Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Minggu, 7 September 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Sertifikasi ESG dan Budaya Inovasi: Sinergi untuk Masa Depan Bisnis

Dwi PurwantobyDwi Purwanto
30 Agustus 2025
in Artikel, ESG
Reading Time: 3 mins read
131 2
A A
0
#image_title

#image_title

153
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Selama ini, sertifikasi Environmental, Social, and Governance (ESG) kerap dipandang sebagai beban tambahan bagi perusahaan. Anggapan yang muncul: aturan yang ketat hanya akan mempersempit ruang gerak organisasi untuk bereksperimen. Namun, kenyataan justru menunjukkan sebaliknya. Sejumlah penelitian terbaru mengungkap bahwa sertifikasi bukanlah tembok penghalang, melainkan jembatan yang dapat menghubungkan perusahaan dengan budaya inovasi yang lebih kokoh (Fox & Klassen, 2025).

Budaya inovasi sendiri adalah bahan bakar utama bagi keberlangsungan bisnis di era persaingan global. Perusahaan yang terus berinovasi terbukti lebih tangguh menghadapi perubahan dibandingkan mereka yang memilih jalan aman dan stagnan (Crossan & Apaydin, 2010). Dalam konteks inilah, sertifikasi ESG hadir bukan sebagai birokrasi semata, melainkan sebagai katalis yang mendorong lahirnya ide-ide baru.

Proses sertifikasi menuntut perusahaan untuk menata ulang cara kerja mereka: bagaimana ide dikelola, bagaimana karyawan diberdayakan, hingga bagaimana kolaborasi dengan pihak luar dibangun (Dobni & Klassen, 2021). Tekanan untuk memenuhi standar membuat organisasi dipaksa keluar dari zona nyaman. Mereka harus memikirkan ulang solusi atas tantangan lingkungan maupun sosial. Sertifikasi, dengan demikian, menjadi semacam disiplin yang memaksa perusahaan melampaui rutinitas menuju arah yang lebih progresif.

Contoh-contoh nyata pun bermunculan. Sertifikasi Living Building Challenge (LBC), misalnya, mendorong perusahaan konstruksi untuk mencari material baru yang ramah lingkungan, menekan emisi karbon, dan merancang bangunan dengan visi keberlanjutan. Standar yang ketat justru melahirkan kreativitas: metode desain berubah, material alternatif ditemukan, dan manajemen proyek menjadi lebih efisien (International Living Future Institute, 2023). Di ranah keuangan, sertifikasi obligasi hijau di bawah pengawasan Climate Bond Initiative (CBI) mengharuskan transparansi dalam penggunaan dana. Dampaknya berlipat ganda: kepercayaan investor meningkat, sementara perusahaan terdorong menciptakan instrumen keuangan ramah lingkungan yang inovatif (Flammer, 2021).

Pada titik ini, sertifikasi ESG bekerja ganda—sebagai penopang reputasi sekaligus motor inovasi. Tak kalah penting, sertifikasi juga menuntut keterbukaan. Perusahaan tidak bisa bergerak sendirian. Mereka harus melibatkan konsultan, auditor independen, pemasok, hingga komunitas lokal. Kolaborasi lintas sektor inilah yang sejalan dengan konsep open innovation (Chesbrough & Appleyard, 2007), di mana ide-ide terbaik kerap lahir dari pertukaran gagasan dengan pihak luar.

Studi terbaru menegaskan bahwa keterlibatan pihak ketiga dalam proses sertifikasi mempercepat aliran pengetahuan dan memperluas jejaring bisnis (Fox & Klassen, 2025). Hubungan dengan lembaga sertifikasi juga membantu perusahaan memvalidasi klaim keberlanjutan, sehingga terhindar dari tuduhan greenwashing yang kerap menghantui. Pada akhirnya, sertifikasi menjadi bukan sekadar tanda di kertas, melainkan metodologi inovasi yang konkret—membangun sistem pengukuran kinerja yang transparan, strategi keberlanjutan yang terintegrasi, hingga teknologi baru yang mendukung pencapaian target ESG (Dobni, Klassen, & Wilson, 2023).

