Ringkasan Jawaban:
Pembahasan Lengkap:
Terima kasih Ibu Sismy atas pertanyaan yang diajukan. Pemberian sumbangan pada dasarnya tidak dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto bagi perusahaan. Hal ini diatur di dalam Pasal 9 ayat (1) huruf G UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d. UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (“UU PPh”) yang berbunyi:
“Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan:
g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;”
(Pasal 9 ayat (1) huruf G UU PPh)
Pemberian sumbangan yang dapat dibebankan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) UU PPh yaitu:
- sumbangan dalam rangka bencana nasional,
- sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia,
- biaya pembangunan infrastruktur sosial,
- sumbangan fasilitas pendidikan, dan
- sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga.
Dengan demikian, pemberian sumbangan duka cita kepada keluarga karyawan merupakan biaya yang tidak dapat dibebankan sebagai pengurang dalam menghitung penghasilan kena pajak bagi perusahaan (non deductible expense).
Namun, perusahaan memiliki opsi lain yaitu dengan menjadikan pemberian sumbangan tersebut sebagai pemberian tunjangan. Pemberian tunjangan dalam bentuk uang tunai kepada karyawan sehubungan dengan kegiatan pekerjaan dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung penghasilan bruto perusahaan (deductible expense) sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 ayat (1) UU PPh.
“Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:
2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;”
(Pasal 6 ayat (1) UU PPh)
Akan tetapi, atas pemberian tunjangan dalam bentuk uang tunai ini nantinya akan menjadi objek PPh Pasal 21 bagi karyawan yang bersangkutan.
Kesimpulannya, perusahaan memiliki 2 opsi apabila ingin memberikan sumbangan duka cita kepada karyawan. Pertama, pemberian sumbangan duka cita dikategorikan sebagai pemberian sumbangan Pasal 9 ayat (1) huruf G UU PPh sehingga tidak dapat dibebankan sebagai biaya bagi perusahaan. Akan tetapi, nantinya juga tidak ada pajak yang terutang bagi karyawan atas pemberian sumbangan tersebut. Opsi kedua, yaitu dengan menjadikan pemberian sumbangan tersebut sebagai pemberian tunjangan dalam bentuk uang tunai sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 ayat (1) huruf A UU PPh. Pemberian tunjangan ini dapat dibebankan sebagai biaya bagi perusahaan, tetapi akan menjadi objek PPh Pasal 21 bagi karyawan.
Demikian penjelasan kami atas pertanyaan Ibu Sismy.