Banyaknya sengketa mengenai PPN atas penjualan Aset Yang Diambil Alih (AYDA) oleh lembaga keuangan kepada pembeli agunan berdampak pada banyaknya temuan lembaga keuangan yang tidak mengenaka pajak pertambahan nilai (PPN) saat adanya proses transaksi. Hal tersebut terjadi lantaran pihak lemabaga keuangan kesulitan menarik pembeli saat asset-aset tersebut ditawarkan kepada pembeli, terlebih lagi jika harus dikenakan PPN 11%.
Akibatnya banyak terjadi kasus sengketa antara pihak lembaga keuangan dengan Direktorat Jendral Pajak (DJP) selaku otoritas perpajakan, lantaran kebanyakan lembaga keuangan yang tidak mengenakan PPN saat terjadinya transaksi penjualan Agunan.
Oleh karena itu DJP Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerbitkan aturan mengenai penyerahan agunan yang diambil alih oleh kreditur kepada pembeli agunan, yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 41 Tahun 2023 dan berlaku sejak 1 Mei 2023. PMK Nomor 41 Tahun 2023 merupakan tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2022 tentang penerapan terhadap PPN dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM).
Adapun pokok pengaturan yang dibahas dalam PMK Nomor 41 Tahun 2023 diantaranya berkaitan dengan besaran tertentu PPN, tata cara pemungutan, penyetoran, pelaporan, serta terkait pengkreditan pajak masukannya.
Dalam PMK Nomor 41 Tahun 2023 Pasal 3, dijelaskan bahwa yang menjadi subjek pajak dalam proses transaksi Pembelian atau Penyerahan Agunan dalam hal ini adalah memungut, menyetorkan, dan melaporkan adalah lembaga keuangan atau kreditur, dan yang merupakan objeknya adalah penjualan AYDA oleh lembaga keuangan kepada pembeli. Pemungutan pajak agunan dilakukan ketika kreditur telah menerima pembayaran atas pembelian dan penyerahan agunan.
Dijelaskan pula di Pasal 3 mengenai skema pengenaan tarif PPN untuk transaksi penjualan agunan ini, dimana jumlah PPN yang dipungut dihitung dengan menggunakan besaran 10% dari tarif PPN saat ini yaitu 11% sehingga diperoleh selisih angka 1,1% untuk kemudian dikalikan dengan harga jual agunan.
Secara definisi, pajak agunan adalah jenis pajak yang dikenakan untuk barang sitaan yang didaptkan dari debitur ke kreditur. Agunan adalah jaminan yang diberikan kepada pemberi pinjaman kredit dalam bentuk bangunan maupun kendaraan.
Sesuai aturan PMK Nomor 41 Tahun 2023, jika seseoang tidak mampu melunasi kredit, maka jaminan yang telah diberikan akan disita oleh kreditur, dan kreditur berhak menjual kembali barang yang dijaminkan melalui proses lelang, dan bagi mereka yang berminat membeli barang lelang dalam bentuk agunan tersebut akan dikenakan pajak agunan sebesar 1,1%.
Perlu diingat, saat menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) berupa agunan kreditur wajib membuat faktur pajak. Sementara itu, saat agunan diambil dari debitur, kreditur tidak perlu membuat faktur pajak apapun.
Dengan diterbitkannya PMK Nomor 41 Tahun 2023, maka pemerintah telah memberikan kepastian hukum tentang perlakuan PPN atas AYDA ini, yang selama ini seringkali ditemui kasus sengketa pajak hingga ke ranah pengadilan terkait atau diakibatkan oleh AYDA.
Ada dua jenis Agunan yang dikenai pajak yaitu agunan berwujud dan agunan tidak berwujud. Agunan berwujud adalah jaminan berupa barang berwujud. Agunan berwujud dibagi menjadi dua kelompok yaitu agunan bergerak dan tidak bergerak. Yang termasuk dalam agunan bergerak ialah segala jenis kendaraan seperti mobil, motor, dan kendaraan lainnya, sementara agunan tidak bergerak contohnya adalah logam mulia, tanah, property, serta barang berharga tidak bergerak lainnya.
Jenis agunan yang ke dua ialah agunan tidak berwujud. Contoh dari jenis agunan ini adalah surat berharga, obligasi, deposito, hak paten, hak kekayaan intelektual (HAKI), dan lain-lain.