Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Rabu, 9 Juli 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Apa Konsekuensi Penggabungan NPWP Suami Istri?

155
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

PERTANYAAN

Kami adalah pasangan yang baru menikah. Sebelum menikah, masing-masing dari kami telah memiliki NPWP. Menurut ketentuan, setelah menikah NPWP suami dan istri dapat digabungkan. Apa konsekuensi pajak yang ditimbulkan ketika NPWP suami istri digabungkan dengan NPWP suami istri tetap terpisah?

  • Iman.
Picture of Alifia Qhoiriyah

Alifia Qhoiriyah

Tax Policy Analyst Pratama-Kreston Tax Research Institute
PERNYATAAN PENYANGKALAN
Seluruh data dan informasi yang disediakan di dalam Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan saja. Dengan demikian, data dan informasi yang disediakan tidak dapat dianggap sebagai suatu nasihat dari konsultan pajak.
Baca Disclaimer
DISCLAIMER

Ringkasan Jawaban

Apabila Wajib Pajak hendak menggabungkan NPWP (status KK) maka NPWP istri harus dihapuskan terlebih dahulu. Dengan menggabungkan NPWP istri dan suami maka hanya suami yang berkewajiban untuk melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi. Selain itu, penggabungan NPWP ini juga akan meringankan beban pajak jika dibandingkan dengan memilih NPWP terpisah. Jika suami-istri memiliki NPWP berbeda atau terpisah, suami-istri harus melaporkan SPT Tahunan-nya secara terpisah dan menghitung beban pajaknya secara proporsional sesuai besarnya penghasilan neto masing-masing.

 

Pembahasan Lengkap

Terima kasih Bapak Iman atas pertanyaannya. Menurut ketentuan perpajakan di Indonesia, penghasilan dalam suatu keluarga dianggap sebagai satu kesatuan ekonomis. Artinya, seluruh penghasilan atau kerugian dalam satu keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan dan pelaporannya dilakukan oleh kepala keluarga. Dalam hal ini, seorang istri yang bekerja dapat menggabungkan penghasilannya dengan penghasilan suami dan dilaporkan di dalam Surat Pemberitahuan (SPT) suami. Namun, perhitungan pajak atas suami istri dapat dilakukan secara terpisah pada kondisi tertentu.

Status perpajakan suami-istri dibedakan menjadi 4 kategori di dalam sistem perpajakan Indonesia, yaitu:

  1. KK (Kepala Keluarga), status ini menunjukkan bahwa suami istri menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan secara bersama. Artinya, NPWP istri sama dengan NPWP suami sehingga hanya suami yang berkewajiban untuk melaporkan SPT karena suami adalah kepala keluarga.
  2. HB (Hidup Berpisah), status ini menunjukkan bahwa hak dan kewajiban perpajakan suami-istri dilakukan secara terpisah karena suami-istri telah dinyatakan hidup terpisah berdasarkan putusan hakim. Artinya, penghasilan suami dan istri dikenakan pajak secara terpisah dan pelaporan SPT Tahunannya pun dilakukan secara terpisah.
  3. PH (Pisah Harta), dalam status ini suami-istri menghendaki untuk melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan sesuai yang telah disepakati. Dengan status ini, suami dan istri wajib untuk memiliki NPWP masing-masing dan melaporkan SPT Tahunan secara terpisah. Namun, untuk perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) terutang dihitung secara proporsional berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami dan istri.
  4. MT (Memilih Terpisah), dalam status ini istri memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban pajaknya secara terpisah. Istri menyampaikan surat pernyataan yang menyatakan bahwa istri akan menjalankan kewajiban pajaknya sendiri. Sama seperti status PH, status MT mewajibkan suami dan istri untuk memiliki NPWP masing masih karena pelaporam SPT dilakukan secara terpisah. Namun, untuk perhitungan PPh terutang dihitung secara proporsional berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami dan istri.

