp3.750.000.
  • PTKP : Rp 54.000.000
  • Penghasilan kena pajak (PhKP) setelah pengurangan zakat:
    Rp150.000.000 – Rp3.750.000 – Rp54.000.000 = Rp92.250.000/Tahun atau Rp.7.687.500/Bulan
  • TER Gol. A : 1,5%

Berdasarkan aturan terbaru dalam HPP yang diperinci dalam PP No. 58 Tahun 2023, Bapak Masmuda termasuk dalam wajib pajak yang dikenai tarif kategori TER A sebesar 1,5% sehingga penghitungan PPh 21 menjadi sebagai berikut:

PPh 21 yang terutang dengan zakat :

Rp7.687.500 x 1,5% = Rp115.312,5/Bulan

Namun, jika Bapak Masmuda tidak mengeluarkan zakat sebagai pengurang maka PPh Pasal 21 yang terutang sebagai berikut :

  • PhKP tanpa zakat :
    000.000– Rp54.000.000 = Rp96.000.000/Tahun atau Rp.8.000.000/Bulan
  • PPh 21 yang terutang tanpa zakat :
    000.000 x 1,5% = Rp120.000/Bulan

Berdasarkan perhitungan diatas, terdapat selisih PPh Pasal 21 terutang sebesar Rp4.687,5/bulan atau sekitar 3,9% lebih rendah bila memanfaatkan zakat sebagai pengurang penghasilan bruto.

Fasilitas pengurangan penghasilan bruto melalui pengeluaran zakat merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mendorong kepedulian sosial sekaligus meringankan beban pajak wajib pajak orang pribadi. Dengan mematuhi persyaratan hukum, menyetor zakat melalui lembaga resmi, dan melengkapi bukti pembayaran yang sah, wajib pajak tidak hanya memenuhi kewajiban keagamaan, tetapi juga memperoleh insentif fiskal yang dapat mengurangi beban pajak. Apakah dengan kepatuhan terhadap persyaratan administrasi dan penggunaan lembaga resmi, sistem pengurangan pajak melalui zakat dapat semakin mendorong partisipasi wajib pajak dalam meningkatkan keadilan dan transparansi perpajakan?

Tags: Pengurang Penghasilan BrutoSPT TahunanZakat
Share62Tweet39Send
Previous Post

Mengapa Wajib Pajak Perlu Melaporkan SPT

Next Post

Mengapa Tagihan di Restoran Lebih Mahal Dari Harga di Menu?

Muhammad Akbar Aditama

Muhammad Akbar Aditama

Tax Policy Analyst Pratama-Kreston Tax Research Institute

Related Posts

Sumber: Freepik
Artikel

Menanti Panduan Pelatihan ESG Nasional

2 Juni 2025
Artikel

Perpajakan Berkelanjutan di Era IFRS S1 dan S2

2 Juni 2025
Sumber: Freepik
Analisis

Pajak untuk Pemerataan Literasi

30 Mei 2025
Sumber: Freepik
Artikel

Peneliti PRINS Berbagi Perspektif Terkait Pajak Daerah dan Cukai MBDK

28 Mei 2025
SP2DK
Artikel

Menakar Intensifikasi SP2DK di Era CTAS

26 Mei 2025
Ilustrasi tax amnesty
Analisis

Diskursus: Apakah Kebijakan Tax Amnesty Bersifat Ekses?

23 Mei 2025
Next Post
Photo by Pixabay

Mengapa Tagihan di Restoran Lebih Mahal Dari Harga di Menu?

Global Minimum Tax

Bagaimana Penerapan GMT di Indonesia?

Badan Penerimaan Negara

Kausalitas BPN dengan Rasio Pajak

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1467 shares
    Share 587 Tweet 367
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    945 shares
    Share 378 Tweet 236
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    919 shares
    Share 368 Tweet 230
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    764 shares
    Share 306 Tweet 191
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    729 shares
    Share 292 Tweet 182
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.