Kontan.co.id | 3 April 2022
Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah menunda implementasi pajak karbon yang seharusnya berlaku pada 1 April 2022 menjadi 1 Juli 2022. Penundaan ini lantaran rencana penerapan yang belum matang dan pemerintah juga masih menyusun sejumlah aturan teknis pelaksanaan pajak karbon.
Perlu diketahui, International Monetary Fund (IMF) membuat tiga skenario tarif pajak karbon, yaitu US$ 25 per ton emisi karbon dioksida ekuivalen (tCO2e) untuk negara maju, US$ 50 per tCO2e untuk negara dengan high-income emerging market economies. Serta, US$ 75 per tCO2e bagi negara dengan lower income emerging market.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan, untuk konteks Indonesia jika menurut IMF, apabila menggunakan tarif pajak karbon sebesar US$ 25 per tCO2e maka kontribusi penerimaan pajak ini terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 0,7%.
Sedangkan apabila menggunakan tarif pajak karbon sebesar US$ 50 per tCO2e maka kontribusi penerimaan pajak ke PDB sebesar 1,4%. Dan apabila menggunakan tarif lebih tinggi di angka US$ 75 per tCO2e, maka kontribusi penerimaan pajaknya mencapai 2% PDB.
“Akan tetapi, tarif pajak karbon di Indonesia yang hanya sebesar Rp 30.000 atau sekitar US$ 2,09 per tCO2e, dampak penerimaan pajak karbon dari total PDB akan lebih rendah lagi,” ujar Prianto kepada Kontan.co.id, Minggu (3/4).
Berdasarkan perhitungannya, Prianto mengatakan, apabila pemerintah menerapkan implementasi pajak karbon pada April 2022 maka potensi penerimaan yang didapat pemerintah bisa mencapai Rp 7,44 triliun. Sedangkan, apabila diterapkan pada Juli 2022 mencapai Rp 4,96 triliun. Tentu jika dilihat, potensi penerimaan yang didapat lebih besar pada April 2022.
“Dengan asumsi penerapan pajak karbon di awal 2022, kontribusi pajak karbon di Indonesia menjadi US$ 2,09 / US$ 25 x 0,7% x Rp 16.970,8 triliun = Rp 9,93 triliun. Jika diterapkan di April 2022 atau Juli 2022, secara proporsional potensi penerimaan pajak karbon secara berurutan mencapai Rp 7,44 triliun (April 2022) atau Rp 4,96 triliun (Juli 2022),” jelasnya.
Dihubungi berbeda, Pengamat Perpajakan Universitas Pelita Harapan Ronny Bako mengatakan, pajak karbon sebaiknya juga dikenakan kepada alih fungsi hutan yang menjadi perkebunan.
“Tujuan pajak karbon ini tidak hanya untuk uang semata, tetapi untuk masa depan dengan udara yang sehat. Karena kalau semua tanah dan hutan diganti menjadi kebun, maka uda bersih jadi berkurang. Lihat di Australia, Amerika dan Eropa, mereka sangat selektif mengubah hutan menjadi industri,” katanya.
Artikel ini telah tayang di laman Kontan.co.id dengan tautan https://nasional.kontan.co.id/news/pemerintah-bisa-raih-rp-744-triliun-jika-pajak-karbon-diterapkan-april-2022 pada 3 April 2022.