Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Jumat, 1 Agustus 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

PMK-168/2023 dan Asas Preferensi dalam Pelaporan SPT PPh Pasal 21

Muchamad Fikri YuliantobyMuchamad Fikri Yulianto
24 Januari 2024
in Artikel
Reading Time: 3 mins read
143 1
A A
0
PMK 168
165
SHARES
2.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Menjelang penanggalan 2023 berakhir, Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 tahun 2023 (“PMK-168/2023”) sebagai pengganti PMK-252/2008 yang mengatur tentang petunjuk pelaksanaan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan orang pribadi.

Beleid tersebut muncul berdasarkan pendelegasian wewenang dari Pasal 21 ayat (8) Undang-Undang No. 36 tahun 2008 mengenai Pajak Penghasilan (UU PPh), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Walaupun beberapa hari sebelum terbitnya PMK-168/2023 juga terbit Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2023 yang mengatur tentang tarif pemotongan pajak penghasilan 21 atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan wajib pajak orang pribadi, namun PMK-168/2023 bukan merupakan ketentuan pelaksana dari Peraturan Pemerintah tersebut.

Selain membahas mengenai teknis pemotongan PPh Pasal 21 untuk penghasilan yang diperoleh orang pribadi, PMK-168/2023 juga membahas mengenai teknis pelaporan Surat Pemberitahuan (“SPT”) yang wajib disampaikan oleh Pemotong Pajak. Hal ini dapat dilihat pada ketentuan Pasal 20 ayat (1), ayat (3) dan ayat (4).

Pasal 20 PMK-168/2023 mengatur bahwa Pemotong Pajak wajib menghitung, memotong, menyetorkan, dan melaporkan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap Masa Pajak. Kewajiban tersebut tetap berlaku meskipun jumlah pajak yang dipotong pada bulan yang bersangkutan nihil, selama terdapat pemberian penghasilan oleh Pemotong Pajak sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan kepada orang pribadi. Kewajiban tersebut baru tidak berlaku apabila tidak terdapat pemberian penghasilan oleh Pemotong Pajak.

Yang perlu menjadi perhatian kita lebih lanjut adalah terkait pelaporan SPT PPh Pasal 21. Ketentuan mengenai teknis pelaporan SPT sebetulnya telah lebih dulu ada di PMK-09/2018 yang mengatur tentang SPT. Beleid tersebut muncul berdasarkan pendelegasian wewenang dari Pasal 4 ayat (5) dan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 yang mengatur tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU HPP.

Dijelaskan dalam Pasal 10 ayat (2) PMK-09/2018 bahwasanya ketentuan mengenai kewajiban untuk melaporkan PPh Pasal 21 yang dipotong tidak berlaku dalam hal jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong pada Masa Pajak yang bersangkutan nihil. Lebih lanjut, Pasal 10 ayat (2a) menjelaskan bahwasanya kewajiban tersebut tetap berlaku hanya untuk pelaporan PPh Pasal 21 Masa Pajak Desember.

Berdasarkan uraian di atas, terdapat perbedaan ketentuan berkaitan dengan pelaporan SPT PPh Pasal 21, yaitu yang terdapat di PMK-168/2023 dan PMK-09/2018. Sebagai Wajib Pajak, ketentuan PMK manakah yang harus diikuti?

Jawabannya adalah dengan mengacu pada asas preferensi dalam ilmu hukum, yaitu lex specialis derogat legi generali serta lex posterior derogat legi priori.

Istilah lex specialis derogat legi generali bermakna bahwa aturan yang bersifat khusus mengesampingkan aturan yang bersifat umum. Asas ini digunakan sebagai dasar pengutamaan suatu aturan hukum terhadap aturan hukum lainnya dengan melihat dari sisi kekhususannya (specialization).

Prof. Bagir Manan (2004) mengemukakan bahwa terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan pedoman dalam menerapkan asas tersebut, yaitu:

  1. ketentuan yang didapati dalam aturan hukum umum tetap berlaku, kecuali yang diatur khusus dalam aturan hukum khusus tersebut;
  2. ketentuan lex specialis harus sederajat dengan ketentuan lex generalis; dan
  3. ketentuan lex specialis harus berada dalam lingkungan hukum (rezim) yang sama dengan lex generalis.

Dengan demikian, jika kita merujuk pedoman di atas dan mengaitkannya dengan ketentuan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21, maka PMK-168/2023 merupakan lex specialis dari PMK-09/2018 dalam kaitannya dengan ketentuan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21. Pertimbangannya adalah sebagai berikut:

  1. dalam hal ketentuan SPT, khusus mengenai pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 diatur berdasarkan PMK-168/2023, sedangkan untuk ketentuan selainnya tetap diatur berdasarkan PMK-09/2018;
  2. dalam hal hiererki peraturan, PMK-168/2023 sederajat dengan PMK-09/2018; dan
  3. dalam hal rezim, PMK-168/2023 dan PMK-09/2018 berada dalam rezim hukum administrasi negara.

Selanjutnya, sesuai dengan asas lex posterior derogat legi priori, aturan yang baru meniadakan keberlakuan aturan yang lama. Dengan demikian, wajib pajak perlu mengacu pada PMK-168/2023 terkait kewajiban pelaporan SPT PPh Pasal 21 mereka.

author avatar
Muchamad Fikri Yulianto
Assistant Manager - Tax Assistance
See Full Bio
Tags: Pelaporan SPT MasaPMK 168/2023PPh Pasal 21
Share66Tweet41Send
Previous Post

Annual Report Award Sebagai Bentuk Komitmen Penerapan GCG

Next Post

ESG vs Sustainability, Apa Perbedaannya?

Muchamad Fikri Yulianto

Muchamad Fikri Yulianto

Assistant Manager - Tax Assistance

Related Posts

Ilustrasi ESG
Analisis

Menjadikan ESG Pilar Strategi, Bukan Sekadar Formalitas

1 Agustus 2025
Artikel

Memahami PSPK 1 untuk Laporan Keberlanjutan

1 Agustus 2025
Piagam Wajib Pajak
Artikel

Membangun Keseimbangan Hak dan Kewajiban Melalui Taxpayers’ Charter

28 Juli 2025
Little kid grow plant with eco icon symbolize natural preservation for future sustainable generation by growing plant to reduce carbon emission and using ESG green technology. Reliance
Artikel

Membongkar Mitos ESG

28 Juli 2025
Artikel

Apakah Sertifikasi ESG Menambah Nilai Perusahaan?

28 Juli 2025
Artikel

ESG sebagai Strategi Nilai Jangka Panjang

28 Juli 2025
Next Post
Beda ESG dan sustainability

ESG vs Sustainability, Apa Perbedaannya?

pajak sektor pertanian

Mengapa Sektor Pertanian Seringkali Dianggap Hard-to-Tax?

climate disclosure research

Development of Climate-Related Disclosure Indicators for Application in Indonesia: A Delphi Method Study

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1477 shares
    Share 591 Tweet 369
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    999 shares
    Share 400 Tweet 250
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    955 shares
    Share 382 Tweet 239
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    812 shares
    Share 325 Tweet 203
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    768 shares
    Share 307 Tweet 192
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.