Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Sabtu, 2 Agustus 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Apakah Opsen Pajak Menambah Beban Wajib Pajak?

Kupas tuntas opsen pajak

Lambang Wiji ImantorobyLambang Wiji Imantoro
7 Januari 2025
in Analisis, Artikel
Reading Time: 4 mins read
129 10
A A
0
Ilustrasi opsen pajak

Sumber: Freepik

159
SHARES
2k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Pada akhir 2024, sebagian masyarakat dan pelaku usaha di Indonesia mulai khawatir dengan pemberlakuan opsen pajak daerah yang telah diterapkan pada 5 Januari 2025.

Kekhawatiran ini muncul karena mereka menganggap adanya potensi kenaikan beban pajak yang harus dibayar, terutama terkait Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), dan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB). Namun, apakah pemberlakuan opsen pajak ini benar-benar akan menambah beban pajak wajib pajak?

Selayang Pandang Opsen Pajak

Opsen pajak daerah diperkenalkan melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Peraturan ini menggantikan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).

Secara sederhana, opsen pajak merupakan pungutan tambahan yang dihitung berdasarkan persentase tertentu dari pajak utama. Ada tiga jenis opsen pajak yang diatur dalam UU HKPD, yaitu Opsen PKB, Opsen BBNKB, dan Opsen Pajak MBLB.

Opsen PKB dan Opsen BBNKB masing-masing dikenakan sebesar 66% dari tarif pajak pokoknya, sedangkan Opsen Pajak MBLB dikenakan sebesar 25%. Opsen PKB dan Opsen BBNKB akan dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota, sementara Opsen Pajak MBLB dipungut oleh pemerintah provinsi.

Pengenaan opsen pajak ini bertujuan untuk menggantikan skema bagi hasil pajak yang sebelumnya diatur dalam UU PDRD. Dengan demikian, kemandirian fiskal pemerintah daerah dapat ditingkatkan tanpa menambah beban pajak bagi masyarakat.

Beban Tambahan Bagi Wajib Pajak?

Salah satu prinsip opsen adalah bahwa pengenaan opsen tidak menambah beban maksimum Wajib Pajak pada saat berlaku UU PDRD. Ilustrasi di bawah ini menggambarkan bagaimana beban wajib pajak daerah tidak bertambah ketika opsen di UU HKPD menggantikan skema bagi hasil sesuai UU PDRD.

Sebagai ilustrasi, untuk PKB dengan nilai jual kendaraan bermotor sebesar Rp300 juta, dikalikan dengan tarif dasar PKB ditetapkan sebesar 1% (sesuai Prda PDRD Provinsi) dari nilai jual, menghasilkan PKB terutang sebesar Rp3 juta. Kemudian PKB terutang dikalikan dengan opsen sebesar 66% (sesuai UU HKPD), menghasilkan tambahan pajak yang dikenakan adalah Rp1,98 juta, sehingga total pajak yang dibayar masyarakat menjadi Rp4,98 juta atau setara dengan 1,66% dari nilai jual kendaraan. Angka ini masih lebih rendah dari batas maksimum PKB sebesar 2% yang diatur dalam Pasal 6 UU PDRD.

Ilustrasi serupa dapat dilihat pada BBNKB. Dengan nilai jual kendaraan bermotor sebesar Rp300 juta, dikalikan dengan tarif dasar BBNKB ditetapkan sebesar 8% (sesuai Perda PDRD Provinsi), menghasilkan pajak terutang sebesar Rp24 juta. Kemudian pajak terutangnya dikalikan Opsen sebesar 66% (sesusai UU HKPD) menghasilkan tarif dasar Rp15,84 juta, kemudian tarif pajak terutang ditambahkan dengan tarif dasar, sehingga total pajak yang harus dibayar menjadi Rp39,84 juta atau 13,28% dari nilai jual kendaraan. Lagi-lagi, angka ini masih jauh di bawah batas maksimum BBNKB sebesar 20% menurut Pasal 12 UU PDRD.

Baca artikel terkait : Meluruskan Mispersepsi Opsen Pajak 

Untuk Pajak MBLB, skema yang sama juga berlaku. Jika nilai jual MBLB adalah Rp500 juta, dikalikan pajak dasar sebesar 20% (sesuai Perda PDRD Kabupaten/kota), menghasilkan pajak terutang Rp100 juta. Adapun besaran opsen pajak MLBB adalah sebesar 25% (sesuai UU HKPD), yang dikalijan dengan pajak terutang, sehinggaopsen pajak MLBB yang terutang adalah Rp25 juta. Total pajak yang dibayarkan menjadi Rp125 juta atau setara dengan 25% dari nilai jual, yang sesuai dengan batas maksimum pajak MLBB menyryt Pasal 60 UU PDRD yaitu sebesar 25%.

