Hadirnya IFRS Sustainability Disclosure Standards (IFRS S1 dan S2) yang diterbitkan oleh International Sustainability Standards Board (ISSB) menandai fase baru dalam praktik pelaporan keberlanjutan global. Standar ini membawa perubahan signifikan yaitu menjadikan informasi keberlanjutan sebagai bagian integral dari laporan keuangan, sehingga isu lingkungan dan sosial tidak lagi dipandang sebagai faktor eksternal, tetapi sebagai bagian dari nilai perusahaan yang relevan bagi investor.
Namun, kehadiran standar global baru ini tidak berarti menggeser peran Global Reporting Initiative (GRI). Justru sebaliknya, GRI tetap relevan dan bahkan semakin penting karena memiliki fokus yang berbeda namun saling melengkapi dengan IFRS Sustainability Standards.
Sejak awal, GRI dibangun dengan pendekatan impact materiality. Standar ini menekankan bagaimana aktivitas perusahaan berdampak pada masyarakat, lingkungan, dan pemangku kepentingan secara luas. Dengan kata lain, GRI tidak sekadar berbicara tentang keberlanjutan dari sudut pandang risiko finansial, tetapi lebih menyoroti tanggung jawab perusahaan terhadap dunia di sekitarnya. Itulah sebabnya GRI menjadi rujukan penting dalam berbagai kebijakan berbasis dampak, seperti PROPER di Indonesia atau regulasi ESG yang menuntut akuntabilitas sosial lebih luas.
Sebaliknya, IFRS S1 dan S2 hadir dengan pendekatan financial materiality. Standar ini berfokus pada bagaimana isu keberlanjutan memengaruhi nilai perusahaan, kinerja keuangan, serta keputusan investor. Risiko iklim, misalnya, tidak hanya dipandang sebagai ancaman lingkungan, tetapi juga sebagai faktor yang dapat menurunkan aset perusahaan atau menambah biaya operasional di masa depan. Dengan integrasi penuh ke dalam kerangka laporan keuangan IFRS, ISSB mendorong agar isu keberlanjutan mendapat perhatian yang sama seriusnya dengan indikator finansial tradisional.
Interoperabilitas GRI dan IFRS Foundation
Kesadaran bahwa kedua standar ini tidak bisa berjalan sendiri mendorong GRI dan IFRS Foundation untuk memperkuat kolaborasi sejak 2022 melalui Memorandum of Understanding (MoU). Kolaborasi ini bertujuan membangun interoperabilitas, yaitu kemampuan bagi perusahaan untuk menggunakan kedua standar secara bersamaan tanpa harus menggandakan pengungkapan.
Upaya penyelarasan sudah terlihat nyata. ISSB dan GSSB (Global Sustainability Standards Board dari GRI) bekerja bersama dalam mengidentifikasi common disclosures, baik di level tematik maupun sektoral. Salah satu contohnya adalah pilot project tentang biodiversitas, di mana standar GRI 101 dipetakan dengan proyek biodiversitas ISSB. Langkah ini menunjukkan bahwa meskipun keduanya independen dalam proses pengambilan keputusan, ada komitmen serius untuk mengurangi duplikasi sekaligus menjaga kualitas standar.
Contoh lain yang lebih praktis adalah dalam hal pelaporan emisi gas rumah kaca (GHG). Pada Januari 2024, pemetaan antara GRI 305 dan IFRS S2 dipublikasikan, sehingga perusahaan yang sudah lebih dulu mengadopsi GRI 305 berada dalam posisi yang baik untuk memenuhi kewajiban IFRS S2. Dengan demikian, perusahaan tidak perlu lagi membuat laporan terpisah untuk hal yang sama, melainkan cukup menyajikan satu data yang dapat memenuhi kedua standar.
Dampak bagi Praktik Perusahaan
Kolaborasi GRI dan ISSB ini membawa implikasi signifikan bagi praktik pelaporan perusahaan. Pertama, GRI tetap relevan sebagai standar utama untuk melaporkan dampak sosial-lingkungan kepada publik luas. Kedua, IFRS S1 dan S2 memberi jembatan yang kuat untuk menyalurkan informasi keberlanjutan ke pasar modal, meningkatkan transparansi, dan memberikan investor pemahaman lebih utuh mengenai risiko serta peluang bisnis.
Yang paling penting, interoperabilitas membuat praktik pelaporan menjadi lebih efisien. Perusahaan kini bisa menyusun satu set pengungkapan yang relevan bagi ISSB dan sekaligus sesuai dengan GRI. Hal ini bukan hanya mengurangi beban administratif, tetapi juga memperkuat kualitas informasi yang disajikan. Daripada menyusun dua laporan yang berbeda dengan potensi inkonsistensi, perusahaan dapat mengintegrasikan keduanya dalam kerangka tunggal yang lebih komprehensif.
Sehingga, GRI tidak hanya tetap dipertahankan, tetapi kini justru mendapatkan posisi yang lebih strategis karena terintegrasi dengan IFRS Sustainability Standards. Perusahaan tidak perlu memilih salah satu, melainkan bisa memanfaatkan keduanya untuk menjawab kebutuhan semua pemangku kepentingan baik investor maupun masyarakat luas.
Hadirnya standar global ISSB memperkuat transparansi dan akuntabilitas di pasar modal, sementara GRI memastikan bahwa dampak nyata perusahaan terhadap lingkungan dan sosial tetap menjadi bagian penting dalam pelaporan keberlanjutan. Sinergi keduanya membuka jalan bagi laporan keberlanjutan yang benar-benar komprehensif, konsisten, dan efisien.