Apabila Bapak hendak menggunakan status KK, NPWP istri harus dihapuskan terlebih dahulu sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Peraturan Dirjen Pajak No. PER-04/PJ/2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (“PER-04/2020”).

“Terhadap wanita kawin yang telah memiliki NPWP, namun menghendaki pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya digabung dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan suami, atas NPWP wanita kawin tersebut dilakukan penghapusan NPWP.”

(Pasal 7 ayat (1) PER-04/2020)

Penghapusan NPWP istri dapat dilakukan melalui KPP dengan membawa dokumen berupa fotokopi buku nikah atau dokumen sejenis, surat pernyataan yang menyatakan bahwa tidak membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan atau tidak ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suami, NPWP istri, serta NPWP suami.

Dengan penggabungan NPWP ini maka penghasilan istri akan dilaporkan pada kolom penghasilan yang dikenakan PPh Final dalam SPT suami sehingga istri tidak perlu lagi melaporkan SPT secara terpisah. Beban pajak atas suami-istri yang memilih untuk menggabungkan NPWP mereka juga akan lebih kecil jika dibandingkan beban pajak suami istri yang memiliki NPWP terpisah. Hal ini karena penggabungan penghasilan suami-istri akan berpengaruh pada besaran PTKP. Seorang suami-istri yang menggabungkan penghasilan mereka maka status PTKP-nya adalah K/I/(Jumlah tanggungan). Artinya, selain mendapat mengurangan sebesar Rp 54 juta dari status WP OP, suami juga mendapat pengurangan sebesar Rp 54 juta dari penghasilan istri yang digabungkan tersebut. Selain itu, penghasilan juga akan dikurangkan dengan status WP kawin sebesar Rp 4,5 juta dan tanggungan (maksimal 3 orang) masing-masing Rp 4,5 juta.

Apabila Bapak tetap ingin menggunakan NPWP secara terpisah yang artinya suami-istri akan menjalankan hak dan kewajiban pajaknya secara terpisah, Bapak dapat memilih status PH atau MT yang diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak No. PER-30/PJ/2017. Dengan memilih status ini, pelaporan SPT suami dan istri akan dilakukan secara terpisah. Namun, untuk perhitungan beban PPh antara suami dan istri harus dilakukan secara proporsional dengan menggabungkan terlebih dahulu penghasilan neto suami dan istri yang kemudian beban pajaknya akan dihitung secara proporsional berdasakan penghasilan neto masing-masing.

Pemisahan NPWP ini juga berpengaruh pada besaran PTKP dimana dengan pemisahan NPWP maka PTKP suami dan istri akan lebih kecil karena hanya mendapat pengurangan sebesar status Wajib Pajak orang pribadi sebesar Rp 54 juta, status kawin Rp 4,5 juta, dan jumlah tanggungan masing-masing Rp 4,5 juta, tanpa ada pengurangan karena penggabungan penghasilan istri. Oleh karena itu, beban pajaknya akan lebih besar jika dibandingkan dengan SPT PPh OP dengan status KK.

Jadi kesimpulannya, apabila Bapak Iman hendak menggabungkan NPWP (status KK) maka NPWP istri harus dihapuskan terlebih dahulu. Dengan menggabungkan NPWP istri dan suami maka hanya suami yang berkewajiban untuk melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi. Selain itu, penggabungan NPWP ini juga akan meringankan beban pajak jika dibandingkan dengan memilih NPWP terpisah. Jika suami-istri memiliki NPWP berbeda atau terpisah, suami-istri harus melaporkan SPT Tahunan-nya secara terpisah dan menghitung beban pajaknya secara proporsional sesuai besarnya penghasilan neto masing-masing.

Tags: Nomor Pokok Wajib PajakPajak PenghasilanPTKPSuami-Istri
Share62Tweet39Send

DISCLAIMER

Seluruh data dan informasi yang disediakan di dalam Konsultasi pratamainstitute.com bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan saja. Dengan demikian, data dan informasi yang disediakan tidak dapat dianggap sebagai suatu nasihat dari konsultan pajak.