Dari ketiga ilustrasi di atas, terlihat bahwa penerapan opsen pajak tidak akan menambah beban maksimum wajib pajak dibandingkan dengan ketentuan pajak yang berlaku dalam UU PDRD. Penurunan tarif dasar pajak sebelum penerapan opsen memastikan bahwa total pajak tetap berada dalam batas yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian, tujuan utama opsen pajak, yaitu meningkatkan kemandirian fiskal pemerintah daerah tanpa membebani masyarakat, dapat tercapai.

Keuntungan Skema Opsen Pajak

Selain tidak menambah beban pajak, opsen juga membawa sejumlah keuntungan lain. Salah satunya adalah efisiensi dalam pemungutan pajak. Dengan sistem split payment, pajak pokok dan opsen dipungut secara bersamaan, sehingga wajib pajak hanya perlu melakukan satu kali pembayaran.

Dalam skema ini, penerimaan dari opsen langsung masuk ke kas daerah yang berwenang tanpa melalui proses pembagian yang rumit. Misalnya, penerimaan dari Opsen PKB dan Opsen BBNKB langsung masuk ke kas pemerintah kabupaten/kota, sementara penerimaan dari Opsen Pajak MBLB akan ditransfer dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi.

Keuntungan lain adalah peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pendapatan daerah. Dengan adanya pemisahan antara pajak pokok dan opsen, pemerintah daerah dapat dengan jelas mencatat sumber pendapatan masing-masing. Hal ini diharapkan dapat mendorong penggunaan dana yang lebih efisien dan akuntabel untuk pembangunan daerah.

Tantangan Dalam Penerapannya

Meskipun secara prinsip opsen pajak tidak menambah beban wajib pajak, masih ada tantangan dalam implementasinya. Salah satunya adalah memastikan bahwa semua daerah memiliki kapasitas untuk menyusun peraturan daerah (Perda) yang sesuai dengan ketentuan UU HKPD.

Tanpa Perda yang jelas dan konsisten, penerapan opsen dapat menimbulkan kebingungan di kalangan wajib pajak. Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan sosialisasi yang intensif untuk menjelaskan kepada masyarakat bahwa opsen tidak akan menambah beban pajak mereka.

Secara keseluruhan, penerapan opsen pajak daerah di bawah UU HKPD merupakan langkah strategis untuk meningkatkan kemandirian fiskal pemerintah daerah. Dengan skema yang dirancang untuk menjaga agar total pajak tetap dalam batas yang wajar, kebijakan ini diharapkan dapat mendukung pembangunan daerah tanpa membebani masyarakat.

Namun, keberhasilan implementasi opsen sangat bergantung pada kesiapan pemerintah daerah dalam menyusun peraturan yang tepat dan kemampuan pemerintah pusat dalam memastikan sosialisasi yang efektif kepada seluruh pemangku kepentingan.

 

author avatar
Lambang Wiji Imantoro
See Full Bio
Tags: Opsen PajakPajak Kendaraan Bermotoro
Share64Tweet40Send
Previous Post

Meluruskan Mispersepsi Opsen Pajak

Next Post

Peraturan Menteri Keuangan No. 131 Tahun 2024

Lambang Wiji Imantoro

Lambang Wiji Imantoro

Related Posts

Ilustrasi ESG
Analisis

Menjadikan ESG Pilar Strategi, Bukan Sekadar Formalitas

1 Agustus 2025
Artikel

Memahami PSPK 1 untuk Laporan Keberlanjutan

1 Agustus 2025
Piagam Wajib Pajak
Artikel

Membangun Keseimbangan Hak dan Kewajiban Melalui Taxpayers’ Charter

28 Juli 2025
Little kid grow plant with eco icon symbolize natural preservation for future sustainable generation by growing plant to reduce carbon emission and using ESG green technology. Reliance
Artikel

Membongkar Mitos ESG

28 Juli 2025
Artikel

Apakah Sertifikasi ESG Menambah Nilai Perusahaan?

28 Juli 2025
Artikel

ESG sebagai Strategi Nilai Jangka Panjang

28 Juli 2025
Next Post
PMK No. 131 Tahun 2024

Peraturan Menteri Keuangan No. 131 Tahun 2024

Aspek Pajak KSO

Peraturan Menteri Keuangan No. 79 Tahun 2024

Peraturan Dirjen Pajak No. 1 Tahun 2025

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1477 shares
    Share 591 Tweet 369
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    999 shares
    Share 400 Tweet 250
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    955 shares
    Share 382 Tweet 239
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    812 shares
    Share 325 Tweet 203
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    768 shares
    Share 307 Tweet 192
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.