Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Kamis, 8 Mei 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Terlambat Setor dan Lapor PPh atas Sewa, Berapa Sanksinya?

393
SHARES
4.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

PERTANYAAN

Perusahaan saya mendapat SP2DK terkait biaya sewa gedung dan mobil yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh 2018. Hingga saat ini, saya belum melakukan pemotongan dan penyetoran pajak atas transaksi sewa tersebut.

  1. Berapa tarif PPh yang dikenakan atas biaya sewa?
  2. Berapa sanksi yang harus saya bayarkan?
  • Sugih H - Jakarta
Picture of Muhammad Akbar Aditama

Muhammad Akbar Aditama

Tax Policy Analyst Pratama-Kreston Tax Research Institute
PERNYATAAN PENYANGKALAN
Seluruh data dan informasi yang disediakan di dalam Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan saja. Dengan demikian, data dan informasi yang disediakan tidak dapat dianggap sebagai suatu nasihat dari konsultan pajak.
Baca Disclaimer
DISCLAIMER
Ringkasan Jawaban:

Tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang dikenakan atas sewa gedung merujuk pada ketentuan Pasal 4 ayat (2) UU PPh yaitu sebesar 10% dari jumlah bruto pembayaran sewa dan bersifat final. Sementara, tarif PPh atas sewa mobil merujuk pada ketentuan Pasal 23 UU PPh sehingga dikenakan tarif sebesar 2% dari jumlah bruto pembayaran sewa. Keterlambatan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) dan PPh Pasal 23 akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga, sementara, keterlambatan pelaporan SPT Masa Pasal 4 ayat (2) dan SPT Masa PPh Pasal 23 akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda masing-masing sebesar Rp100.000 (seratus ribu rupiah).

Pembahasan Lengkap:

Terima kasih Bapak Sugih atas pertanyaan yang disampaikan. Tarif PPh yang dikenakan atas sewa gedung berbeda dengan tarif PPh yang dikenakan atas sewa mobil. Sewa gedung termasuk dalam kategori sewa tanah dan/atau bangunan. Sementara itu, sewa mobil dikategorikan sebagai sewa selain tanah dan/atau bangunan. Ketentuan PPh atas sewa gedung dan mobil dapat dibedakan sebagai berikut:

1) Sewa tanah atau bangunan

KontenTerkait

ESG

Bagaimana Menyusun Sustainability Report Dengan Standar GRI?

8 Mei 2025
Jasa konstruksi

Apakah Jasa Instalasi dan Bangunan dari Perseorangan Selalu Dikenakan PPh Pasal 23?

24 Maret 2025

Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya bahwa sewa gedung dikategorikan sebagai sewa tanah dan/atau bangunan sehingga pengenaan pajaknya merujuk pada Pasal 4 ayat (2) huruf d UU No. 36/2008 s.t.d.t.d UU No. 7/2021 (“UU PPh”).

“Pasal 4

(2) Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:

d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan;” (UU PPh)

Ketentuan mengenai PPh atas sewa tanah atau bangunan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2017 (“PP-34/2017”).

“Pasal 2

(1) Atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan baik sebagian maupun seluruh Bangunan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.” (Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2017)

Besarnya tarif PPh final atas sewa tanah dan/atau bangunan yaitu 10% dari jumlah bruto nilai sewa tanah dan/atau bangunan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1) PP-34/2017.

“Pasal 4

(1) Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau Bangunan.” (Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2017)

Jumlah bruto yang dimaksud merupakan semua jumlah yang dibayarkan atau yang diakui sebagai utang oleh Penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya layanan, dan biaya fasilitas lainnya, baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan.

Dengan demikian, pembayaran atas sewa gedung harus dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) dengan tarif final sebesar 10% dari seluruh biaya sewa atas transaksi sewa gedung tersebut.

Berdasarkan Pasal 2 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014 (“PMK-242/2014”), PPh Pasal 4 ayat (2) yang telah dipotong oleh pihak penyewa harus disetor pada tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

“Pasal 2

(1) PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong Pajak Penghasilan harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.” (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014)

Selain itu, pemotong juga harus melaporkan PPh Pasal 4 ayat (2) yang telah dipotong tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) maksimal 20 hari setelah Masa Pajak berakhir sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (3) UU PPh.

