Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Kamis, 8 Mei 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Menakar Kebijakan Pajak di Tengah Tren Nongkrong Modern

Lambang Wiji ImantorobyLambang Wiji Imantoro
8 Mei 2025
in Analisis, Artikel
Reading Time: 3 mins read
132 1
A A
0
Ilustrasi nongkrong

Sumber: Frepik

152
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Kota Sukabumi tengah menjadi sorotan setelah pemerintah kotanya berencana memberlakukan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sebesar 5 persen terhadap kedai kopi yang menyediakan layanan konsumsi di tempat. Kebijakan ini termasuk dalam penerapan PBJT atas makanan dan/atau minuman, yang merupakan kewenangan pemerintah daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD). Tujuannya jelas: meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) guna membiayai pembangunan infrastruktur dan layanan publik.

Wakil Wali Kota Sukabumi, Bobby Maulana, menegaskan bahwa kebijakan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sebesar 5 persen yang akan dikenakan kepada konsumen di kedai kopi dan tempat makan bukanlah bentuk pungutan yang membebani, melainkan langkah konkret untuk membiayai pembangunan di daerah. Ia menjelaskan bahwa PBJT merupakan pajak yang dititipkan oleh konsumen kepada pedagang, dan dana yang diperoleh dari pajak ini akan disetorkan ke kas daerah untuk dimanfaatkan langsung bagi kepentingan masyarakat Sukabumi.

Pernyataan ini disampaikan Bobby saat ditemui wartawan pada Rabu, 7 Mei 2025. Ia juga menyampaikan bahwa para pemilik kedai kopi dan tempat makan tidak menolak penerapan pajak ini karena sistem yang disiapkan cukup transparan. Penyetoran PBJT akan dilakukan melalui aplikasi Pajak Online Kota Sukabumi (PANTAS), yang terhubung langsung dengan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Sukabumi. Sistem ini diklaim dapat memudahkan pelaku usaha sekaligus menjamin akuntabilitas.

Bobby juga mengakui bahwa karakteristik Kota Sukabumi sebagai kota transit membuat pelanggan kedai kopi cenderung berasal dari kelompok yang sama. Namun, ia optimistis penerapan PBJT tetap akan memberikan kontribusi positif bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD), apalagi dengan harapan bertambahnya jumlah wisatawan jika pembangunan Tol Bocimi Sesi 3 rampung.

Fenomena ini muncul di tengah maraknya tren konsumsi kopi di kalangan masyarakat perkotaan, terutama generasi muda. Kedai kopi bukan lagi sekadar tempat untuk menikmati secangkir kopi hitam, melainkan telah menjadi simbol gaya hidup dan ruang sosial baru. Di Sukabumi sendiri, kedai kopi tumbuh subur dengan beragam konsep, dari yang berorientasi alam, berdesain industrial modern, hingga yang mengusung nilai-nilai lokal dan keberlanjutan.

Beberapa kedai kopi ternama di Sukabumi seperti Like Earth Coffee, The Uluwatu Galdery, dan Kopi Nako telah menjadi tempat favorit masyarakat untuk nongkrong, bekerja, belajar, atau sekadar bersantai. Fasilitas seperti Wi-Fi gratis, interior estetik, serta menu yang beragam membuat kedai kopi menjadi magnet yang kuat, bahkan lebih dari sekadar tempat makan dan minum. Inilah mengapa pemerintah daerah menilai sektor ini sebagai potensi sumber pajak yang belum tergarap optimal.

Menakar Kebijakan Pajak Nongkrong di Daerah lainnya

Jika menengok ke daerah lain, kebijakan serupa sudah lebih dulu diterapkan. DKI Jakarta misalnya, sejak awal 2024 telah menggantikan pajak restoran dengan PBJT atas makanan dan minuman sebesar 10 persen. Kota-kota lain seperti Pontianak, Cimahi, dan Surakarta juga telah menjalankan PBJT dengan tarif serupa. Menariknya, beberapa dari mereka menetapkan batas omzet sebagai syarat pengenaan pajak, untuk melindungi usaha kecil. Di Surakarta dan Yogyakarta, misalnya, usaha dengan omzet bulanan di bawah Rp7 juta hingga Rp10 juta dibebaskan dari kewajiban ini.

