Ringkasan Jawaban :
Pembahasan Lengkap :
Terima kasih Pak Nur atas pertanyaan yang diberikan. Berdasarkan pertanyaan yang diberikan, terdapat beberapa poin dalam STP yang disetujui dan bertanya perihal bisa atau tidak mengajukan keberatan atau banding atas penerbitan STP tersebut. Ketentuan mengenai STP, keberatan dan banding diatur dalam UU KUP, oleh karena itu kami akan menjawab pertanyaan Bapak sesuai dengan ketentuan dalam UU KUP.
Berdasarkan Pasal 25 ayat (1) UU KUP, Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan atas STP yang diterima karena tidak termasuk dalam suatu surat ketetapan yang dapat diajukan keberatan. Penjelasan ketentuan mengenai pengajuan keberatan diatur sebagai berikut :
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu: ***)
-
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
- Surat Ketetapan Pajak Nihil;
- Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau
- pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
– Pasal 25 ayat (1) UU KUP
Sesuai dengan penjelasan Pasal 25 ayat (1) UU KUP, Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan apabila menilai jumlah rugi, jumlah pajak, dan pemotongan atau pemungutan pajak tidak sebagaimana mestinya.
Lebih lanjut, keberatan yang diajukan Wajib Pajak adalah materi atau isi dari suatu ketetapan pajak. Sedangkan STP merupakan surat yang diterbitkan Dirjen Pajak dengan tujuan menagih utang pajak yang kurang atau belum dibayarkan oleh Wajib Pajak. Adapun permohonan banding hanya dapat diajukan atas Surat Keputusan Keberatan. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 27 ayat (1) sebagai berikut :
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1).
– Pasal 27 ayat (1) UU KUP.
Oleh karena itu, Wajib Pajak tidak dapat mengajukan keberatan dan/atau banding atas STP dikarenakan perbedaan substansi yang diatur dalam STP dan Surat Ketetapan. Meskipun demikian, sebagai solusi alternatif Wajib Pajak dapat mengajukan pembatalan atas STP yang telah diterima kepada Dirjen Pajak.
Dengan catatan, Wajib Pajak merasa STP yang diterbitkan “tidak benar” serta dapat memberikan bukti bahwa terdapat ketidaktelitian petugas pajak dalam penerbitan STP. Ketentuan mengenai pembatalan STP diatur dalam Pasal 36 ayat (1) UU KUP, sebagai berikut :
(1) Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat: ***)
-
- mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
- mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar
- mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar; atau
- membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa: 1. penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau 2. pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.
– Pasal 36 ayat (1) UU KUP
Sesuai dengan penjelasan Pasal 36 ayat (1) UU KUP, Dirjen Pajak secara jabatanya atau atas permohonan Wajib Pajak dapat membatalkan STP yang telah diterbitkan jika terdapat ketidaktelitian petugas pajak. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembatalan STP kepada Dirjen Pajak. Ketentuan mengenai pengajuan tersebut diatur dalam Pasal 3 ayat (1) PMK-8/2013
(1) Permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan dengan menyampaikan surat permohonan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan yang dapat dilakukan:
-
- secara langsung;
- melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
- dengan cara lain.
– Pasal 3 ayat (1) PMK-8/2013
Wajib Pajak perlu memperhatikan persyaratan yang perlu dipenuhi untuk mengajukan permohonan pembatalan STP yang diatur lebih lanjut dalam Pasal 18 ayat (5) PMK-8/2013, sebagai berikut :
(5) Permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
-
- 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) Surat Tagihan Pajak;
- permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
- mengemukakan jumlah tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi dalam Surat Tagihan Pajak menurut Wajib Pajak dengan disertai alasan;
- permohonan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar; dan
- surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP.
– Pasal 18 ayat (5) PMK-8/2013
Dirjen Pajak akan memberikan jawaban atas permohonan pengajuan pembatalan paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan pembatalan diterima. Selanjutnya, jika Dirjen Pajak tidak mengabulkan permohonan pembatalan STP, maka Dirjen Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar penolakan permohonan pembatalan STP.
Alternatif terakhir yang dapat ditempuh Wajib Pajak adalah dengan mengajukan gugatan atas pengajuan permohonan pembatalan STP yang ditolak kepada Pengadilan Pajak. Sesuai dengan Pasal 23 UU KUP, Wajib Pajak dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain permohonan keberatan dan banding.
Dengan demikian, Pak Nur tidak dapat mengajukan keberatan dan/atau banding atas penerbitan STP meskipun terdapat beberapa poin yang tidak disetujui dalam STP tersebut. Sebagai solusi alternatif, Pak Nur dapat mengajukan pembatalan STP jika dnilai tidak benar. Selanjutnya, jika pengajuan pembatalan STP tidak diterima, maka Pak Nur dapat mengajukan gugatan sesuai Pasal 23 UU KUP. Semoga jawaban kami dapat membantu.