Setiap pekerja berhak atas penghidupan yang layak. Hal ini merupakan amanat dari Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, bahwa tiap-tiap Warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Sebagai tindak lanjut dari UUD 1945, di Indonesia telah diatur mengenai kebjiakan pengupahan, yaitu melalui Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 s.t.d.t.d UU No. 6 Tahun 2023 (“UU Ketenagakerjaan”).
Berdasarkan Pasal 1 angka 30 UU Ketenagakerjaan, upah didefinisikan sebagai hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja atas suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Upah ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan.
Dalam artikel ini, penulis hendak membahas beberapa pertanyaan terkait pengupahan sbb.:
- Kapan timbul dan berakhirnya hak pekerja atas upah?
- Berapa upah yang harus dibayarkan pengusaha kepada pekerja?
- Bagaimana aspek perpajakan atas upah?
Timbul dan Berakhirnya Hak Pekerja atas Upah
Berdasarkan Pasal 88A UU Ketenagakerjaan, hak pekerja atas upah timbul saat terjadi hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha dan berakhir saat putusnya hubungan kerja. Di dalam hal ini, hubungan kerja terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan buruh.
Perjanjiian kerja ini dapat dibuat baik secara tertulis atau lisan sesuai yang diatur di Pasal 51 UU Ketenagakerjaan. Sementara itu, hak pekerja atas upah berakhir saat putusnya hubungan kerja. Putusnya hubungan kerja ini mencakup pemutusan hubungan kerena pemberhentian oleh perusahaan, pengunduran diri oleh pekerja, dan alasan-alasan lain yang disebutkan di Pasal 154A UU Ketenagakerjaan.
Besaran Upah
Pasal 88A UU Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa besarnya upah yang pengusaha wajib bayarkan kepada pekerja adalah didasarkan pada kesepakatan. Akan tetapi, besaran upah berdasarkan kesepakatan tersebut tidak boleh lebih rendah dari upah minimum. Upah minimum diatur oleh Gubernur untuk tingkat Provinsi atau Kabupaten/Kota dengan syarat tertentu, serta disesuaikan setiap tahunnya.
Apabila kesepakatan upah lebih rendah atau bertentangan dengan kententuan upah minumum, kesepakatan tersebut batal demi hukum dan pengupahan mesti dilaksanakan dengan mengacu pada ketentuan perundang-undangan. Selain UU Ketenagakerjaan, ketentuan pengupahan juga diatur lebih lanjut di Peraturan Pemerintah (“PP”) No. 36 Tahun 2021 (“PP 36/2021”).
Bagaimana jika perusahaan adalah Usaha Mikro dan Usaha Kecil (UMK)? Pasal 36 PP 36 2021 menyebutkan bahwa UMK dikecualikan dari ketentuan upah minimum. Upah pekerja di UMK ditetapakn berdasarkan kesepakatan dengan ketentuan paling sedikit adalah sebesar 50% dari rata-rata konsumsi masyarakat dan 25% di atas garis kemiskinan di tingkat provinsi.
Dalam hal ini, upah pekerja mungkin saja lebih rendah dari ketentuan upah minimum. Sebagai contoh, jika berdasarkan data BPS rata-rata pengeluaran perkapita sebulan makanan dan bukan makanan adalah sebesar Rp 2.525.347, maka upah terendah pekerja UMK bisa-bisa sebesar Rp 1.262.673,5. Kendati demikian, UMK yang dapat dikecualikan dari ketentuan upah inimum ini harus memenuhi kriteria tertentu.
Aspek Pajak
Untuk membahas perpajakan atas upah pekerja, kita prlu memahami dasar-dasar perpajakan di Indonesia, khususnya tentang Pajak Penghasilan. Pajak Penghasilan atau PPh adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di suatu tahun pajak berdasarkan UU No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. s.t.d.t.d UU No. 6 Tahun 2023 (“UU PPh”).
Subjek pajak sendiri dibagi tiga, yaitu orang pribadi (termasuk warisan belum terbagi), badan, dan bentuk usaha tetap. Subjek pajak belum memiliki kewajiban perpajakan sebelum kemudian menjadi wajib pajak. Berdasarkan penjelasan Pasal 1 UU PPh, wajib pajak PPh adalah subjek pajak yang menerima atau memperoleh objek pajak di dalam suatu tahun pajak.
