Bisnis.com – 27 September
Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia (UI) Prianto Budi Saptono melihat tidak ada dampak yang berarti jika pemerintah belum menerapkan pajak karbon terhadap bursa karbon yang baru saja meluncur pada Selasa (26/9/2023).
Menurutnya, tidak ada risiko dari sisi penerimaan, sekalipun penerapan pajak tersebut tidak bersamaan dengan mulainya bursa karbon.
“Tidak ada risiko karena sesuai Pasal 13 UU HPP, pemerintah dapat melaksanakan pajak karbon setelah peta jalan pajak karbon yang mencakup 4 aspek terpenuhi,” ujarnya, dikutip Rabu (27/9/2023). Empat aspek yang wajib terpenuhi sesuai dengan Undang-undang (UU) No. 7/2021 tentang Harmonasisi Peraturan Perpajakan (HPP) yaitu memuat strategi penurunan emisi karbon, sasaran sektor prioritas, keselarasan dengan pembangunan energi baru dan terbarukan, dan/atau keselarasan antarberbagai kebijakan lainnya.
Adapun, pajak karbon dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup. Di samping itu, bukan tujuan utama pemerintah juga membuat pajak karbon sebagai bentuk ekstensifikasi sumber penerimaan negara.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menegaskan bahwa pemerintah akan tetap membuat pajak karbon walaupun peluncurannya tidak bersamaan dengan bursa karbon. Suahasil menyampaikan bahwa tujuan utama dari penerapan pajak ini nantinya bukanlah untuk menambah penerimaan negara.
“Pajak karbon kami buat, tapi fungsinya bukan untuk cari penerimaan, tapi untuk memberikan alternatif untuk dunia usaha untuk memenuhi net zero emission. Kalau tidak mau beli karbon kredit, bayar saja pajaknya,” ujarnya, dikutip Selasa (26/9/2023).
Pada peluncuran bursa karbon lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuturkan bahwa bursa karbon akan menjadi kesempatan ekonomi baru yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Hal itu pun sejalan dengan arah dunia yang sedang menuju kepada ekonomi hijau.
Tidak tanggung-tanggung, Jokowi menyebutkan potensi bursa karbon di Indonesia dapat mencapai Rp3.000 triliun, hampir setara dengan nilai APBN 2023 senilai Rp3.061 triliun.
Terlebih, Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro melihat setidaknya ada dua dampak positif terhadap penerapan pajak karbon untuk perekonomian secara umum dan korporasi “Jadi, ada dua poin dampak dari bursa karbon, yaitu untuk memanfaatkan peran Indonesia yang lebih hijau dan berkelanjutan serta memberikan opsi pembiayaan yang lebih beragam kepada korporasi,” kata Asmoro saat Media Gathering Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di Puncak, Bogor, Jawa Barat, Selasa (26/9/2023).
Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul “Bursa Karbon Meluncur Tapi Pajak Karbon Belum Jalan, Pengamat: Tak Ada Risiko” dengan tautan berikut : https://ekonomi.bisnis.com/read/20230927/259/1699039/bursa-karbon-meluncur-tapi-pajak-karbon-belum-jalan-pengamat-tak-ada-risiko.