Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Jumat, 9 Mei 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Pajak Karbon dan Upaya Pemulihan Lingkungan

Lambang Wiji ImantorobyLambang Wiji Imantoro
2 Juli 2024
in Analisis, Artikel
Reading Time: 4 mins read
127 9
A A
0
Carbon tax

Carbon tax

155
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Mangkraknya penerapan pajak karbon, menjadi  menarik untuk kembali didiskusikan, Hal ini didorong oleh fakta bahwa kualitas udara ibukota semakin mengkhawatirkan. 

Berdasarkan data IQAir, Selasa (02/07/2024), Jakarta bersama Batam dan Medan dinobatkan sebagai kota dengan tingkat polutan terparah di dunia. Untuk Jakarta konsentrasi polutan particulate matter 2.5 (PM2,5) mencapai 58 mikrogram/m³ dengan AQI mencapai 154. Konsentrasi PM2,5 Jakarta 17,6 kali lebih banyak daripada nilai panduan kualitas udara tahunan organisasi kesehatan dunia (WHO).

Pada 2020 Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) menyatakan setidaknya ada 118 fasilitas industri yang berkontribusi terhadap pencemaran udara Jakarta. Polusi tidak hanya disumbang dari industri, PLTU juga punya kontribusi yang sama mengerikannya terhadap pencemaran udara Jakarta. Greenpeace mencatat, Jakarta dihimpit 8 PLTU batu bara dalam radius 100 km.

Dalam jurnal The Lancet Planetary Health menyatakan bahwa polusi udara telah merenggut lebih dari 6,5 juta nyawa setiap tahunnya. Walau kendaraan bermotor dianggap sebagai biang polutan, namun justru Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) serta fasilitas industri yang jadi penyebab utama rusaknya udara ibu kota.

Global Boiling

Tidak hanya persoalan kualitas udara yang semakin memburuk, dunia tak terkecuali Indonesia dihadapkan dengan persoalan global boiling yang semakin nyata dampaknya. Laporan the World Meteorological Organization (WMO) and the European Commission’s Copernicus Climate Change Service, menyatakan bahwa Juli 2023 lalu adalah bulan terpanas dalam 120 ribu tahun terakhir.

Menurut WMO suhu rata-rata bumi selama Juli 2023 lalu rata-rata suhu permukaan mencapai 16,95°C. Suhu permukaan laut juga mengalami kenaikan hingga pada bersuhu 20,94°C. Dampak kenaikan suhu ini adalah munculnya gelombang panas di Amerika Utara, Asia dan Eropa, yang turut menyebabkan kebakaran hutan di negara-negara Eropa. Beberapa negara di Afrika Utara juga mengalami dampak yang serius dari kenaikan suhu yang signifikan ini, bahkan Aljazair dan Tunisia mencatatkan suhu hingga 49°C.

Kenaikan signifikan pada suhu bumi menciptakan istilah baru yang dipopulerkan oleh Sekjen PBB Antonio Guterres dengan sebutan era pendidihan global yang menurutnya sekaligus mengakhiri era pemanasan global.

Era pendidihan global ini menandai penurunan laten pada daya dukung bumi terhadap makhluk hidup. Penyebab terbesar naiknya level pemanasan global ke level boiling adalah pembakaran bahan bakar fosil. Global Carbon Project (GCP) menghasilkan emisi karbon dari bahan bakar fosil mencapai 36,6 gigaton sepanjang tahun 2022 dengan kontribusi terbesarnya berasal dari semakin masifnya penerbangan internasional pascapandemi Covid-19.

Pajak Karbon Berakhir Jadi Narasi

Pada akhir 2022 lalu, DPR telah mengesahkan aturan main baru di bidang perpajakan yaitu Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dalam UU HPP tersebut turut diperkenalkan jenis pajak baru yaitu pajak karbon yang juga tertuang dalam Pokok-pokok Kebijakan Fiskal sebagai Green Fiscal Policy Reform. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan tujuan utama hadirnya pajak karbon di Indonesia sebagai upaya pemerintah dalam merespons isu lingkungan.

Tak hanya di ranah kebijakan, Indonesia juga ikut berkomitmen di ranah global. Melalui Paris Agreement, Indonesia berpartisipasi dalam upaya perbaikan iklim dunia dengan mengurangi jumlah emisi gas rumah kaca secara mandiri sebesar 29 persen atau sebesar 41 persen dengan dukungan internasional paling lambat pada 2030.

Mirisnya Indonesia juga menjadi penyumbang angka ekspor batubara termal terbesar di dunia. Data dari International Energy Agency mencatat angka ekspor batu bara Indonesia mencapai 473 juta ton, dengan produksi tahunan mencapai 622 juta ton pada 2022.

Bahkan untuk urusan penyumbang CO2 Indonesia tak bisa diremehkan. Endcoal.org mencatat sejak 2006—2020 terdapat 171 PLTU batu bara yang beroperasi di Indonesia dengan total kapasitas 32.373 megawatt. Greenpeace menyebut PLTU batubara jadi kontributor terburuk dan bertanggung jawab atas 46 persen emisi karbon dioksida dunia, sekaligus menyebabkan naiknya suhu permukaan bumi sebesar 1°C-2°C dalam 100 tahun terakhir. Akibatnya menurut WHO polusi udara disebabkan emisi karbon yang menyebar ke udara telah merenggut 7 juta nyawa, 600 ribu di antaranya adalah anak-anak.

