Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Kamis, 8 Mei 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Serba-Serbi PPN Pasca PMK-131/2024

Muchamad Fikri YuliantobyMuchamad Fikri Yulianto
15 Januari 2025
in Artikel
Reading Time: 3 mins read
135 5
A A
0
Ilustrasi Era Baru PPN

Sumber: Freepik

160
SHARES
2k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Pemerintah di penghujung tahun kembali melakukan kejutan terkait penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) di bidang perpajakan. Sebelumnya, di tanggal 29 Desember 2023 terbit PMK-168/2023 yang mensimplifikasi pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 21 dengan skema Tarif Efektif Rata-Rata (TER).

Setahun berselang, tepatnya 31 Desember 2024 diterbitkan PMK-131/2024. Aturan tersebut merupakan tindak lanjut dari penyesuaian ketentuan PPN yang berlaku untuk tahun 2025.

Sesuai amanat Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang PPN, pemerintah diharuskan untuk menaikkan tarif PPN menjadi 12% terhitung mulai 1 Januari 2025. Di sisi lain, pemerintah juga dihadapkan dengan kritikan dari berbagai pihak yang menyatakan bahwa kebijakan tersebut akan menekan daya beli masyarakat sehingga dapat berimbas terhadap pertumbuhan ekonomi.

Sebagai solusi dari situasi tersebut, pemerintah akhirnya menerbitkan PMK-131/2024 yang mengatur tentang pengenaan “tarif efektif” PPN. Lalu apa yang dimaksud dengan “tarif efektif” PPN?

Tarif PPN

Pasal 8A ayat (1) Undang-Undang PPN menyebutkan bahwa PPN terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) meliputi Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain.

Masih dalam beleid yang sama, Pasal 16G huruf a menyebutkan bahwa ketentuan Pasal 8A ayat (1) akan diatur lebih lanjut dalam PMK, yang di antaranya adalah PMK-131/2024. Secara ringkas, Pasal 3 beleid tersebut menjelaskan bahwa atas transaksi selain yang berhubungan dengan Barang Kena Pajak (BKP) tergolong mewah, PPN terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif PPN 12% dengan DPP berupa nilai lain sebesar 11/12 dari nilai transaksi.

Mengacu pada perhitungan tersebut, beban PPN yang ditanggung oleh Wajib Pajak sebenarnya adalah sebesar 11%. Oleh karena itu, meskipun terdapat kenaikan tarif PPN berdasarkan Undang-Undang, namun tarif atas beban PPN (tarif efektif PPN) yang harus disetorkan oleh Wajib Pajak tidak mengalami perubahan sama sekali. Kemudian, transaksi apa yang sebenarnya terdampak dengan kenaikan tarif PPN?

Transaksi Kena PPN

Terdapat 2 jenis transaksi, pertama adalah transaksi impor dan penyerahan BKP tergolong mewah, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 PMK-131/2024. Khusus atas transaksi penyerahan kepada konsumen akhir, ketentuan Pasal 2 baru berlaku mulai 1 Februari 2025, sebagaimana dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 5 beleid yang sama.

Terkait ketentuan BKP tergolong mewah, merujuknya pada PMK-141/2021 s.t.d.t.d PMK-42/2022 tentang penetapan jenis BKP kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM serta PMK-96/2021 s.t.d.t.d PMK-15/2023 tentang penetapan jenis BKP selain kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM.

Kedua adalah transaksi yang ketentuan perpajakannya telah diatur dengan PMK tersendiri, yaitu pengenaan PPN atas transaksi penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) dan BKP yang dihitung berdasarkan DPP nilai lain dan PPN besaran tertentu, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 PMK-131/2024.

Terkait ketentuan DPP nilai lain dapat merujuk di antaranya ke PMK-121/2015 tentang nilai lain sebagai DPP untuk transaksi seperti pemakaian sendiri serta pemberian cuma-cuma BKP/JKP. Sementara itu, sehubungan dengan ketentuan PPN besaran tertentu, aturannya merujuk di antaranya ke PMK-61/2022 tentang PPN atas kegiatan membangun sendiri.

