Kompas | 29 November 2022
Pertumbuhan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN menopang kinerja penerimaan pajak sampai akhir Oktober 2022. Tahun depan, seiring dengan melandainya tren harga komoditas, PPN akan kembali diandalkan sebagai sumber utama penerimaan negara. Daya beli dan konsumsi masyarakat harus dijaga sekuat mungkin lewat berbagai instrumen.
Sampai akhir Oktober 2022, total penerimaan pajak mencapai Rp 1.448,2 triliun atau sudah memenuhi 97,5 persen dari target Rp 1.485 triliun. Dari semua jenis pajak, PPN masih menjadi penopang kinerja penerimaan pajak dengan kontribusi mencapai 22,6 persen.
Sepanjang Januari-Oktober 2022, PPN dalam negeri tumbuh 38,4 persen secara tahunan, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan 13,3 persen pada Januari-Oktober 2021. Secara triwulanan, pertumbuhan PPN juga terus meningkat, dari 26,5 persen pada triwulan I tahun 2022 menjadi 48,9 persen pada triwulan II-2022 dan 70,6 persen pada triwulan III-2022.
Kebijakan menaikkan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pada April 2022 ikut mendorong penerimaan PPN. Kementerian Keuangan mencatat, tujuh bulan sejak tarif PPN dinaikkan, ada tambahan penerimaan pajak Rp 6 triliun hingga Rp 7 triliun setiap bulannya. Secara total, sejak April-Oktober 2022, penerimaan PPN meningkat hingga Rp 43,4 triliun.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono, Senin (28/11/2022), mengatakan, selain akibat efek kenaikan tarif, kinerja penerimaan PPN yang baik sampai jelang akhir tahun ini juga didorong oleh konsumsi masyarakat yang mulai pulih seiring dengan pandemi yang mereda.
”Pemulihan ekonomi di dalam negeri itu menyebabkan konsumsi masyarakat lebih bergairah dan mendorong penerimaan pajak lebih besar. Bukan hanya PPN yang dipungut di pusat, melainkan juga pajak yang dipungut daerah, seperti pajak restoran dan hotel,” katanya.
Ia juga menyoroti penerimaan PPN impor yang tumbuh 47,2 persen, naik dari pertumbuhan tahun lalu sebesar 32,3 persen. Secara triwulanan, penerimaannya juga terus meningkat. PPN Impor berkontribusi 15,2 persen terhadap total penerimaan pajak sampai Oktober 2022. Itu menunjukkan, selain konsumsi yang mulai pulih, kinerja industri pengolahan juga membaik.
Prianto menilai, tahun depan, PPN akan tetap menjadi andalan utama penerimaan negara. ”Ini searah dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang telah menggeser basis perpajakan dari pajak penghasilan ke pajak konsumsi,” katanya.
Jaga konsumsi
Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fairy Akbar menilai, melihat tren sejauh ini, realisasi penerimaan PPN tahun ini bisa melampaui target Rp 599 triliun dalam APBN 2022. Dengan capaian yang melebihi perkiraan itu, target pemerintah menaikkan penerimaan PPN sebesar 9,14 persen menjadi Rp 743 triliun tahun depan masih rasional.
Meski demikian, target capaian PPN itu hanya bisa tercapai jika tingkat konsumsi rumah tangga pada 2023 tetap terjaga. Ia menilai, laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang relatif tinggi sampai triwulan III-2022, yaitu 5,4 persen, menunjukkan indikasi baik.
Namun, kondisi perekonomian tahun depan yang lebih berat seiring dengan melambatnya laju ekonomi global bisa mempersulit tercapainya target penerimaan PPN. Oleh karena itu, daya beli dan konsumsi masyarakat perlu dijaga dengan berbagai instrumen.
”Belanja pemerintah bisa dijalankan secara terukur untuk melanjutkan pemberian bantuan langsung tunai kepada masyarakat. Pemerintah bersama Bank Indonesia juga perlu menjaga stabilitas harga barang dan jasa,” katanya.
Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dalam laporan terbarunya per November 2022 memperkirakan, inflasi Indonesia baru akan kembali sesuai sasaran 3 persen plus minus 1 persen pada 2024.
Pada tahun 2023, Indonesia diperkirakan masih akan mengalami kenaikan inflasi melampaui target, yaitu 4,1 persen secara tahunan, baru kemudian menurun ke level 2,5 persen secara tahunan pada 2024. OECD menilai, permintaan domestik dan pertumbuhan konsumsi dalam negeri masih akan tertahan pada 2023 karena laju inflasi yang masih tinggi itu.
Tetap waspada
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, meski realisasi penerimaan perpajakan sampai Oktober 2022 masih memuaskan, tren capaian pajak dari bulan ke bulan mulai menunjukkan pelambatan. Sampai pertengahan tahun ini, perkembangan pertumbuhan pajak masih berada di atas 50 persen. Namun, seara bulanan, sejak Agustus 2022, trennya melambat ke 27-32 persen.
”Ini tren yang harus kita antisipasi untuk tahun depan. Kita optimistis, tetapi waspada. Apalagi, karena tahun ini basis kita sudah sangat tinggi, tahun depan kita harus menyesuaikan lagi level pertumbuhan penerimaan pajak, karena tidak mungkin bisa tinggi terus,” ujarnya.
Pemerintah masih akan mengandalkan PPN sebagai penopang penerimaan pajak tahun depan. Selain lewat menjaga konsumsi masyarakat, juga dengan memaksimalkan pungutan pajak dari sektor ekonomi digital melalui penyelenggara platform perdagangan berbasis sistem elektronik (PMSE).
Sampai Oktober 2022, pemerintah dapat mengumpulkan Rp 4,54 triliun PPN PMSE melalui 131 penyelenggara PMSE yang sudah ditunjuk sebagai pemungut PPN. Penerimaan pajak digital itu sudah melebihi total pajak yang terkumpul sepanjang Januari-Desember 2021 sebesar Rp 3,9 triliun.
”Kalau transformasi digital semakin mainstream ke depan, kita harap PPN yang dipungut lewat para pengelola platform itu juga akan lebih tinggi,” katanya.
Artikel ini telah tayang di laman Kompas.id pada 29 November 2022 dengan judul “PPN Tumbuh Sesuai Target, Konsumsi Perlu Terus Dijaga” dengan tautan https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2022/11/28/ppn-tumbuh-sesuai-target-konsumsi-perlu-terus-dijaga