Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Sabtu, 2 Agustus 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Kontraksi Penerimaan Pajak dan Strategi Pemulihan

Muhammad Akbar AditamabyMuhammad Akbar Aditama
26 Juni 2025
in Artikel
Reading Time: 3 mins read
125 8
A A
0
Kontraksi Penerimaan Pajak
152
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Sejak awal tahun 2025, penerimaan perpajakan Indonesia menunjukkan tren penurunan yang mengkhawatirkan, tertuang jelas dari data hingga akhir Mei 2025. Realisasi penerimaan pajak neto hanya mencapai Rp 683,3 triliun atau sekitar 31,2 % dari target APBN Tahun Anggaran 2025 sebesar Rp 2.189,3 triliun, terkontraksi 10,13 % secara year-on-year dibandingkan capaian Mei 2024 yang sebesar Rp 760,4 triliun.

Jika dilihat secara bruto, penerimaan pajak pada periode yang sama mencapai Rp 895,77 triliun, namun angka neto tertekan oleh peningkatan besaran restitusi yang jatuh tempo sehingga tidak sepenuhnya mencerminkan kondisi riil perekonomian saat ini.

Sementara itu, total penerimaan perpajakan yang mencakup pajak dan bea masuk serta cukai baru mencapai Rp 806,2 triliun atau 32,4 % dari target Rp 2.490,9 triliun, turun 7,2 % dari periode sama tahun sebelumnya. Hampir seluruh jenis pajak utama turut mengalami kontraksi: PPh non-migas mencatat penurunan, begitu pula PPN dan PPnBM yang merosot signifikan, meski pertumbuhan PBB dan pajak-pajak kecil lainnya hanya bertahan pada level rendah.

Pemerintah kemudian mencatat bahwa faktor eksternal seperti pelemahan harga komoditas ekspor, pelambatan pertumbuhan ekonomi global, serta kendala operasional pada sistem administrasi pajak Coretax turut menekan perolehan penerimaan. Akibatnya, defisit APBN hingga akhir Mei 2025 mencapai sekitar Rp 21 triliun atau 0,09 % terhadap PDB, sebagian besar disebabkan oleh realisasi pajak yang kurang optimal.

Pemerintah menilai faktor eksternal turut memperburuk penerimaan: pelemahan harga komoditas ekspor seperti batu bara yang rata-rata berkisar di US$ 95/ton pada semester I 2025, turun 12 % dari US$ 108/ton setahun sebelumnya serta perlambatan pertumbuhan ekonomi global yang diproyeksikan melemah dari 3,4 % pada 2024 menjadi 3,1 % pada 2025 oleh IMF. Di dalam negeri, gangguan teknis pada sistem administrasi pajak Coretax di bulan Februari dan Maret menyebabkan penundaan pengolahan laporan SPT Masa PPN dan pelunasan PPh Pasal 25, sehingga memengaruhi realisasi penerimaan kuartal I.

Dampak dari kontraksi penerimaan ini langsung tercermin pada defisit APBN. Sampai akhir Mei 2025, defisit APBN tercatat Rp 21 triliun atau 0,09 % terhadap PDB, meningkat dari defisit Rp 4,3 triliun pada April yang sempat mengalami surplus tipis. Dalam kondisi normal, defisit sampai Mei seharusnya berada di kisaran 0,05–0,07 % PDB, sehingga realisasi saat ini menunjukkan tekanan fiskal yang lebih tinggi.

Indonesia Economic Fiscal Research Institute memperingatkan risiko shortfall penerimaan pajak hingga Rp 120–140 triliun jika tren kontraksi ini tidak segera diantisipasi dengan kebijakan fiskal dan perpajakan yang lebih agresif. Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan komitmen memperkuat pengawasan dan stabilisasi sistem Coretax agar proses restitusi dan pelaporan faktur pajak kembali berjalan lancar.

Di sisi lain, Direktorat Jenderal Pajak menyiapkan serangkaian strategi pemulihan, termasuk percepatan audit dan optimalisasi basis data wajib pajak, guna menutup kesenjangan penerimaan dan menekan potensi kecurangan. Jika langkah-langkah tersebut berhasil diterapkan secara konsisten, pemerintah berharap dapat menahan laju penurunan dan membawa penerimaan pajak kembali ke jalur pertumbuhan yang sehat pada kuartal kedua dan seterusnya.

Selain itu, siasat lain untuk memangkas selisih pajak adalah menambah pendapatan negara dari royalti, di mana Kementerian Keuangan bekerja sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mencari cara meningkatkan pendapatan negara dari berbagai komoditas. Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono menargetkan Rp 100 triliun dari royalti komoditas.

Selain penguatan administrasi dan percepatan audit, pemerintah juga membidik peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari royalti komoditas sebagai langkah memitigasi selisih penerimaan. Kementerian Keuangan, bekerja sama erat dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menargetkan tambahan pendapatan royalti sebesar Rp 100 triliun pada 2025 demi mempersempit gap penerimaan fiskal.

Sejarah PNBP minerba menunjukkan lonjakan dari hanya Rp 35 triliun pada 2020 menjadi Rp 180,4 triliun pada 2022, sebelum menurun sedikit ke Rp 172,1 triliun pada 2023 dan Rp 140,5 triliun pada 2024. Untuk mendukung target ini, sejak April 2025 pemerintah menerapkan tarif royalti progresif 14–19 % pada sektor mineral dan batubara. Dengan kombinasi intensifikasi pajak dan optimalisasi royalti, pemerintah optimistis mampu menahan koreksi penerimaan dan mengembalikan tren pertumbuhan fiskal yang sehat pada kuartal berikutnya.

author avatar
Muhammad Akbar Aditama
Tax Policy Analyst Pratama-Kreston Tax Research Institute
See Full Bio
Tags: Penerimaan pajakPNBPRoyalti Komoditas
Share61Tweet38Send
Previous Post

Global Boiling dan Peran Strategis Sektor Keuangan

Next Post

Mendorong Kepatuhan Pelaporan SPT: Perlu Inovasi Baru?

Muhammad Akbar Aditama

Muhammad Akbar Aditama

Tax Policy Analyst Pratama-Kreston Tax Research Institute

Related Posts

Ilustrasi ESG
Analisis

Menjadikan ESG Pilar Strategi, Bukan Sekadar Formalitas

1 Agustus 2025
Artikel

Memahami PSPK 1 untuk Laporan Keberlanjutan

1 Agustus 2025
Piagam Wajib Pajak
Artikel

Membangun Keseimbangan Hak dan Kewajiban Melalui Taxpayers’ Charter

28 Juli 2025
Little kid grow plant with eco icon symbolize natural preservation for future sustainable generation by growing plant to reduce carbon emission and using ESG green technology. Reliance
Artikel

Membongkar Mitos ESG

28 Juli 2025
Artikel

Apakah Sertifikasi ESG Menambah Nilai Perusahaan?

28 Juli 2025
Artikel

ESG sebagai Strategi Nilai Jangka Panjang

28 Juli 2025
Next Post
Sumber: Sahabat Pegadaian

Mendorong Kepatuhan Pelaporan SPT: Perlu Inovasi Baru?

Memetik Untung dan Tantangan Pajak di Marketplace

Mengapa Buruh Membayar Lebih Banyak Pajak Daripada Miliarder

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1477 shares
    Share 591 Tweet 369
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    999 shares
    Share 400 Tweet 250
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    955 shares
    Share 382 Tweet 239
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    812 shares
    Share 325 Tweet 203
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    769 shares
    Share 308 Tweet 192
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.