Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Sabtu, 2 Agustus 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Membongkar Mitos ESG

Dwi PurwantobyDwi Purwanto
28 Juli 2025
in Artikel, ESG
Reading Time: 4 mins read
130 4
A A
0
Little kid grow plant with eco icon symbolize natural preservation for future sustainable generation by growing plant to reduce carbon emission and using ESG green technology. Reliance

Little kid grow plant with eco icon symbolize natural preservation for future sustainable generation by growing plant to reduce carbon emission and using ESG green technology. Reliance

153
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Dalam beberapa tahun terakhir, pendekatan Environmental, Social, and Governance (ESG) menjadi salah satu topik paling menonjol dalam diskusi global mengenai masa depan dunia usaha. ESG tidak lagi diposisikan sebagai pelengkap, melainkan telah bertransformasi menjadi kebutuhan strategis dalam tata kelola perusahaan modern. Namun, di balik popularitasnya yang terus meningkat, tersembunyi beragam asumsi yang belum tentu sejalan dengan kenyataan di lapangan.

Transformasi ESG dari sekadar inisiatif sukarela menjadi bagian tak terpisahkan dari strategi bisnis telah terjadi di berbagai belahan dunia. Mulai dari Amerika Serikat hingga Asia Tenggara, semakin banyak perusahaan menanamkan prinsip ESG dalam operasional mereka. Lonjakan aliran dana ke reksa dana bertema ESG menunjukkan dukungan investor institusional, regulator, dan opini publik terhadap pendekatan keberlanjutan. Bursa efek dan lembaga pengawas pun turut memperkuat tren ini dengan mendorong pelaporan keberlanjutan yang lebih sistematis.

Namun, di tengah antusiasme ini, muncul pertanyaan mendasar yang layak dikaji ulang. Apakah semua pihak memiliki pemahaman yang sama tentang ESG? Apakah seluruh inisiatif yang mengusung label ESG benar-benar mencerminkan prinsip keberlanjutan? Dan yang terpenting, apakah ESG menghasilkan manfaat nyata bagi perusahaan dan masyarakat luas? Berikut ini adalah sejumlah mitos yang kerap mewarnai perbincangan seputar ESG di dunia bisnis.

Mitos 1: Kita Semua Sepakat tentang Arti ESG

Salah satu mitos terbesar seputar ESG adalah anggapan bahwa istilah ini telah memiliki definisi yang disepakati bersama. Kenyataannya, tafsir terhadap ESG sangat beragam. Sebagian pihak mengartikannya sebagai alat manajemen risiko jangka panjang, sementara yang lain melihatnya sebagai ekspresi tanggung jawab moral perusahaan. Survei global menunjukkan hanya sebagian kecil perusahaan yang merasa definisi ESG sudah cukup jelas dan seragam.

Ketidakseragaman ini menimbulkan kebingungan dalam praktik. Tanpa pemahaman yang sama, sulit menyusun tolok ukur yang dapat diandalkan untuk menilai keberhasilan ESG. Akibatnya, standar implementasi menjadi tidak konsisten antar industri dan yurisdiksi.

Mitos 2: ESG Selalu Meningkatkan Nilai Perusahaan

Narasi umum yang berkembang menyebutkan bahwa ESG adalah strategi untuk “berbuat baik sambil meraih untung”. Perusahaan yang mengadopsi ESG diyakini lebih disukai oleh investor, memiliki karyawan yang lebih loyal, dan pelanggan yang lebih setia. Beberapa riset memang mendukung pandangan ini, namun hasilnya tidak seragam.

Meta-analisis terhadap ratusan studi menunjukkan bahwa hubungan antara ESG dan kinerja keuangan sangat bergantung pada konteks, mulai dari sektor industri, lokasi geografis, hingga kualitas pelaksanaan ESG itu sendiri. Dalam beberapa kasus, investasi ESG justru menambah beban biaya tanpa memberikan imbal hasil sepadan. ESG bukan jaminan keuntungan, melainkan salah satu dari sekian banyak variabel strategis yang perlu dikelola secara hati-hati.

Mitos 3: Kita Bisa Langsung Menilai Apakah Suatu Praktik Benar-benar Merupakan ESG

Tidak semua inisiatif yang diklaim sebagai bagian dari ESG mencerminkan semangat keberlanjutan. Di sinilah muncul persoalan greenwashing, perusahaan menampilkan citra hijau melalui kampanye komunikasi, tetapi tidak melakukan perubahan mendasar dalam operasional. Misalnya, perusahaan mengumumkan penggunaan bahan daur ulang, padahal tetap menjadi salah satu produsen utama limbah plastik.

Ketiadaan parameter baku membuat penilaian ESG menjadi rumit. Sering kali, inisiatif ESG sulit dibedakan dari keputusan bisnis biasa, sehingga publik kesulitan menilai mana yang otentik dan mana yang sekadar kosmetik.

Mitos 4: Agenda ESG Sudah Terstruktur dan Dikendalikan Direksi

Idealnya, arah ESG ditentukan oleh direksi melalui proses strategis dan berbasis risiko. Namun, realitasnya menunjukkan bahwa banyak agenda ESG hanya bersifat reaktif terhadap tekanan eksternal. Survei menunjukkan bahwa sebagian besar anggota direksi belum memahami ESG secara mendalam dan tidak memiliki kerangka kerja yang terdokumentasi.

