Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Rabu, 20 Agustus 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Pajak Bukan Zakat: Cacat Logika Sri Mulyani

Pratama Indomitra KonsultanbyPratama Indomitra Konsultan
15 Agustus 2025
in Artikel
Reading Time: 3 mins read
127 9
A A
0
Pajak tidak sama dengan zakat
156
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Dalam Sarasehan Nasional Ekonomi Syariah pada 13 Agustus 2025 lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan “pajak memiliki keselarasan nilai dengan instrumen ekonomi Islam seperti zakat dan wakaf”, karena sama-sama merupakan mekanisme pengumpulan harta untuk kepentingan umum. Pernyataan ini lantas menuai berbagai komentar, khususnya karena dikemukakan di forum yang sarat dengan sensitivitas keagamaan.

Cacat Logika Secara Konsep

Zakat dan pajak bukanlah instrumen yang sama. Dalam Islam, zakat adalah ibadah wajib dengan aturan yang baku: kadar atau nisab, tarif, waktu penarikan, dan terutama sasaran penerima (8 asnaf) yang ditetapkan dalam Al-Qur’an (QS At-Taubah:60). Adapun pajak adalah kewajiban kenegaraan yang sifatnya ijtihadi dan sepenuhnya ditentukan pemerintah, baik tarif (termasuk perubahan tarifnya), objek, maupun penggunaannya.

Menyamakan keduanya hanya karena sama-sama “mengambil sebagian harta untuk kepentingan umum” adalah fallacy of false equivalence — mengabaikan perbedaan mendasar dalam sumber hukum, tujuan spiritual, dan mekanisme distribusi.

Secara konsep distribusi kekayaan, zakat harus disalurkan langsung kepada 8 golongan (fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, fi sabilillah, ibn sabil). Di sisi lain, pajak tidak memiliki batasan ini; uang pajak bisa digunakan untuk proyek infrastruktur, gaji pejabat, atau bahkan subsidi sektor yang tidak sesuai prinsip syariah (misalnya industri berbasis bunga). Menyamakan pajak dengan zakat mengabaikan perbedaan ketatnya syarat penyaluran pada zakat.

Selain itu dalam Islam, hak orang lain dalam harta memang ada (zakat, infak, sedekah, wakaf), tapi definisinya spesifik. Tidak semua pungutan negara otomatis termasuk “hak orang lain” dalam pengertian syariah. Menyebut pajak sebagai “hak orang lain” tanpa memenuhi syarat-syarat syar’i itu adalah penyempitan makna hak milik yang problematik.

Cacat Logika Secara Legitimasi

Dengan mengasosiasikan pajak dengan zakat, ada potensi Sri Mulyani meminjam legitimasi agama untuk memaksa ketaatan pajak. Ini rawan jatuh ke logical appeal to authority (religion), bukan argumen rasional tentang efektivitas pajak.

Cacat Logika dari Segi Praktis

Zakat memiliki pengelolaan jelas, ada amil yang wajib melapor, penerima spesifik, dan proporsi distribusi terukur. Sebaliknya, realisasi pajak dapat atau bahkan sering tidak transparan, rawan kebocoran, dan sebagian digunakan untuk hal-hal yang tidak memberi manfaat langsung pada golongan miskin. Menyamakan keduanya mengabaikan trust gap yang besar antara publik dan pengelolaan pajak negara.

Sri Mulyani memang menyebut program PKH, bantuan sembako, subsidi UMKM, dll., namun dalam APBN, porsi belanja sosial jauh lebih kecil dibanding belanja rutin, pembayaran bunga utang, dan belanja kementerian/lembaga. Artinya, klaim “pajak kembali ke rakyat miskin” hanya parsial dan tidak menggambarkan realitas penuh.

Secara umum pernyataan Sri Mulyani yang menyebut pajak selaras dengan semangat Islam mengandung setidaknya 4 cacat logika:

  1. False equivalence → menyamakan dua hal yang berbeda secara fundamental.

  2. Religious appeal fallacy → memanfaatkan legitimasi agama untuk mendukung kebijakan sekuler.

  3. Oversimplification → mengabaikan kompleksitas pengelolaan pajak vs. zakat.

  4. Cherry picking → hanya menampilkan program pajak yang membantu rakyat miskin, mengabaikan belanja negara yang tidak terkait langsung dengan distribusi kekayaan.

author avatar
Pratama Indomitra Konsultan
See Full Bio
Tags: PajakPemerintahZakat
Share62Tweet39Send
Previous Post

PSPK 2: Standar Baru Pengungkapan Iklim di Indonesia

Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Indomitra Konsultan

Related Posts

Artikel

PSPK 2: Standar Baru Pengungkapan Iklim di Indonesia

14 Agustus 2025
#image_title
Analisis

Pemerintah Resmi Mengatur Ulang Regulasi Pajak Emas

13 Agustus 2025
Edukasi Pajak di Indonesia
Artikel

Mengapa Edukasi Pajak Indonesia Belum Kena Sasaran?

11 Agustus 2025
#image_title
Artikel

Perusahaan Dapat Memulai Penerapan ESG dari Hal Kecil

8 Agustus 2025
Sumber: Dokumentasi internal
Artikel

Merindukan Kembalinya Keotentikan Penulis

7 Agustus 2025
Ilustrasi ESG
Analisis

Menjadikan ESG Pilar Strategi, Bukan Sekadar Formalitas

1 Agustus 2025

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1478 shares
    Share 591 Tweet 370
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    1002 shares
    Share 401 Tweet 251
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    956 shares
    Share 382 Tweet 239
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    813 shares
    Share 325 Tweet 203
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    771 shares
    Share 308 Tweet 193
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.