Namun demikian, hingga saat ini, belum ada kejelasan dari Pemkot Sukabumi apakah akan ada ketentuan serupa terkait batas omzet. Hal ini penting mengingat tidak semua kedai kopi memiliki kapasitas dan skala usaha yang besar. Banyak usaha kopi lokal yang dijalankan oleh pelaku UMKM dengan margin keuntungan yang masih tipis. Jika kebijakan ini diterapkan secara menyeluruh tanpa klasifikasi, dikhawatirkan bisa menjadi beban tambahan yang justru melemahkan sektor yang sedang tumbuh ini.

Sementara itu, tren kedai kopi di Sukabumi terus berkembang. Masyarakat, khususnya kalangan muda, semakin gemar menikmati kopi dalam suasana yang nyaman dan “Instagramable”. Beberapa kedai bahkan menyuguhkan konsep yang unik dan menyatu dengan alam. Contohnya, Kopi Bumi di Kadudampit menyajikan kopi dari kebun sendiri dengan latar pemandangan pegunungan. Kedai ini tidak hanya menjual minuman, tetapi juga menjual pengalaman, yang menjadi salah satu nilai jual utama di tengah persaingan ketat industri F&B saat ini.

Di sisi lain, kehadiran kedai kopi juga menciptakan dampak ekonomi positif, dari penciptaan lapangan kerja, peningkatan penjualan produk lokal seperti kopi Sukabumi, hingga memicu tumbuhnya sektor lain seperti logistik, periklanan digital, dan desain interior. Oleh karena itu, meskipun kebijakan pajak diperlukan untuk meningkatkan PAD, implementasinya harus mempertimbangkan aspek keberlanjutan dan keberpihakan terhadap pelaku UMKM.

Melalui PBJT ini, pemerintah daerah ingin menegaskan bahwa sektor jasa konsumsi sudah saatnya berkontribusi lebih terhadap pembangunan daerah. Namun, di tengah dinamika dan kompleksitas ekonomi lokal, keberhasilan kebijakan ini tidak hanya bergantung pada regulasi, tetapi juga pada komunikasi yang terbuka, kejelasan batasan, serta dukungan terhadap pelaku usaha kecil agar mereka tetap tumbuh dan berkontribusi.

Dengan tren kedai kopi yang terus berkembang, tantangannya bukan hanya menarik pajak, tetapi juga menjaga agar ruang-ruang sosial ini tetap hidup dan mampu bertahan. Pajak bisa menjadi alat pembangunan, tetapi jika tidak dikelola dengan bijak, bisa pula menjadi beban yang menahan laju pertumbuhan ekonomi kreatif lokal. Pemerintah Kota Sukabumi kini berada di persimpangan penting: antara memaksimalkan potensi fiskal dan menjaga ekosistem usaha yang sedang bertunas.

Penulis: Muhammad Rizki Mardhi

Editor: Lambang Wiji Imantoro

 

Tags: PADPajak DaerahPNJT
Share61Tweet38Send
Previous Post

Bagaimana Menyusun Sustainability Report Dengan Standar GRI?

Lambang Wiji Imantoro

Lambang Wiji Imantoro

Related Posts

Artikel

Memahami Penyusunan Transfer Pricing Document Sesuai PMK 172/2023

8 Mei 2025
Artikel

ESG: Jejak Menuju Dunia yang Lebih Berkelanjutan

6 Mei 2025
Transaksi Afiliasi
Artikel

Seni Mengelola Transaksi Afiliasi

6 Mei 2025
Artikel

Menambal Jurang Fiskal : UHNWI vs Buruh

5 Mei 2025
Artikel

Standar Baru Jaminan Laporan Keberlanjutan ISSA 5000

5 Mei 2025
Ilustrasi Bank Emas atau Bullion Bank
Analisis

Menata Ulang Kebijakan Fiskal Emas untuk Bullion Bank

3 Mei 2025

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1459 shares
    Share 584 Tweet 365
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    916 shares
    Share 366 Tweet 229
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    898 shares
    Share 359 Tweet 225
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    741 shares
    Share 296 Tweet 185
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    712 shares
    Share 285 Tweet 178
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.