Transasksi PPN dengan Kode Baru

Dengan sejumlah perubahan signifikan, dapat dikatakan bahwa ke depannya mayoritas transaksi PPN akan menggunakan kode transaksi faktur pajak 04 karena penambahan ketentuan terkait skema DPP nilai lain, sebagaimana yang terbaru diatur dalam PMK-131/2024.

Namun perlu diketahui, transaksi penyerahan berdasarkan DPP nilai lain sebenarnya berada di urutan ke-4 prioritas penggunaan kode faktur pajak, sesuai penjelasan lampiran Peraturan Dirjen Pajak No. 11 tahun 2022 (PER-11/2022) tentang format dan tata cara penggunaan kode dan nomor seri faktur pajak. Secara ringkas, aturan tersebut disajikan dalam bagan berikut.

Sumber: Slide PPT PER-11/2022 cfm DJPge_title

Selama Wajib Pajak melakukan penyerahan yang tidak terkait dengan Barang Kena Pajak (BKP) mewah maka perhitungan PPN terutang tetap mengacu pada skema DPP nilai lain berdasarkan PMK-131/2024. Termasuk terkait dengan penyerahan yang mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut atau ditanggung pemerintah (kode 07), fasilitas PPN dibebaskan (kode 08), serta penyerahan kepada pihak pemungut PPN instansi pemerintah (kode 02) maupun pemungut PPN selain instansi pemerintah (kode 03).

Lebih lanjut, petunjuk teknis penerbitan faktur pajak dalam rangka pelaksanaan PMK-131/2024 dapat merujuk ke PER-1/2025. Secara umum, penjelasan terpenting dalam beleid tersebut adalah mengenai ketentuan faktur pajak dalam masa transisi.

Dalam hal ini, Dirjen Pajak tidak akan menerapkan sanksi denda sebesar 1% dari DPP sesuai ketentuan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP, apabila terjadi kesalahan dalam penulisan tarif PPN terutang pada faktur pajak yang diterbitkan dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Maret 2025.

Share64Tweet40Send
Previous Post

Pajak Sebagai Instrumen Pengentasan Kemiskinan Struktural

Next Post

Bagaimana Menentukan Tested Party pada Transaksi Pinjaman?

Muchamad Fikri Yulianto

Muchamad Fikri Yulianto

Assistant Manager, Tax Audit Assistance PT Pratama Indomitra Konsultan

Related Posts

Ilustrasi nongkrong
Analisis

Menakar Kebijakan Pajak di Tengah Tren Nongkrong Modern

8 Mei 2025
Artikel

Memahami Penyusunan Transfer Pricing Document Sesuai PMK 172/2023

8 Mei 2025
Artikel

ESG: Jejak Menuju Dunia yang Lebih Berkelanjutan

6 Mei 2025
Transaksi Afiliasi
Artikel

Seni Mengelola Transaksi Afiliasi

6 Mei 2025
Artikel

Menambal Jurang Fiskal : UHNWI vs Buruh

5 Mei 2025
Artikel

Standar Baru Jaminan Laporan Keberlanjutan ISSA 5000

5 Mei 2025
Next Post
Ilustrasi pinjaman

Bagaimana Menentukan Tested Party pada Transaksi Pinjaman?

Cukai Minuman Berpemanis

Atasi Tantangan Kesehatan dari Konsumsi Minuman Berpemanis

Integrasi Coretax dan Govtech

GovTech dan Coretax: Inovasi dalam Efisiensi Perpajakan

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1459 shares
    Share 584 Tweet 365
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    916 shares
    Share 366 Tweet 229
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    898 shares
    Share 359 Tweet 225
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    741 shares
    Share 296 Tweet 185
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    712 shares
    Share 285 Tweet 178
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.