Harian Bisnis Indonesia | 22 November 2021
Pemulihan dunia usaha yang masih menantang memaksa pemerintah tak muluk-muluk dalam menetapkan target penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022.
Pemerintah “hanya” menargetkan penerimaan PPh senilai Rp680,87 triliun pada tahun depan, turun tipis jika dibandingkan dengan target di dalam APBN 2021 yang mencapai Rp683,77 triliun.
Selama ini, kontributor terbesar dalam penerimaan PPh adalah PPh Pasal 25/29 Badan alias pajak korporasi.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor menjelaskan bahwa penyusunan target itu mengacu pada outlook penerimaan PPh pada 2021 yang berada di angka Rp615,2 triliun. Artinya, target penerimaan PPh pada 2022 tumbuh 10,7%.
Adapun, sektor yang akan dimaksimalkan oleh otoritas pajak untuk memompa penerimaan negara adalah industri pengolahan, perdagangan, informasi dan komunikasi, serta jasa kesehatan.
Selaras dengan hal itu, otoritas fiskal juga akan memperluas basis pajak dan mencari sumber baru penerimaan, termasuk pengawasan kepatuhan material.
Sejumlah kalangan menilai konsolidasi target penerimaan pajak itu perlu dilakukan. Pasalnya, sebagian pela ku usaha masih berjibaku dengan dampak negatif pandemi Covid-19.
Wakil Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Anggawira mengatakan potensi pencapaian target penerimaan pajak sangat tergantung pada penanganan pandemi Covid-19, baik dari sisi medis maupun ekonomi.
Hal senada dikemukakan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani. Menurutnya, mayoritas sektor usaha pada tahun depan masih menghadapi ketidakpastian ekonomi akibat pandemi Covid-19 dan faktor eksternal.
“Sektor kesehatan bisa dimak simalkan untuk mencapai target yang ditetapkan oleh pemerintah pada tahun depan,” kata Hariyadi, Selasa (16/11).
Dia memprediksi sektor yang berpeluang moncer pada tahun depan selain kesehatan adalah perdagangan serta industri pengolahan, terutama makanan dan minuman. Sebaliknya, sektor pariwasata dan transportasi diperkirakan masih bertatih-tatih.
Otoritas fiskal pun disarankan meng optimalkan penerimaan pada sektor yang telah sepenuhnya pulih, di antaranya perdagangan dan jasa kesehatan.
Menyikapi hal tersebut, kalangan pemerhati pajak menilai keputusan memangkas target penerimaan PPh wajar dilakukan pemerintah. Pemerhati Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan sasaran yang tertuang di dalam APBN 2022 disusun di tengah ketidakpastian ekonomi.
Pemangkasan target PPh pada tahun depan, katanya, dirancang dengan mempertimbangkan berbagai risiko yang bisa menghantam pemulihan.
“Ini masa penuh ketidakpastian. Kalau tidak ada gelombang Covid-19 lagi, ekonomi 2022 bisa kembali ke semula,” katanya.
Adapun, pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia Prianto Budi Saptono mengatakan, peluang pemerintah untuk mengumpulkan penerimaan dari PPh Badan hanya terbatas kepada sektor sumah sakit, alat kesehatan, dan farmasi.
Selain itu potensi penerimaan juga cukup menjanjikan pada sektor sumber daya alam yang ditopang oleh lonjakan harga sejumlah komoditas. Adapun untuk PPh Orang Pribadi (OP) diyakini tidak signifikan karena kenaikan tarif sebesar 35% hanya menyasar wajib pajak orang kaya.
Menurut Prianto, pemerintah tidak dapat berharap dari PPh Badan, kecuali untuk beberapa industri tertentu yang dapat memaksimalkan peluang saat pandemi Covid-19.
OPTIMALKAN PPN
Prianto menuturkan, konsekuensi dari pemangkasan target PPh adalah optimalisasi penerimaan dari pos lain, terutama Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang menjadi penyumbang terbesar setelah PPh.
Terlebih, tarif PPN per 1 April 2022 naik menjadi 11% dari sebelumnya sebesar 10%. Kendati kenaikan hanya 1%, potensi penerimaan dari PPN cukup besar mengingat gemuknya transaksi atas konsumsi masyarakat.
Dia mengatakan pengenaan PPN tidak rumit dan jauh dari praktik perencanaan pajak secara agresif. “PPN langsung dikenakan atas output yang setara degan nilai transaksi,” ujarnya.
Optimalisasi PPN dalam APBN 2022 sejatinya terlihat dari target yang ditetapkan oleh pemerintah yakni mencapai Rp554,38 triliun, naik sebesar 6,9% jika dibandingkan dengan APBN 2021 yang senilai Rp518,55.
Menurut Prianto, hal ini mencerminkan upaya pemerintah untuk mengubah ketergantungan penerimaan dari sebelumnya pajak korporasi beralih ke pajak atas konsumsi.
Mengacu pada data termutakhir, realisasi penerimaan pajak per Oktober 2021 mencapai Rp953,6 triliun, tumbuh 15,3% jika dibandingkan dengan capaian pada periode yang sama tahun lalu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa capaian penerimaan pajak tersebut mencerminkan ekonomi telah sepenuhnya pulih.
“Pajak yang tahun lalu kontraksinya 18,8%, tahun ini recover dengan pemulihan 15,3%. Ini menggambarkan APBN mulai pulih pada saat ekonomi juga pulih,” ujarnya.
Artikel telah tayang dilaman SBK COnsultant dari Harian Bisnis Indonesia pada 22 November 2021.