Previous Post

Bagaimana Menghitung PPN atas Barang Diskon?

Next Post

Pencadangan Employee Benefit Dapat Menjadi Biaya Pengurang Bagi Perusahaan?

Related Posts

Image by freepik
Konsultasi

Apakah hibah milik pendiri yayasan termasuk objek pajak?

2 bulan ago
ESG
Konsultasi

Bagaimana Menyusun Sustainability Report Dengan Standar GRI?

2 bulan ago
Jasa konstruksi
Konsultasi

Apakah Jasa Instalasi dan Bangunan dari Perseorangan Selalu Dikenakan PPh Pasal 23?

4 bulan ago
Majalah online
Konsultasi

Aspek PPh dan PPN atas Transaksi Berlangganan Majalah Online dari Luar Negeri

4 bulan ago
Global Minimum Tax
Konsultasi

Bagaimana Penerapan GMT di Indonesia?

4 bulan ago
Akun CTAS
Konsultasi

Apakah Karyawan Level Staf Bisa Menjadi PIC Akun CTAS?

5 bulan ago

BACA JUGA

Padel

Menimbang Pajak Olahraga Bagi Gaya Hidup Sehat Warga

9 Juli 2025
Akuntansi Persediaan

Memahami Akuntansi Persediaan: Teknik dan Metode Efektif

8 Juli 2025
Padel kena pajak hiburan?

Kenapa Padel Kena Pajak?

7 Juli 2025

Menata Masa Depan Hijau lewat Keuangan Berkelanjutan

Mengapa Buruh Membayar Lebih Banyak Pajak Daripada Miliarder

Memetik Untung dan Tantangan Pajak di Marketplace

Mendorong Kepatuhan Pelaporan SPT: Perlu Inovasi Baru?

Kontraksi Penerimaan Pajak dan Strategi Pemulihan

Global Boiling dan Peran Strategis Sektor Keuangan

Deindustrialisasi dan Kejatuhan Kelas Pekerja

Menyulap Tantangan Emisi Jadi Peluang Inovasi: Peran ESG dan R&D

GCG Tangguh, ESG Tumbuh: Strategi Bisnis di Era Transisi Hijau

Dari Polusi ke Solusi: Perdagangan Emisi sebagai Motor ESG

Indonesia Masuk Jurisdictional Snapshots IFRS Foundation

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Picture of Alifia Qhoiriyah

Alifia Qhoiriyah

Tax Policy Analyst Pratama-Kreston Tax Research Institute

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1472 shares
    Share 589 Tweet 368
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    973 shares
    Share 389 Tweet 243
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    942 shares
    Share 377 Tweet 236
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    794 shares
    Share 318 Tweet 199
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    749 shares
    Share 300 Tweet 187
Next Post

Pencadangan Employee Benefit Dapat Menjadi Biaya Pengurang Bagi Perusahaan?

Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.

  • Pernyataan Penyangkalan / Disclaimer

Seluruh data dan informasi yang disediakan di dalam Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan saja. Dengan demikian, data dan informasi yang disediakan tidak dapat dianggap sebagai suatu nasihat dari konsultan pajak.

Pada dasarnya Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id tidak menyediakan informasi yang bersifat rahasia dan hubungan klien – konsultan pajak tidak terjadi. Untuk suatu nasihat yang dapat diterapkan pada kasus yang Anda hadapi, Anda dapat menghubungi seorang konsultan pajak yang kompeten.

Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id tidak dapat digugat maupun dituntut atas segala pernyataan, kekeliruan, ketidaktepatan atau kekurangan dalam setiap konten yang disampaikan dalam Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id.

Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id berhak sepenuhnya mengubah judul dan/atau isi pertanyaan tanpa mengubah substansi dari hal-hal yang ditanyakan.

Artikel jawaban tertentu dari Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id mungkin sudah tidak sesuai/tidak relevan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.

Kami sarankan Anda untuk mengecek kembali dasar hukum yang digunakan di dalam artikel jawaban Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id untuk memastikan peraturan perundang-undangan yang digunakan masih berlaku.