Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Sabtu, 2 Agustus 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Meningkatnya Pelaporan SPT: Kesadaran atau Tekanan?

Muhammad Akbar AditamabyMuhammad Akbar Aditama
7 Maret 2025
in Artikel
Reading Time: 3 mins read
127 8
A A
0
Pelaporan SPT

Image by freepik

155
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Peningkatan jumlah wajib pajak yang melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan menjadi fenomena menarik dalam dunia perpajakan Indonesia. Berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), hingga 3 Maret 2025, sebanyak 6,03 juta wajib pajak telah menyampaikan SPT mereka untuk tahun pajak 2024. Angka ini menunjukkan tren positif dalam kepatuhan pajak. Namun, apakah peningkatan ini benar-benar mencerminkan meningkatnya kesadaran pajak, atau sekadar reaksi terhadap kebijakan regulasi?

Meskipun angka pelaporan meningkat, tingkat pemahaman masyarakat terhadap sistem perpajakan masih tergolong rendah. Studi dari DJP dan Lembaga Survei Indonesia (LSI) mengungkapkan bahwa sekitar 70% wajib pajak belum sepenuhnya memahami kewajiban perpajakan mereka. Laporan dari OECD juga menunjukkan bahwa tingkat literasi pajak di negara berkembang, termasuk Indonesia, masih tertinggal dibandingkan negara maju. Akibatnya, banyak wajib pajak yang sekadar memenuhi kewajiban administratif tanpa benar-benar memahami bagaimana pajak yang mereka bayarkan digunakan oleh negara. Apakah rendahnya pemahaman pajak ini merupakan akibat dari kurangnya edukasi perpajakan, atau karena minimnya transparansi dalam pengelolaan pajak?

Selain itu, lonjakan pelaporan SPT belum tentu berbanding lurus dengan peningkatan penerimaan pajak. Data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa meskipun jumlah wajib pajak yang melaporkan SPT meningkat dalam beberapa tahun terakhir, tidak selalu terjadi pertumbuhan yang signifikan dalam penerimaan pajak. Banyak wajib pajak hanya melaporkan SPT tanpa adanya tambahan pembayaran pajak yang besar. Apakah ini berarti masih banyak celah dalam sistem perpajakan yang memungkinkan wajib pajak menghindari pembayaran pajak secara optimal?

Faktor lain yang memengaruhi kepatuhan pajak adalah tingkat kepercayaan masyarakat terhadap otoritas pajak. Berdasarkan Teori Slippery Slope Model yang dikembangkan oleh Kirchler et al. (2008), kepatuhan pajak dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu kekuatan otoritas pajak dan tingkat kepercayaan terhadap institusi tersebut. Jika masyarakat merasa bahwa pemerintah tegas dalam penegakan hukum tetapi kurang transparan, kepatuhan pajak cenderung terjadi karena rasa takut, bukan kesadaran. Di Indonesia, kasus korupsi di lingkungan DJP serta kebocoran data pajak dalam beberapa tahun terakhir semakin mengikis kepercayaan masyarakat terhadap institusi perpajakan. Bagaimana cara pemerintah membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan?

Di sisi lain, implementasi sistem Core Tax Administration System (CTAS) yang baru diperkenalkan sejak Januari 2025 juga menghadapi tantangan. Meskipun sistem ini bertujuan meningkatkan akurasi data dan pengawasan perpajakan, berbagai kendala teknis dalam pelaksanaannya menyebabkan keterlambatan pelaporan. Oleh karena itu, peningkatan jumlah pelaporan SPT mungkin bukan mencerminkan kepatuhan pajak yang lebih baik, melainkan akumulasi wajib pajak yang baru bisa melaporkan setelah sistem berjalan lebih stabil. Apakah teknologi semacam ini benar-benar menjadi solusi dalam meningkatkan kepatuhan pajak, atau hanya memperbaiki aspek administratif semata?

Untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan pajak secara berkelanjutan, Indonesia dapat mengambil pelajaran dari negara-negara maju. Jepang, misalnya, memasukkan edukasi pajak ke dalam kurikulum sekolah agar masyarakat memahami pajak sejak dini. Swedia menekankan transparansi dengan secara terbuka melaporkan penggunaan pajak kepada masyarakat, sementara Estonia mengandalkan sistem digitalisasi yang mempermudah proses pelaporan pajak. Di Amerika Serikat, pemerintah secara aktif mengadakan kampanye edukasi pajak dan menyediakan layanan konsultasi gratis, sedangkan Jerman menerapkan sanksi tegas tetapi tetap memberikan kesempatan perbaikan bagi wajib pajak yang melakukan kesalahan secara sukarela. Manakah dari pendekatan ini yang paling cocok diterapkan di Indonesia?

Baca juga : Apakah WP Dapat Melakukan Pembetulan SPT Setelah Terbitnya Surat Perintah Pemeriksaan ?

Namun, Indonesia menghadapi tantangan tersendiri yang membedakannya dari negara-negara maju tersebut. Negara seperti Swedia dan Jepang memiliki tingkat korupsi yang rendah dan sistem administrasi yang baik, sehingga transparansi dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dapat terjaga. Oleh karena itu, strategi yang diadopsi dari negara maju perlu disesuaikan dengan kondisi Indonesia, seperti memperkuat pengawasan internal di DJP, meningkatkan transparansi penggunaan pajak, serta memberikan insentif bagi wajib pajak yang patuh. Langkah apa yang seharusnya menjadi prioritas utama dalam reformasi sistem perpajakan Indonesia?

Jika Indonesia ingin meningkatkan kepatuhan pajak secara jangka panjang, langkah-langkah konkret seperti integrasi edukasi pajak dalam sistem pendidikan, peningkatan transparansi, digitalisasi layanan yang lebih efisien, serta komunikasi yang lebih baik dengan masyarakat perlu diterapkan. Namun, langkah pertama yang paling krusial adalah meningkatkan transparansi dalam pengelolaan pajak. Tanpa transparansi yang jelas, upaya edukasi dan digitalisasi sistem perpajakan tidak akan cukup untuk meningkatkan kepercayaan dan kepatuhan masyarakat terhadap otoritas pajak. Bagaimana strategi terbaik untuk mewujudkan transparansi ini agar masyarakat lebih percaya dan secara sukarela memenuhi kewajiban perpajaknya?

author avatar
Muhammad Akbar Aditama
Tax Policy Analyst Pratama-Kreston Tax Research Institute
See Full Bio
Tags: Lapor SPTSPT PPh 2024
Share62Tweet39Send
Previous Post

Dilema Penerapan Global Minimum Tax

Next Post

Mengapa Wajib Pajak Perlu Melaporkan SPT

Muhammad Akbar Aditama

Muhammad Akbar Aditama

Tax Policy Analyst Pratama-Kreston Tax Research Institute

Related Posts

Ilustrasi ESG
Analisis

Menjadikan ESG Pilar Strategi, Bukan Sekadar Formalitas

1 Agustus 2025
Artikel

Memahami PSPK 1 untuk Laporan Keberlanjutan

1 Agustus 2025
Piagam Wajib Pajak
Artikel

Membangun Keseimbangan Hak dan Kewajiban Melalui Taxpayers’ Charter

28 Juli 2025
Little kid grow plant with eco icon symbolize natural preservation for future sustainable generation by growing plant to reduce carbon emission and using ESG green technology. Reliance
Artikel

Membongkar Mitos ESG

28 Juli 2025
Artikel

Apakah Sertifikasi ESG Menambah Nilai Perusahaan?

28 Juli 2025
Artikel

ESG sebagai Strategi Nilai Jangka Panjang

28 Juli 2025
Next Post
Image by freepik

Mengapa Wajib Pajak Perlu Melaporkan SPT

Zakat Pengurang Pajak

Zakat sebagai Pengurang Penghasilan Bruto

Photo by Pixabay

Mengapa Tagihan di Restoran Lebih Mahal Dari Harga di Menu?

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1477 shares
    Share 591 Tweet 369
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    999 shares
    Share 400 Tweet 250
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    955 shares
    Share 382 Tweet 239
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    812 shares
    Share 325 Tweet 203
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    768 shares
    Share 307 Tweet 192
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.