Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kini memudahkan aktivitas manusia, termasuk dalam mencari penghasilan. Dengan kemajuan teknologi digital, setiap orang bisa bekerja secara daring menggunakan perangkat tanpa harus meninggalkan rumah atau tempat nyaman lainnya. Tren bekerja dari mana saja (Work From Anywhere, WFA) sangat diminati karena memberikan kebebasan bagi orang untuk bekerja dari lokasi mana pun. Pemberi kerja pun hanya fokus pada hasil kerja, tanpa mempersoalkan lokasi kerja karyawannya.
Fenomena WFA ini membuka peluang bagi pengembara digital (digital nomad). Pengembara digital adalah individu yang menggunakan teknologi digital nirkabel untuk bekerja dari lokasi pilihan mereka. Digital nomad dapat memperoleh penghasilan dari pekerjaan bebas (independent services) dari mana saja, bahkan saat bepergian ke tempat-tempat favorit mereka.
Terkait dengan tren WFA, pengembara digital bisa bekerja di mana saja menggunakan teknologi informasi nirkabel. Menurut Cook, D dalam publikasi ilmiahnya yang berjudul “Breaking the Contract: Digital Nomads and the State”, seiring pesatnya perkembangan teknologi informasi, kini terdapat banyak pasar tenaga kerja yang menawarkan proyek dan posisi bagi mereka yang memenuhi syarat dan tertarik pada subjek tertentu. Mitra atau entitas yang menyediakan proyek akan membayar individu yang berhasil menyelesaikannya.
Sesuai dengan tekad Pemerintah Indonesia untuk menarik wisatawan asing untuk berkunjung ke Indonesia dan petunjuk teknis pelaksanaan UU Ciptaker, Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No.18 Tahun 2021 (“PMK-18/2021”). Merujuk pada pasal 7 PMK-18/2021, WNA yang berdomisili di Indonesia dan mendapatkan penghasilan dari Indonesia maupun luar Indonesia diberikan pilihan untuk memanfaatkan pengecualian atas PPh dari penghasilan yang diterima.
Pengecualian PPh atas penghasilan yang diterima seorang WNA harus memenuhi ketentuan tertentu dengan membuktikan bahwa WNA memiliki keahlian tertentu (lampiran II PMK-18/2021) dan berlaku selama empat tahun pajak yang dihitung sejak WNA tersebut menjadi subyek pajak dalam negeri. Dengan ketentuan izin tinggal yang ada saat ini, memungkinkan pelaku digital nomaden untuk tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam satu tahun (baik yang menggunakan Visa B211A yang diperpanjang maupun visa second home).
Penghasilan yang diperoleh atau diterima oleh WNA sebagai Digital Nomad termasuk seluruh penghasilan yang diterima sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan apapun di Indonesia dalam bentuk apapun yang dibayarkan diluar Indonesia. Namun, jika WNA memilih untuk memanfaatkan P3B Indonesia dengan negara mitra tempat WNA memperoleh penghasilan, maka Pengecualian PPh sesuai pasal 7 PMK-18/2021 tidak dapat digunakan.
Terdapat potensi para pelaku digital nomad mendapatkan penghasilan dari dalam Indonesia.Pemberlakuan visa yang dikhususkan bagi WNA yang beralih profesi menjadi Digital Nomad dinilai berhasil menaikan perjalanan internasional ke tempat wisata seperti Bali di masa pemulihan ekonomi. Peningkatan turis asing ini memiliki dampak baik bagi perekonomian daerah tersebut karena dapat menimbulkan multiplier effect.
Para Digital Nomad dapat dipandang sebagai nilai positif dan negatif bagi sudut pandang perpajakan, mereka seringkali bernegoisasi untuk mencari celah agar menyesuaikan dengan ketentuan perpajakan di tempat mereka berdomisili.