Salah satu instrumen ekonomi yang dapat mengurangi biaya sosial dan lingkungan yang timbul akibat kegiatan pariwisata yaitu melalui pajak langsung atau tidak langsung, salah satunya adalah Pajak Wisatawan. Hal tersebut sudah diterapkan oleh beberapa negara tujuan wisata populer. Menurut Dodds (2022) melalui pajak, dampak negatif pariwisata dapat diminimalisasi. Sedikitnya, terdapat 22 negara yang telah mengimplementasikan kebijakan Pajak Turis (Nepal dan Sanjaya, 2021). Pungutan tersebut beragam bentuknya seperti melalui bea penumpang udara dan pajak hotel.
Di wilayah Asia, seperti Jepang yang telah menerapkan Pajak Turis dalam bentuk pajak keberangkatan melalui jalur udara atau biasa disebut sebagai Sayonara Tax. Sealin Jepang, Sejak 1 Juli 2019, Selandia Baru juga telah menerapkan Pajak Turis yang juga biasa disebut sebagai Pajak Konservasi dan Pariwisata Pengunjung Internasional. Para turis yang berkunjung ke Selendia Baru, akan dikenakan biaya sejumlah 35 dolar Selandia Baru yang dikenakan pada saat mereka mendaftar visa di negara tersebut.
Beberapa wilayah eropa juga menerapkan kebijakan serupa seperti di Spanyol yang juga menerapkan kebijakan Pajak Turis Wisatawannya melalui Pajak Akomodasi yang dihitung berdasarkan jumlah per malam/hari wisatawan menginap. Bagiamana dengan di Indonesia?
Penerapan Pajak Wisatawan di Indonesia
Di Indonesia, penerapan Pajak Turis Wisatawan yang disebut dengan Pungutan Wisatawan Asing, pembayarannya wajib dilakukan sebelum atau pada saat memasuki pintu kedatangan. Ambil contoh di Bali yang menerapkan tarif sebesar Rp150.000/orang. Pemerintah Provinsi Bali sendiri telah memberlakukan Pungutan Wisatawan Asing tersebut sejak 14 Februari 2024 yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pungutan bagi Wisatawan Asing untuk Perlindungan Kebudayaan dan Lingkungan Alam Bali.
Sejauh ini, jumlah pungutan yang berhasil di dapat dari Pajak Wisatawan Asing mencapai Rp211,8 miliar. Pungutan tersebut tentunya dapat memberikan manfaat untuk wisatawan asing itu sendiri yang salah satunya berupa peningkatan pelayanan informasi Kepariwisataan Budaya Bali yang komprehensif, terintegrasi, dan terkini.
Penerimaan dari pembayaran Pungutan bagi Wisatawan Asing tersebut diklasifikasikan ke dalam Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang Sah yang pengelolaanya dilakukan oleh Perangkat Daerah terkait. Tidak hanya Pemerintah Daerah setempat yang terlibat dalam penerapan kebijakan Pungutan Wisatawan Asing dalam rangka perlindungan kebudayaan dan lingkungan alam, tetapi juga mengikutsertakan Pemerintah Desa, Desa Adat, serta masyarakat.
Akan tetapi dalam penerapannya, terdapat sejumlah kendala dalam penerapannya. Salah satunya skema pembayaran yang dilakukan melalui website lovebali.baliprov.go.id yang masih dirasa belum optimal. Dikutip dari CNN Indonesia (24/09/2024), dalam keterangannya, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Tjokorda Bagus Pemayun, menuturkan bahwa ketidakoptimalan tersebut dikarenakan belum tersedianya alat auto scanner gate di bandara.
Mengupayakan Sustainable Tourism
Meningkatnya jumlah wisatawan asing di Provinsi Bali, di satu sisi selain berdampak positif pada meningkatnya devisa negara, di sisi lain turut menyisakan dampak negatif yang berkaitan dengan sejumlah isu lingkungan seperti permasalahan sampah. Selain mampu menyumbang devisa tambahan bagi negara, pariwisata juga seyogyanya dapat mendorong kegiatan ekonomi, termasuk sektor-sektor terkait pembangunan budaya lokal, pemerataan, serta upaya pelestarian lingkungan dan mendukung pengembangan sumber daya manusia (Susanto dan Setiadi, 2020). Bertolak dari asumsi tersebut, maka diperlukan upaya untuk mendorong terwujudnya pariwisata yang berkelanjutan (sustainable tourism), sehingga tidak timbul dampak negatif dari sektor tersebut.
Dalam sustainable tourism terdapat tiga komponen yang menyusunnya, yaitu lingkungan, ekonomi, dan sosial. Berkelanjutan secara lingkungan diterapkan dengan pengoptimalan pemanfaatan sumber daya. Sedangkan berkelanjutan secara sosial berarti dilakukan dengan menjaga aturan-aturan, norma, dan adat istiadat daerah setempat. Kemudian keberlanjutan secara ekonomi dilakukan dengan peningkatan penerimaan daerah, mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengurangi tingkat kemiskinan.
Oleh karenanya, diterapkannya kebijakan Pungutan/Pajak bagi wisatawan asing mancanegara diharapkan dapat meningkatkan penerimaan asli daerah (PAD) yang dapat dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan yang mendukung pariwisata yang berkelanjutan tanpa mendistorsi perekonomian pariwisata itu sendiri.
Penulis: Muhammad Septiadi (Magang di Divisi Consulting)
Editor: Abdurahman Nazhif & Lambang Wiji Imantoro