Tidak sedikit perusahaan teknologi yang menjadikan sertifikasi ESG sebagai peta jalan. Dari perangkat lunak manajemen energi hingga platform pemantau jejak karbon, proses sertifikasi telah mendorong terciptanya produk-produk yang sebelumnya tidak terpikirkan. Sertifikasi, dengan kata lain, bukan hanya alat evaluasi, tetapi juga inspirasi yang membimbing perusahaan berinovasi secara berkesinambungan.

Tentu, jalan menuju sertifikasi tidak tanpa rintangan. Biaya tambahan, pelatihan karyawan, penyesuaian sistem produksi, hingga audit eksternal kerap menjadi batu sandungan. Bahkan, kegagalan memperoleh sertifikasi tertentu, seperti obligasi hijau, bisa mencederai reputasi perusahaan (Fox & Klassen, 2025). Namun, peluang yang ditawarkan jauh lebih besar: legitimasi di mata investor, akses pasar yang lebih luas, dan kedekatan dengan konsumen yang semakin peduli terhadap keberlanjutan. Untuk UKM, sertifikasi bahkan bisa menjadi tiket masuk ke pasar global sekaligus memperkuat tata kelola internal (Carvalho, Wiek, & Ness, 2022).

Kunci dari semua ini terletak pada kepemimpinan. Seperti ditegaskan Fox dan Klassen (2025), budaya organisasi selalu dibentuk dari prioritas yang dipilih pemimpinnya. Jika manajemen puncak menjadikan ESG sebagai agenda strategis, maka arah perusahaan akan mengikuti. Sertifikasi pada akhirnya menjadi sinyal yang jelas: inovasi dan keberlanjutan bukan sekadar jargon, melainkan prioritas yang nyata.

Karena itu, sertifikasi ESG tidak sepatutnya dipandang hanya sebagai kewajiban administratif. Ia adalah instrumen strategis—alat untuk memperkuat budaya inovasi, membangun reputasi, sekaligus membuka jalan ke pasar baru. Lebih jauh lagi, sertifikasi ESG membantu perusahaan menciptakan nilai jangka panjang melalui reputasi yang baik, efisiensi operasional, dan inovasi berkelanjutan.

Dengan demikian, sertifikasi ESG dan budaya inovasi adalah dua sisi mata uang yang saling menguatkan. Perusahaan yang mampu menyinergikan keduanya akan lebih siap menghadapi tantangan bisnis masa depan, sekaligus meninggalkan jejak yang berarti dalam pembangunan berkelanjutan.

 

author avatar
Dwi Purwanto
See Full Bio
Share61Tweet38Send
Previous Post

Mengapa Sertifikasi ESG Penting untuk Daya Saing Perusahaan di Era Keberlanjutan

Next Post

Tantangan dan Peluang Sertifikasi ESG bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

Dwi Purwanto

Dwi Purwanto

Related Posts

Artikel

Kesetaraan GRI 102 dan IFRS S2 untuk Emisi GRK

4 September 2025
#image_title
Artikel

Tantangan dan Peluang Sertifikasi ESG bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

30 Agustus 2025
#image_title
Artikel

Mengapa Sertifikasi ESG Penting untuk Daya Saing Perusahaan di Era Keberlanjutan

30 Agustus 2025
#image_title
Analisis

Bangun Rumah Sendiri Kena PPN? Cek Aturan yang Berlaku per 1 Agustus 2025

29 Agustus 2025
Ilustrasi Data Digital
Analisis

Kedaulatan Digital, Kunci Masa Depan Penerimaan Pajak

27 Agustus 2025
Artikel

Pajak Digital untuk Keadilan

26 Agustus 2025
Next Post
#image_title

Tantangan dan Peluang Sertifikasi ESG bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

Kesetaraan GRI 102 dan IFRS S2 untuk Emisi GRK

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1479 shares
    Share 592 Tweet 370
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    1003 shares
    Share 401 Tweet 251
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    957 shares
    Share 383 Tweet 239
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    816 shares
    Share 326 Tweet 204
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    772 shares
    Share 309 Tweet 193
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.