Kontan | Sabtu, 28 Mei 2022
Program Pengungkapan Sukarela (PPS) 2022 alias Tax Amnesty Jilid II berlangsung mulai 1 Januari 2022 hingga saat ini. Meski sudah berjalan lebih dari tiga bulan, sayangnya Tax Amnesty Jilid II masih sepi peminat.
Bahkan jika dibandingkan dengan pelaksanaan program Tax Amnesty Jilid I pada tahun 2016, nilai harta yang dilaporkan jauh lebih rendah.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), pajak penghasilan (PPh) yang diterima negara hanya mencapai Rp 10,66 triliun hingga 28 Maret 2022.
Angka itu tersebut berbanding jauh dengan pelaksanaan program Tax Amnesty Jilid I yang mencapai Rp 94,6 triliun dalam 90 hari pertama pelaksanaannya.
Adapun total harta yang telah dilaporkan sebesar Rp 106,14 triliun. Lagi-lagi jika dibandingkan pada tiga bulan pertama pelaksanaan Tax Amnesty Jilid II juga lebih rendah yang pada saat itu mencapai Rp 3.279 triliun pada Tax Amnesty Jilid I.
Sementara itu, hingga saat ini deklarasi harta dalam negeri dan repatriasi oleh wajib pajak mencapai Rp 91,78 triliun. Sementara itu, deklarasi harta luar negeri mencapai Rp 7,74 triliun. Adapun harta yang diinvestasikan telah mencapai Rp 6,61 triliun.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan bahwa hingga akhir Juni 2022 nanti, pajak penghasilan (PPh) yang diterima negara hanya berkisar Rp 20 triliun.
“Rp 20 triliun itu sudah cukup bagus karena banyak juga yang akan ikut di injury time PPS tersebut,” ujar Prianto kepada Kontan.co.id, Sabtu (28/5).
Menurut prianto, sangat berat untuk pemerintah dapat mencapai penerimaan setoran dari Tax Amnesty Jilid II Rp 100 triliun di akhir Juni 2022.
Sementara itu, potensi penerimaan pada sebulan terakhir Tax Amnesty Jilid I juga akan jauh lebih besar jika dibandingkan dengan Tax Amnesty Jilid II.
“Alasannya adalah bahwa daya tarik Tax Amnesty Jilid II ini jauh di bawah Tax Amnesty Jilid I,” katanya.
Prianto pun memberikan contoh konkretnya, seperti pembebasan sanksi pidana pajak pada Tax Amnesty Jilid I tidak ada pada Tax Amnesty Jilid II. Selain itu, ketiadaan pemeriksaan di Tax Amnesty Jilid I tidak berlaku di Tax Amnesty Jilid II.
“Kantor Pelayanan Pajak (KPP) masih dapat memeriksa meski tidak bisa menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP). Akan tetapi, KPP dapat lakukan pemeriksaan bukti permulaan, bahkan penyidikan pajak untuk informasi selain dari surat pemeberitahuan pengungkapan harta (SPPH) dan lampirannya,” pungkasnya.
Sesuai dengan Pasal 11 Ayat (1) huruf c Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP), data dan informasi dari SPPH tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan pidana terhadap wajib pajak.
Dari kacamata pengusaha, Ketua Umum Kamar Dagang Industri (Kadin) DKI Jakarta Diana Dewi mengatakan, perekonomian Indonesia dan perekonomian global masih belum menunjukkan peningkatan yang signifikan karena disebabkan oleh pandemi dan politik global.
Sehingga menurutnya, kondisi tersebut menyebabkan belum adanya penambahan aset yang signifikan dari para pengusaha yang belum dilaporkan.
“Kadin DKI Jakarta sendiri telah beberapa kali melakukan sosialisasi kepada para pengusaha untuk dapat semaksimal mungkin memanfaatkan program pengungkapan sukarela,” kata Diana kepada Kontan.co.id.
Dirinya juga berharap seluruh bidang usaha mulai aktif kembali dan para pengusaha dapat memaksimalkan program Tax Amnesty Jilid II ini di akhir program.
Artikel ini telah tayang dilaman Kontan.co.id dengan tautan https://nasional.kontan.co.id/news/pengamat-pajak-negara-hanya-akan-raup-sekitar-rp-20-triliun-dari-tax-amnesty-jili-ii pada 28 Mei 2022