Bayangkan seorang Wajib Pajak orang pribadi bernama Abdul (bukan nama asli) telah berjuang menghabiskan waktu dan pikiran untuk mengisi SPT Tahunan sesuai dengan ketentuan yang berlaku secara mandiri karena mendapatkan wewenang self-assessment system. Namun, beberapa bulan kemudian tiba sepucuk “surat cinta” yang dikirim oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Istilah “surat cinta” pajak ini sering menggantikan istilah SP2DK (Surat Permintaan Penjelasan atas Data/Keterangan) yang secara intensif diterbitkan oleh kantor pajak sebagai “bentuk perhatian” (berupa pengawasan kepatuhan) terhadap Wajib Pajak.
Alih alih senang menerima surat cinta dari kekasihnya, Wajib Pajak justru seringkali harus “direpotkan” oleh isi surat cinta tersebut. Dengan kata lain, Wajib Pajak harus segera menyiapkan respon sesuai dengan apa keinginan pengirim surat cinta tersebut.
Bagi Abdul, surat cinta yang diterima menimbulkan rasa khawatir jika beliau akan dikenai denda, serta rasa bingung karena merasa SPT yang disampaikan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, Abdul segera mencari tahu aspek-aspek yang diteliti oleh DJP berdasarkan SPT yang telah dilaporkan oleh seorang Wajib Pajak.
Aspek-Aspek Yang Diteliti Dalam SPT
Berdasarkan Pasal 183 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan penelitian atas Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan SPT Tahunan yang disampaikan oleh Wajib Pajak. Penelitian ini mencakup beberapa aspek untuk memastikan kepatuhan dan kelengkapan dokumen perpajakan, sebagai berikut:
- Tanda Tangan SPT
SPT harus ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). - Penggunaan Bahasa dan Mata Uang
Jika SPT disampaikan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan mata uang selain rupiah, hal ini hanya diperbolehkan bagi Wajib Pajak yang telah memperoleh izin dari Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah. - Kelampiran Dokumen Pendukung
SPT harus dilampiri dengan keterangan dan/atau dokumen pendukung sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (6) UU KUP. - SPT Lebih Bayar
Untuk SPT yang menyatakan lebih bayar, penyampaian harus dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun setelah berakhirnya Masa Pajak, Tahun Pajak, atau Bagian Tahun Pajak, dan Wajib Pajak harus telah menerima teguran secara tertulis. - Status Pemeriksaan
SPT harus disampaikan sebelum DJP melakukan pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka, atau menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
Penelitian ini merupakan bagian dari upaya DJP untuk memastikan bahwa SPT yang disampaikan oleh Wajib Pajak memenuhi ketentuan formal dan material sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika peneliti DJP merasa SPT yang telah disampaikan Wajib Pajak belum memenuhi ketentuan, maka KPP akan menerbitkan surat cinta/SP2DK kepada Wajib Pajak.
Berdasarkan SE 05/2022, SP2DK adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak kepada Wajib Pajak sebagai bagian dari pelaksanaan P2DK. P2DK sendiri merupakan upaya meminta penjelasan dari Wajib Pajak atas data dan/atau keterangan yang diperoleh melalui Penelitian Kepatuhan Material, ketika terdapat indikasi ketidakpatuhan atau kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penelitian Kepatuhan Material menurut SE 05/2022 didefinisikan sebagai kegiatan penelitian atas kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban/ketentuan material perpajakan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan.
Konsep Data Matching
Semula berawal dari jumlah petugas pajak yang jauh lebih sedikit dibandingkan Wajib Pajak, otoritas pajak mengadopsi pendekatan manajemen risiko yang umum dipakai di dunia bisnis. Salah satu jenis risiko utama adalah risiko ketidakpatuhan.
Oleh karena itu, banyak negara memasukkan prinsip-prinsip manajemen risiko bisnis ini ke dalam kebijakan perpajakan mereka, yang kemudian dikenal sebagai Compliance Risk Management (CRM). Dalam praktiknya, CRM mendukung penerapan pemeriksaan pajak berbasis risiko (risk-based tax audit) dengan memanfaatkan teknik pencocokan data (data matching) untuk mengidentifikasi potensi ketidakpatuhan.
Salah satu langkah kunci dalam kebijakan Compliance Risk Management (CRM) di setiap KPP terutama melalui mekanisme data matching. Konep tersebut melaksanakan penelitian kepatuhan material terhadap Wajib Pajak Strategis. Pelaksanaan data matching ini berpedoman pada Surat Edaran Direktor Jenderal Pajak Nomor SE-05/PJ/2022 tentang Pengawasan Kepatuhan Wajib Pajak.
Dalam rangka pelaksanaan data matching, petugas KPP bersama Supervisor Fungsional Pemeriksa melakukan Penelitian Komprehensif atas aspek material seluruh jenis pajak yang terutang oleh Wajib Pajak Strategis, mencakup periode Tahun Pajak yang sudah lewat hingga sebelum Tahun Pajak berjalan.
Penelitian Kepatuhan Material berarti memeriksa apakah Wajib Pajak sudah melaksanakan kewajiban perpajakan mereka dengan benar, dan dibagi menjadi dua jenis:
- Penelitian Tahun Pajak Berjalan
- Dilakukan pada Masa Pajak yang pelaporan dan pembayarannya sudah jatuh tempo di tahun ini.
- Bisa mencakup satu atau beberapa jenis pajak, berdasarkan semua data dan informasi yang dimiliki DJP.
- Hasilnya dicatat dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKPt) dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHPt) di Sistem Informasi Pengawasan.
- Penelitian Komprehensif untuk Tahun Pajak Sebelumnya
- Penelitian dilakukan atas Masa Pajak yang jatuh tempo pelaporan dan pembayaran pada tahun berjalan.
- Penelitian dapat dilakukan atas satu atau beberapa jenis pajak berdasarkan seluruh data dan/atau informasi yang dimiliki dan/atau diperoleh DJP.
- Hasil penelitian dan tindak lanjutnya dituangkan ke dalam KKPt dan LHPt yang disusun di dalam Sistem Informasi Pengawasan.
Penelitian Komprehensif untuk Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak berjalan dimulai begitu Direktorat Jenderal Pajak menetapkan Dasar Pengenaan Pajak sebagai titik tolak pengawasan. Setelah itu, tim pemeriksa akan melanjutkan tugasnya begitu Wajib Pajak menyerahkan SPT Tahunan PPh atau, bila laporan terlambat, segera setelah batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh berakhir sesuai ketentuan yang berlaku.
Dengan demikian, DJP memastikan bahwa seluruh kewajiban perpajakan periode sebelumnya diperiksa secara menyeluruh, baik dari sisi kelengkapan dokumen maupun keabsahan perhitungan pajak yang dilaporkan.