Sebenarnya pemerintah bukan tanpa upaya dalam mengentaskan persoalan lingkungan ini, melalui roadmap kebijakan, pemerintah telah merancang penerapan pajak karbon (cap and Tax) untuk 2021-2025 kebijakan pajak karbon akan diberlakukan secara terbatas pada PLTU batu bara dengan ketentuan untuk 1 kg emisi CO2 dari setiap PLTU akan dikenakan tarif Rp30 atau setara Rp30.000/ton CO2.

Ada banyak penyebab mengapa kebijakan ini belum juga diterapkan. Banyaknya penolakan dari para pelaku usaha disinyalir jadi salah satu penyebabnya. Salah satu yang cukup vokal menentang kebijakan ini adalah Kamar Dagang Indonesia (Kadin) melalui ketua umumnya Arsjad Rasjid yang mewakili 18 asosiasi pengusaha. Menurutnya pajak karbon akan menambah beban biaya produksi dan membuat para pelaku industri semakin tertekan.

Seolah keniscayaan, di saat suatu negara bertumbuh pesat perekonomiannya, di saat yang bersamaan harga mahal juga menyertainya yaitu persoalan lingkungan yang semakin teruk beserta masifnya penggunaan mesin-mesin industri berbahan bakar fosil yang menghasilkan CO2.

Alhasil pertumbuhan ekonomi yang pesat menjadi problem terbesar dari sulitnya melakukan konversi energi di Indonesia. Suka atau tidak, sektor industri menjadi motor pertumbuhan sekaligus penopang utama aktivitas perekonomian yang notabene selalu bersentuhan dengan kegiatan yang menimbulkan persoalan lingkungan akibat hasil emisi karbon dan rumah kaca dari kegiatan industri mereka.

Jika kebijakan ini diterapkan tanpa pertimbangan yang matang, bukan mustahil kita akan bernasib sama seperti Australia. Negeri Kangguru ini hanya mampu menerapkan pajak karbon selama 2 tahun (2012-2014). Akibat penerapan pajak karbon, Australia mengalami lonjakan harga di sektor energi. Akhirnya kenaikan ini berdampak pada PHK besar-besaran.

Walau demikian fakta kontras dialami oleh Swedia yang telah akrab dengan pajak karbon sejak 1991. Pada 2021 Swedia menjadi negara dengan tarif pajak karbon tertinggi di dunia (US$130/ton CO2). Kesuksesan utama Swedia ialah karena selain tarif pajaknya masuk ke kas negara, penerimaan besar dari pajak karbon ini juga digunakan untuk meringankan beban pajak lainnya, serta dialokasikan untuk konservasi lingkungan dan membiayai kesejahteraan masyarakatnya.

PR terbesar pemerintah adalah merancang kebijakan Pajak Karbon yang berpihak pada kepentingan rakyat terutama di sektor akar rumput. Jika pajak karbon resmi diberlakukan bukan tidak mungkin biaya barang-barang kebutuhan bahkan tarif dasar listrik juga ikut naik. kebijakan tersebut perlu dibarengi dengan sistem yang transparan untuk membangun kepercayaan publik. Hal ini dimaksudkan agar terbentuk kesukarelaan pembayaran pajak karbon di masyarakat.

Hal yang sama juga akan berpengaruh pada para pelaku industri, pilihannya juga sama apakah industri akan menuntut perubahan kebijakan entah dengan menuntut bunga pinjaman yang lebih rendah bahkan mendesak kebijakan ini tidak diberlakukan, atau mereka akan membebankan biaya tambahannya kepada masyarakat yang mana itu artinya akan menaikkan harga barang.

Kompleksitas persoalan pasti akan dihadapi Indonesia tetapi kita tidak boleh menutup mata dalam menghadapi persoalan iklim dan lingkungan. Bila pemerintah mengupayakan perbaikan melalui regulasi dan mitigasi maka kita ikut berpartisipasi di ranah aksi. Literasi mengenai lingkungan perlu digencarkan dan upaya ini tak hanya datang dari pemerintahan. Sudah semestinya agenda besar ini memerlukan dukungan solid dan sinergisitas semua pihak.

Tags: Carbon TaxDJPGlobal BoilingLingkungan
Share62Tweet39Send
Previous Post

Kalender Pajak Juli 2024

Next Post

Peran Pihak Ketiga dalam Pemotongan PPh Pasal 21

Lambang Wiji Imantoro

Lambang Wiji Imantoro

Related Posts

Ilustrasi nongkrong
Analisis

Menakar Kebijakan Pajak di Tengah Tren Nongkrong Modern

8 Mei 2025
Artikel

Memahami Penyusunan Transfer Pricing Document Sesuai PMK 172/2023

8 Mei 2025
Artikel

ESG: Jejak Menuju Dunia yang Lebih Berkelanjutan

6 Mei 2025
Transaksi Afiliasi
Artikel

Seni Mengelola Transaksi Afiliasi

6 Mei 2025
Artikel

Menambal Jurang Fiskal : UHNWI vs Buruh

5 Mei 2025
Artikel

Standar Baru Jaminan Laporan Keberlanjutan ISSA 5000

5 Mei 2025
Next Post

Peran Pihak Ketiga dalam Pemotongan PPh Pasal 21

Apa Saja Objek Pemotongan PPh Pasal 21 ?

Pembebasan Pajak bagi Digital Nomads untuk menarik Turis

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1459 shares
    Share 584 Tweet 365
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    916 shares
    Share 366 Tweet 229
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    898 shares
    Share 359 Tweet 225
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    742 shares
    Share 297 Tweet 186
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    712 shares
    Share 285 Tweet 178
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.