Bisnis.com | 9 Desember 2024
Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan DPR menilai kenaikan PPN jadi 12% mulai awal tahun 2025 untuk kelompok barang mewah tidak akan mampu mengerek penerimaan pajak.
Said Abdullah, Politisi senior PDI Perjuangan yang juga Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR menyampaikan PPN 12% untuk barang mewah tak akan mampu mendongkrak penerimaan pajak.
“Sebab PPnBM rata-rata saja sejak 2013-2022 dari pos penerimaan tidak sampai 2%, hanya 1,3% [PPnBM dalam negeri + PPnBM Impor],” ujarnya dalam keterangan resmi, Minggu (8/12/2024).
Mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) No. 201/2024 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025, tercantum target PPnBM Dalam Negeri senilai Rp10,78 triliun sementara PPnBM Impor senilai Rp5,83 triliun.
Sehingga total target penerimaan PPnBM 2025 mencapai Rp16,61 triliun atau lebih rendah dari 2024 yang mencapai Rp27,26 triliun.
Sementara pemerintah menargetkan PPN dan PPnBM secara umum pada 2025 di angka Rp945,12 triliun. Utamanya bersumber dari PPN Dalam Negeri Rp609,05 triliun dan PPN Impor Rp308,74 triliun.
Sebelumnya pada 2022 lalu dengan kenaikan PPN dari 10% menjadi 11% yang tidak membedakan barang mewah, pemerintah berhasil mengantongi tambahan penerimaan pajak senilai Rp60 triliun.
Senada, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adinegara menilai kenaikan tarif PPN 12% untuk barang mewah tidak akan mendorong penerimaan negara lebih besar. Pasalnya, PPN 12% akan terdistorsi karena pemungutan pajak barang mewah banyak dipengaruhi oleh pola konsumsi masyarakat kelas atas untuk berbelanja barang mewah di luar negeri.
Sementara itu Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono menyampaikan saat ini pihaknya belum dapat menghitung proyeksi penerimaan yang akan didapat dari PPN 12% barang mewah. Pasalnya, belum jelas dan belum ada daftar pasti jenis-jenis barang mewah yang terkena PPN 12%.
“Rincian barang mewah harus ditegaskan di peraturan perundang-undangan karena kriteria barang mewah itu dapat berbeda menurut pemerintah atau masyarakat,” ujarnya, Minggu (8/12/2024).
Adapun melalui kebijakan PPN 12% barang mewah, artinya Indonesia sistem PPN multitarif atau pajak yang mengadopsi keadilan vertical atau konsumen barang mewah akan membayar PPN lebih tinggi.
Prianto menyampaikan bahwa banyak negara yang menerapkan PPN atau dikenal dengan value added tax(VAT) dengan single tarif, sebagaimana yang diterapkan Indonesia sebelumnya. Sebagian negara lainnya menerapkan multitarif.
“Untuk konteks Indonesia, pemerintah menganggap bahww penerapan multitarif dianggap sebagai the second-best option,” tuturnya. Di mana di satu sisi, tarif 12% itu merupakan amanat Undang-Undang (UU) No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Di sisi lain, penolakan masyarakat, pengusaha, dan wakil rakyat juga kencang meski tarif 12% yang naik pada 2025 merupakan kesepakatan pemerintah dan DPR.
Sementara itu, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan pun belum merespon pertanyaan Bisnis terkait potensi maupun target tambahan penerimaan yang akan dikantongi dari penerapan PPN 12% barang mewah tersebut.
Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul “Politisi PDIP di Banggar DPR Ragukan Kebijakan PPN 12% Kerek Penerimaan Negara”, Klik selengkapnya di sini: https://ekonomi.bisnis.com/read/20241209/259/1822576/politisi-pdip-di-banggar-dpr-ragukan-kebijakan-ppn-12-kerek-penerimaan-negara.