Tanpa kepemimpinan yang jelas, ESG rentan menjadi respons jangka pendek yang dangkal. Ketiadaan kerangka yang kuat membuat inisiatif keberlanjutan kehilangan daya dorong strategis dan hanya berakhir sebagai laporan formal.

Mitos 5: Governance (G) adalah Bagian yang Sama Pentingnya dalam ESG

Komponen tata kelola (governance) sering kali dianggap setara dengan aspek lingkungan dan sosial. Padahal, peran tata kelola jauh lebih mendasar. Tata kelola merupakan sistem pengawasan dan pengendalian yang menjadi fondasi dari seluruh kebijakan ESG. Sayangnya, banyak perusahaan yang mengabaikan pilar ini. Mereka mengadopsi ESG tanpa memperkuat struktur tata kelola yang mendasarinya.

Tanpa sistem tata kelola yang solid, ESG hanya menjadi wacana. Tidak ada jaminan bahwa nilai-nilai keberlanjutan akan diwujudkan dalam keputusan bisnis sehari-hari.

Mitos 6: Peringkat ESG Adalah Ukuran yang Akurat

Banyak pihak mengandalkan peringkat ESG dari lembaga pemeringkat independen untuk menilai kualitas ESG suatu perusahaan. Namun, penelitian menunjukkan adanya perbedaan tajam antar peringkat dari lembaga yang berbeda. Dalam banyak kasus, dua lembaga dapat memberikan skor ESG yang bertolak belakang terhadap perusahaan yang sama.

Hal ini mencerminkan belum adanya standar metodologi yang seragam. Ketika sistem pemeringkatan tidak transparan dan subjektif, kredibilitasnya patut dipertanyakan. Padahal, banyak investor dan masyarakat umum sangat bergantung pada peringkat ini dalam pengambilan keputusan.

Mitos 7: Kewajiban Pengungkapan ESG Akan Menyelesaikan Segalanya

Pengungkapan ESG dianggap sebagai langkah menuju transparansi. Namun, pelaporan semata tidak menjamin pemahaman yang lebih baik. Tanpa standar pelaporan yang jelas dan sistem audit yang memadai, informasi ESG justru dapat menjadi sumber kebingungan atau bahkan disalahgunakan.

Selain itu, standar pelaporan yang terlalu kompleks dapat menjadi beban tambahan, terutama bagi pelaku usaha kecil dan menengah. Oleh karena itu, kebijakan pelaporan perlu memperhatikan proporsionalitas serta efektivitas informasi yang disampaikan kepada publik.

Menuju Praktik ESG yang Lebih Bermakna

Untuk menghadapi kompleksitas ESG, perusahaan perlu beranjak dari sekadar simbolisme menuju integrasi substansial. ESG yang bermakna menuntut penguatan tata kelola, penggunaan data dan analisis risiko sebagai dasar kebijakan, serta pelibatan pemangku kepentingan secara berkelanjutan.

Lebih dari itu, dibutuhkan mekanisme evaluasi independen yang mampu mengukur efektivitas ESG secara objektif dan menyeluruh. Kerja sama antara regulator, lembaga keuangan, dan pelaku pasar sangat penting untuk membentuk ekosistem yang mendorong kualitas dan bukan sekadar kepatuhan administratif.

ESG bukanlah solusi instan atas seluruh persoalan sosial dan lingkungan. Namun, jika dijalankan dengan niat tulus, pendekatan berbasis bukti, serta tata kelola yang kokoh, ESG tetap merupakan jalan strategis menuju dunia usaha yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan.

 

author avatar
Dwi Purwanto
See Full Bio
Tags: ESGKonsutan ESGMitos ESGSkor ESG
Share61Tweet38Send
Previous Post

Apakah Sertifikasi ESG Menambah Nilai Perusahaan?

Next Post

Membangun Keseimbangan Hak dan Kewajiban Melalui Taxpayers’ Charter

Dwi Purwanto

Dwi Purwanto

Related Posts

Ilustrasi ESG
Analisis

Menjadikan ESG Pilar Strategi, Bukan Sekadar Formalitas

1 Agustus 2025
Artikel

Memahami PSPK 1 untuk Laporan Keberlanjutan

1 Agustus 2025
Piagam Wajib Pajak
Artikel

Membangun Keseimbangan Hak dan Kewajiban Melalui Taxpayers’ Charter

28 Juli 2025
Artikel

Apakah Sertifikasi ESG Menambah Nilai Perusahaan?

28 Juli 2025
Artikel

ESG sebagai Strategi Nilai Jangka Panjang

28 Juli 2025
Artikel

Tren Implementasi Laporan Keberlanjutan

25 Juli 2025
Next Post
Piagam Wajib Pajak

Membangun Keseimbangan Hak dan Kewajiban Melalui Taxpayers' Charter

Pajak

Apa Kewajiban Perpajakan Bagi Wajib Pajak di Sektor Jasa

Memahami PSPK 1 untuk Laporan Keberlanjutan

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1477 shares
    Share 591 Tweet 369
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    999 shares
    Share 400 Tweet 250
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    955 shares
    Share 382 Tweet 239
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    812 shares
    Share 325 Tweet 203
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    768 shares
    Share 307 Tweet 192
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.