Kontan | 30 Mei 2022
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat, realisasi pengembalian pajak atau restitusi pajak sampai dengan akhir April 2022 mencapai Rp 70,4 triliun, atau turun sekitar 6% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.
Namun, kontribusi restitusi dipercepat terhadap total restitusi tercatat mengalami peningkatan dan bahkan mencapai 42% dari total restitusi.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan, realisasi restitusi pajak sampai dengan akhir April 2022 tersebut secara umum menggambarkan pengembalian Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) 2020 dan atau Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada periode Januari hingga Desember 2020 dari Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang mengajukan restitusi tahunan.
Di mana pada periode tersebut ada di masa pandemi. “Sebelum permohonan Wajib Pajak dikabulkan, DJP harus melakukan pemeriksaan pajak. Sesuai dengan Pasal 17B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), pemeriksaan pajak harus kelar 12 bulan sejak SPT dilaporkan,” kata Prianto kepada Kontan.co.id, Minggu (29/5).
Sebagai informasi, batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Badan 2020 adalah 30 April 2021. Sementara untuk SPT PPN periode Desember 2020 (untuk restitusi Januari hingga Desember 2020) jatuh tempo pelaporannya adalah pada 31 Januari 2021.
Lebih lanjut dirinya mengatakan, untuk SPT PPh Lebih Bayar tersebut harus diperiksa terlebih dahulu dengan tenggang waktu 29 April 2022. Sementara itu, pemeriksaan SPT PPN periode Desember 2020 jatuh temponya pada 30 Januari 2022.
“Ilustrasi ini mengabaikan faktor perpanjangan penyampaian SPT. Dengan ilustrasi yang sama di atas, realisasi restitusi pajak Januari sampai dengan April 2021 berasal dari SPT PPh Badan 2019 dan SPT PPN Desember 2019. Kedua SPT tersebut menggambarkan kondisi sebelum pandemi,” jelasnya.
Sehingga berdasarkan uraian tersebut, ia mengatakan bahwa realisasi secara tahunan sampai dengan April 2022 yang lebih kecil 6% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya menggambarkan dampak Covid-19 terhadap bisnis Wajib Pajak.
“Karena pandemi, perekonomian terkonstraksi, produksi menurun, dan laba perusahaan tergerus. Sebagai konsekuensi lanjutannya, uang muka pajak (Pph Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPN Masukan) juga menurun. Kondisi demikian yang mengakibatkan nilai restitusi menurun,” jelas Prianto.
Prianto melihat, ketika kondisi ekonomi mulai pulih maka transaksi juga meningkat sehingga pemungutan PPh Pasal 22 serta pemotongan PPh Pasal 23 atas penghasilan Wajib Pajak juga berpotensi meningkat. Katanya, kedua jenis pajak tersebut menjadi penyumbang uang muka pajak.
“Ketika laba tipis karena biaya (deductible expenses) meningkat, potensi restitusi PPh Badan juga akan meningkat,” tuturnya.
Sementara untuk PPN, Prianto melihat bahwa restitusi juga dapat cenderung meningkat. Di mana kondisi seperti ini terjadi pada eksportir, vendor Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan atau rekanan pemerintah.
Kondisi ekonomi yang semakin pulih menurutnya juga akan meningkatkan transaksi ekspor dan transaksi dengan BUMN/pemerintah sebagai rekanan. PPN atas transaksi tersebut memunculkan PPN lebih bayar sehingga pengusaha akan restitusi PPN.
“Dengan demikian, restitusi PPN juga berpotensi meningkat,” pungkasnya.
Artikel ini telah tayang dilaman Kontan.co.id dengan tautan https://newssetup.kontan.co.id/news/realisasi-restitusi-pajak-turun-pada-april-2022-ini-kata-pengamat pada 30 Mei 2022