Bagi sebagian orang, pajak hanyalah rutinitas tahunan: isi formulir, lapor, bayar—selesai. Bagi sebagian lain, pajak adalah topik yang rumit, penuh istilah hukum, dan sebaiknya dihindari pembahasannya. Padahal, pajak adalah “urat nadi” negara. Tanpanya, jalan raya, rumah sakit, hingga gaji guru tak akan berjalan sebagaimana mestinya.
Sayangnya, upaya edukasi pajak di Indonesia sering kali belum menyentuh akar masalah. Memang, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sudah menggelar berbagai sosialisasi—mulai dari webinar, kelas pajak, hingga tax gathering—namun sebagian besar bersifat top-down: pemerintah memberi materi, masyarakat menerima. Hasilnya? Banyak orang tahu cara melapor, tapi tidak paham mengapa mereka perlu melakukannya.
Edukasi yang Datang Saat Butuh Saja
Realitanya, sebagian besar edukasi pajak muncul menjelang masa pelaporan SPT atau ketika ada aturan baru. Informasi disampaikan cepat, kadang dengan bahasa teknis yang kaku, membuat masyarakat kewalahan mencerna. Di sisi lain, inisiatif swasta dan komunitas—seperti platform pembelajaran online, kanal media, atau forum diskusi pajak—mulai berkembang, tapi belum menjangkau semua lapisan.
Bandingkan dengan negara seperti Australia, yang memasukkan pajak ke dalam kurikulum sekolah menengah. Siswa tidak hanya diajarkan mengisi formulir, tetapi juga memahami bagaimana pajak membiayai taman kota, layanan kesehatan, hingga penelitian ilmiah. Edukasi pajak di sana bukan sekadar transfer informasi, tapi pembentukan kesadaran sejak dini.
Mengapa Sulit Berkembang?
Ada beberapa tantangan yang membuat edukasi pajak di Indonesia berjalan tersendat:
-
Keterbatasan SDM penyuluh: Rasio petugas pajak dan wajib pajak sangat timpang.
-
Kesenjangan digital: Tidak semua daerah memiliki akses internet memadai.
-
Kompleksitas aturan: Perubahan regulasi cepat dan bahasa hukum sulit dipahami.
-
Kepercayaan publik: Kasus kebocoran data atau pelayanan publik yang buruk memengaruhi minat belajar pajak.
-
Budaya “cuek pajak”: Anggapan bahwa menghindari pajak (selama legal) adalah hal biasa.
Menuju Edukasi Pajak yang Ideal
Idealnya, edukasi pajak harus:
-
Berbasis literasi fiskal jangka panjang – Mengajarkan mengapa membayar pajak itu penting.
-
Terintegrasi dengan pendidikan formal – Masuk kurikulum sekolah dan kampus.
-
Mudah diakses – Menggunakan bahasa sederhana, infografik, video singkat, simulasi interaktif.
-
Partisipatif – Ada forum tanya-jawab, tax clinic, dan komunitas belajar pajak.
-
Kolaboratif – Pemerintah, swasta, media, akademisi, dan tokoh publik bekerja bersama.
Pada akhirnya, pajak bukan hanya soal kewajiban, tetapi juga soal memahami bagaimana setiap rupiah yang kita setorkan ikut membangun masa depan bersama.