Pada kesempatan pelantikan ekonom Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan 8 September 2025 lalu, beliau menyatakan bahwa kebijakan fiskal akan diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen setahun. Pernyataan tersebut bisa menjadi penanda perubahan kebijakan, atau sekadar batas target lisan. Purbaya yang optimis ekonomi dapat tumbuh 8 persen mengatakan dirinya sudah 15 tahun di pasar saham sehingga tahu betul bagaimana memperbaiki ekonomi. Untuk memahami konteksnya, kita perlu melihat ikhtisar situasi ekonomi saat ini, proyeksi, strategi peningkatan pertumbuhan, serta batas realistis yang bisa ditempuh.
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Saat Ini
Beberapa lembaga internasional resmi telah merilis proyeksi pertumbuhan meskipun tidak secara eksplisit disebutkan oleh pemerintah. Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan Indonesia dalam rentang 2025–2027 rata-rata hanya 4,8 persen, dengan potensi naik ke kisaran 5,5 persen jika terdapat reformasi struktural terkait produktivitas dan kemudahan berusaha World Bank. Sebelumnya, dalam laporan “Macro Poverty Outlook” bulan April, Bank Dunia menurunkan proyeksi tahun 2025 menjadi sekitar 4,7 persen, dengan rata-rata 4,8 persen selama 2025–2027.
IMF dalam “World Economic Outlook Update” Juli 2025 mencantumkan angka pertumbuhan Indonesia di kisaran 4,8 persen untuk 2025 dan konsisten di tahun berikutnya. OECD juga merevisi proyeksi dari sebelumnya sekitar 5,2 persen menjadi 4,9 persen untuk 2025, dengan peningkatan tipis ke 5 persen di 2026.
Selain itu, laporan Bank Indonesia menyebut bahwa realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama tahun 2025 berada di rentang 4,6 hingga 5,4 persen, dan perbaikan permintaan domestik serta optimisme investasi diestimasikan menopang sisa tahun tersebut Badan Pusat Statistik. Sementara itu, Sri Mulyani sebelumnya memproyeksikan bahwa pertumbuhan nasional akan berada di sekitar 5 persen.
Kebijakan yang Dapat Mendorong Pertumbuhan
Jika pertumbuhan sekitar 5 persen memiliki basis data proyeksi, angka 8 persen di bawah Purbaya adalah nilai yang berada di atas ranah proyeksi saat ini. Namun, tidak berarti target itu tidak bisa dijadikan referensi kebijakan. Berikut merupakan beberapa kanal kebijakan yang bisa diperkuat, antara lain:
- Fokus pada proyek infrastruktur siap pakai yang dapat menyerap tenaga kerja, memperkuat sektor manufaktur lokal, serta menciptakan dampak ekonomi berganda.
- Insentif fiskal bagi investasi produktif yang mendukung peningkatan ekspor, hilirisasi, dan pekerjaan bernilai tambah tinggi.
- Dorongan konsumsi domestik melalui penyaluran bantuan sosial pada kelompok berpenghasilan rendah dengan arah pemulihan ekonomi di sektor ritel dan informal.
- Penguatan sinergi antara pemerintah, BUMN, dan investor melalui model investasi publik-swasta yang terstruktur dan transparan.
World Bank menyoroti bahwa program pembangunan 3 juta rumah per tahun dan peluncuran dana abadi seperti Danantara bisa menjadi mesin pertumbuhan jika disertai tata kelola yang efisien.
Realitas Mencapai Target 8 Persen
Menaikkan laju pertumbuhan dari kisaran lima persen menjadi delapan membutuhkan lonjakan dalam lintas indikator ekonomi—investasi, konsumsi, ekspor, dan produktivitas. Secara historis, Indonesia sempat mencatat pertumbuhan tinggi mendekati 7 persen di era sebelum krisis, yaitu sekitar tahun 1990-an, saat investasi asing dan permintaan ekspor cukup tinggi.
Namun lingkungan global saat ini berbeda, permintaan dunia relatif melambat, harga komoditas fluktuatif, dan persaingan investasi antar negara berkembang meningkat. Selain itu, Fisher ratio (rasio fiskal) dan ruang fiskal pemerintah masih dibatasi karena kebutuhan belanja sosial dan dukungan APBN yang tinggi.
Jika angka 8 persen dijadikan salah satu kerangka target, maka perlu pendekatan sinergi jangka menengah yang mencerminkan reformasi kebijakan. Di luar itu, langkah kebijakan jangka pendek yang terburu justru dapat membebani fiskal atau menurunkan kepercayaan pasar suatu saat.
Keseimbangan Kebijakan yang Pebisnis Fokuskan
Bank Indonesia menekankan pentingnya komitmen fiskal yang terjaga. Sentimen pasar sempat bereaksi terhadap reshuffle dan pernyataan target pertumbuhan baru. Investor biasa mencermati stabilitas kebijakan dan efektivitas stimulus—baik fiskal maupun moneter.
Dukungan fiskal dari Bank Indonesia melalui skema “burden sharing“, meskipun telah disepakati, perlu diawasi agar tidak mengerdilkan makna independensi bank sentral. Apabila kebijakan didesain dengan jelas, pencapaian pertumbuhan di atas 5 persen tetap memungkinkan tanpa melampaui batas risk toll dari defisit fiskal.
Langkah Bertahap Menuju Pertumbuhan 8 Persen
Proyeksi institusi seperti World Bank, IMF, dan OECD menyebut laju pertumbuhan sekitar 4,7–4,9 persen dalam waktu dekat. Target pemerintah sebesar 8 persen adalah angka yang berada jauh di atas proyeksi saat ini, dan mencerminkan dorongan kebijakan untuk akselerasi.
Mencapai pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 8 persen memang bukan sesuatu yang mustahil, tetapi jelas tidak mudah dalam waktu dekat. Proyeksi lembaga internasional seperti Bank Dunia, IMF, dan OECD masih menempatkan Indonesia di kisaran 4,7 sampai 5 persen. Artinya, angka 8 persen bukanlah prediksi statistik, melainkan sebagai arah atau target kebijakan yang lebih bersifat aspiratif.