Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Senin, 23 Juni 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Pembentukan BPN: Wacana atau Kebutuhan?

Pratama Indomitra KonsultanbyPratama Indomitra Konsultan
22 Oktober 2024
in Analisis, Artikel
Reading Time: 3 mins read
127 7
A A
0
#image_title

#image_title

153
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) sempat menjadi isu hangat di masa pemerintahan Jokowi, khususnya saat Bambang Brodjonegoro menjabat sebagai Menteri Keuangan. Namun, saat Sri Mulyani menggantikannya, rencana tersebut tidak lagi dilanjutkan. Setelah Prabowo Subianto resmi dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia, banyak pihak bertanya-tanya terkait realisasi pembentukan BPN yang telah menjadi salah satu visi yang dijanjikannya sebelum menjadi presiden. Terlebih lagi, dengan Sri Mulyani kembali menjabat sebagai Menteri Keuangan, pertanyaan muncul kembali, apakah BPN hanya sekadar wacana atau benar-benar diperlukan dalam konteks reformasi perpajakan di Indonesia?

Apakah Pembentukan BPN Hanya Wacana?

Pada pertemuan dengan Presiden Terpilih Prabowo Subianto di Jakarta Selatan pada 14 Oktober 2024, Sri Mulyani menegaskan bahwa Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan tetap dengan struktur yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah kabinet merah-putih tidak berencana segera merealisasikan pembentukan BPN dalam waktu dekat.

Salah satu alasan utama penundaan pembentukan BPN dapat ditemui bahwa saat ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) sebagai lembaga yang menjalankan fungsi penerimaan negara tetap menjadi bagian dari Kementerian Keuangan. Jika BPN segera dibangun, sebaiknya lembaga sekaliber DJP dan DJBC ditempatkan dalam BPN karena berfungsi sebagai ujung tombak penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”, maka sudah selayaknya penempatan DJP dan DJBC ke dalam BPN diperlukan sebuah dasar hukum. Namun sampai dengan pelantikan kabinet merah putih, belum ada dasar hukum yang menaungi DJP dan DJBC ditempatkan ke BPN.

Saat ini DJP dan DJBC berada di bawah naungan Kemenkeu sesuai dengan Pasal 6 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keungan Negara (UU No. 17 Tahun 2003) dan Peraturan Presiden No. 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Perpres No. 57 Tahun 2020). Oleh karena itu, posisi DJP dan DJBC tidak akan ada perubahan hingga peraturan tersebut dicabut. Dengan argumentasi ini dapat menandakan bahwa BPN sebagai badan semi-otonom tampaknya tidak akan terbentuk dalam waktu dekat.

Seberapa Mendesak Pembentukan BPN?

Urgensi pembentukan BPN sangat terkait dengan konsep dasar yang diusung, yaitu Semi-Autonomous Revenue Agency (SARA). Banyak negara lain telah menerapkan model lembaga penerimaan yang semi-otonom dengan berbagai tingkat otonomi, seperti IRAS (Inland Revenue Authority of Singapore) di Singapura, IRS (Internal Revenue Service) di Amerika Serikat, ATO (Australian Tax Office) di Australia, dan LHDN (Lembaga Hasil Dalam Negeri) di Malaysia. Model ini umumnya bertujuan untuk memberikan fleksibilitas lebih besar dalam pengelolaan penerimaan negara dan reformasi perpajakan.

Keberadaan BPN di Indonesia dianggap mendesak terutama untuk meningkatkan rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), yang menjadi indikator penting untuk melihat kemampuan pemerintah dalam mengumpulkan penerimaan pajak dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan rasio pajak memungkinkan pemerintah untuk memiliki ruang fiskal yang lebih luas, sehingga mampu membiayai belanja negara dan transfer ke daerah secara lebih efektif. Tanpa peningkatan rasio pajak, defisit anggaran dapat semakin membesar dan perlu ditutup dengan pinjaman.

Selain itu, otonomi BPN berpotensi memperbaiki pengelolaan sumber daya manusia, perumusan kebijakan penerimaan, serta koordinasi lintas kementerian dan lembaga. Dengan otonomi yang lebih tinggi, BPN dapat merespons perubahan ekonomi dengan lebih cepat dan efisien, serta mengatasi berbagai tantangan dalam sistem perpajakan yang ada.

Dengan demikian, pembentukan BPN memang membawa potensi positif dalam memperbaiki sistem perpajakan dan meningkatkan efisiensi dalam penerimaan negara. Akan tetapi, keputusan pemerintah untuk tidak membentuk peraturan baru dan mencabut UU No. 17 Tahun 2003 & Perpres No. 57 Tahun 2020 menunjukkan bahwa Pemerintah kabinet merah putih masih memiliki pertimbangan lain yang lebih diprioritaskan. Sudah selayaknya, Pemerintah perlu terus mengevaluasi kebijakan yang ada, serta memastikan bahwa reformasi perpajakan dilakukan secara menyeluruh, baik melalui peningkatan penegakan hukum, penggunaan teknologi, maupun optimalisasi struktur organisasi yang ada.

 

 

Tags: BPNSARAUrgensi BPN
Share61Tweet38Send
Previous Post

Green Finance: Arah Baru Investasi Pembangunan Berkelanjutan

Next Post

Tax Control Framework: Pilar Kepatuhan Pajak Perusahaan

Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Indomitra Konsultan

Related Posts

Hand holding a notepad with esg concept
Artikel

Menyulap Tantangan Emisi Jadi Peluang Inovasi: Peran ESG dan R&D

23 Juni 2025
Hand of human holding green earth ESG icon for Environment Social and Governance, World sustainable environment concept.
Artikel

GCG Tangguh, ESG Tumbuh: Strategi Bisnis di Era Transisi Hijau

23 Juni 2025
Businessman using computers for net zero greenhouse gas emissions target Weather neutral long term strategy. Net Zero and Carbon Neutral concept. net zero icon with decarbonization icon. on smart background
Artikel

Dari Polusi ke Solusi: Perdagangan Emisi sebagai Motor ESG

23 Juni 2025
Artikel

Indonesia Masuk Jurisdictional Snapshots IFRS Foundation

23 Juni 2025
Kurfa Laffer dan relevansinya perpajakan di Indonesia
Analisis

Relevansi Kurva Laffer bagi Perpajakan Indonesia

20 Juni 2025
Sumber: Freepik
Artikel

Memahami Perbedaan Standar Assurance Laporan Keberlanjutan

16 Juni 2025
Next Post
tax control framework

Tax Control Framework: Pilar Kepatuhan Pajak Perusahaan

Kurs Pajak Periode 23 - 29 Oktober 2024

Photo by Pixabay

Mengapa Tagihan di Restoran Lebih Mahal Dari Harga di Menu?

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1470 shares
    Share 588 Tweet 368
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    959 shares
    Share 384 Tweet 240
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    933 shares
    Share 373 Tweet 233
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    781 shares
    Share 312 Tweet 195
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    738 shares
    Share 295 Tweet 185
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.