Objek PPh adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Kembali ke topik kita saat ini, upah yang diterima pekerja termasuk ke dalam objek pajak penghasilan di Pasal 4 ayat (1) huruf a yaitu penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa. Upah pekerja dikenakan PPh meskipun tidak seluruhnya. Ketentuan PPh di Indonesia memiliki besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Besaran PTKP yang diberikan kepada orang pribadi tiap tahunnya adalah sebagai berikut:
- Rp 54.000.000 untuk diri wajib pajak;
- Rp 4.500.000 tambahan untuk wajib pajak yang kawin;
- Rp 54.000.000 tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami; dan
- Rp 4.500.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
Dengan begitu, pekerja yang menerima penghasilan di bawah PTKP tidak dikenakan PPh. Apabila pekerja tersebut menerima penghasilan di atas PTKP, penghasilan yang diterimanya dikenakan PPh. Akan tetapi, PPh hanya dikenakan atas selisih antara PTKP dan penghasilan yang diterima. Sedangkan Tarif PPh untuk orang pribadi adalah tarif progresif yang diatur di Pasal 17 ayat (1) huruf a.
Contoh 1:
Pekerja A, yang belum menikah atau punya anak, bekerja di perusahaan kecil sebagai karyawan tetap dan menerima upah per bulan sebesar Rp 3.500.000. Apabila upah pekerja A dihitung satu tahun, dengan cara dikali 12, upah yang diterima pekerja A masih belum mencapai PTKP yang sebesar Rp 54.000.000. Oleh karena itu, penghasilan yang diterima oleh pekerja A ini masih belum dikenakan pajak.
Contoh 2:
Pekerja B, belum menikah dan tidak punya tanggungan, bekerja di perusahaan di DKI Jakarta dengan upah per bulan sebesar Rp 10.000.000. Apabila disetahunkan, penghasilan yang diterima pekerja B sudah melebihi PTKP. Penghasilan yang diterima oleh pekerja B dikenakan PPh dengan perhitungan sebagai berikut:
A | Penghasilan (Ph) bruto sebulan | |
1 | Ph teratur (gaji, tunjangan, insentif, lembur, natura/kenikmatan) | 10,000,000 |
2 | Ph tidak teratur (THR dan/atau Bonus) | – |
3 | Total Ph bruto sebulan [1+2+3] | 10,000,000 |
4 | Ph disetahunkan [#3 x 12] | 120,000,000 |
B | Pengurang penghasilan bruto | |
1 | Biaya jabatan [5% x Ph bruto; maksimal Rp 500.000 sebulan] | 6,000,000 |
2 | PTKP [TK/0] | 54,000,000 |
3 | Total Pengurang Ph Bruto [1+2] | 60,000,000 |
C | Ph Kena Pajak [A4d – B3] | 60,000,000 |
D | PPh 21 setahun | |
1 | 5% x Rp 60.000.000 | 3,000,000 |
2 | 15%x [Rp 60.000.000 s.d Rp 250.000.000] | – |
3 | 15% x [Rp 250.000.000 s.d Rp 500.000.000] | – |
4 | 25% x [Rp 250.000.000 s.d Rp 500.000.000] | – |
5 | 30% x [Rp 500.000.000 s.d Rp 5.000.000.000] | – |
6 | 35% x [di atas Rp 5.000.000.000] | – |
7 | Total PPh 21 setahun [1+…+6] | 3,000,000 |
Ringkasan
Dengan demikian, hak pekerja atas upah dimulai saat adanya hubungan kerja. Upah yang menjadi hak pekerja mengikuti kesepakatan antara pekerja dan pengusaha tetapi tidak boleh kurang dari ketentuan upah minimum yang ditentukan. Apabila upah pekerja yang tertera di kesepakatan kerja lebih rendah dari upah minimun, maka kesepakatan tersebut batal demi hukum dan pengupahan mengikuti ketentuan pengupahan yang berlaku. Akan tetapi, ketentuan upah minimum dikecualikan untuk Usaha Mikro dan Usaha Kecil.
Dari sisi pajak, upah yang diterima oleh pekerja merupakan objek PPh. Akan tetapi, upah tersebut baru akan dikenakan pajak apabila telah melebihi besaran PTKP. Perlu dicatat bahwa mekanisme pemajakan PPh atas upah umumnya menggunakan mekanisme pemotongan oleh pemberi kerja yang ketentuannya diatur di Pasal 21 UU PPh.
Editor: Ismail Khozen