2) Sewa selain tanah dan/atau bangunan

Pengenaan PPh atas sewa selain tanah dan/atau bangunan diatur dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c UU PPh sbb.:

“Pasal 23

Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:

1. sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:

c. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2);” (UU PPh)

Dengan demikian, pembayaran atas sewa mobil harus dipotong PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto pembayaran sewa oleh penyewa.

Berdasarkan Pasal 15 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 s.t.d.t.d Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019, Pemotongan PPh Pasal 23 oleh Pemotong dapat dilakukan pada akhir bulan:

1) dibayarkannya penghasilan;

2) disediakan untuk dibayarkannya penghasilan; atau

3) jatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan

tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.

PPh Pasal 23 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir sebagaimana diatur dalam Pasal 2 angka 7 PMK-242/2014. Sementara, pelaporan SPT Masa PPh Pasal 23 dilakukan maksimal 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

Dari kasus Bapak Sugih, perusahaan seharusnya melakukan pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 23 serta pelaporan SPT Masa PPh Pasal 23 berdasarkan ketentuan yang telah disebutkan di atas. Dengan demikian, pembayaran atau penyetoran yang telah melewati tanggal jatuh tempo sesuai ketentuan dalam PMK-242/2014 akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (2a) UU No. 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (“UU KUP”).

“Pasal 9

(2a) Pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan” (UU KUP)

Tarif bunga per bulan dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran pada tahun 2018 sampai dengan perusahaan melakukan pembayaran sanksi. 

Sementara itu, baik keterlambatan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 23 maupun SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda masing-masing sebesar Rp100.000 sesuai ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU KUP sbb.:

“Pasal 7

(1) Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya, dan sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan serta sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi.” (UU KUP)

Kesimpulannya, selain membayar PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 10% atas sewa gedung dan PPh Pasal 23 sebesar 2% atas sewa kendaraan, perusahaan juga harus membayar sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan penyetoran SPT Masa PPh sebesar 2% yang mulai dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran pada tahun 2018 sampai dengan perusahaan melakukan pembayaran sanksi, serta sanksi denda atas keterlambatan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) dan SPT Masa PPh Pasal 23. 

Asumsi biaya sewa gedung dan mobil masing-masing adalah Rp.1.000.000, serta perusahaan melakukan pembayaran PPh Pasal 4 ayat (2) dan sanksi pada 1 januari 2019. Perhitungan PPh terutang sebagai berikut:

Tabel 1. Perhitungan PPh Terutang Sewa Gedung dan Mobil

UraianBiaya (Rp)TarifPPh Terutang (Rp)
Uraian
Biaya (Rp)
Tarif
PPh Terutang (Rp)
Sewa Mobil1.000.0002%20.000
Sewa Gedung1.000.00010%100.000
Total120.000

Tabel 2. Perhitungan Sanksi Adminitrasi Bunga

UraianBiaya sewaLama pembayaranTarif bungaPPh terutang atas sanksi
Uraian
Biaya sewa
Lama pembayaran
Tarif bunga
PPh terutang atas sanksi
Sewa GedungRp1.000.00012 bulan24%Rp240.000
Sewa KendaraanRp1.000.00012 bulan24%Rp240.000
TotalRp480.000

Bapak juga perlu membayar keterlambatan pelaporan SPT Masa Pasal 4 ayat (2) dan SPT Masa PPh Pasal 23 akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda masing-masing sebesar Rp100.000.

Dengan demikian, Bapak perlu menyetorkan PPh terutang atas sewa gedung dan mobil sebesar Rp120.000 dan sanksi administrasi bunga atas keterlambatan penyetoran PPh sebesar Rp480.000, serta sanksi administrasi atas pembayaran keterlambatan pelaporan SPT Masa sebesar Rp200.000. Dengan demikian, jumlah total yang Bapak perlu bayarkan adalah Rp800.000.

Tags: Pelaporan SPT MasaPenyetoran PPhPPh Pasal 23PPh Pasal 4 ayat (2)Sanksi AdministrasiSewa GedungSewa Mobil
Share157Tweet98Send

DISCLAIMER

Seluruh data dan informasi yang disediakan di dalam Konsultasi pratamainstitute.com bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan saja. Dengan demikian, data dan informasi yang disediakan tidak dapat dianggap sebagai suatu nasihat dari konsultan pajak.

Previous Post

Free Webinar – 119: Saatnya Siap Menghadapi & Merespon ‘Surat Cinta’ Pajak (SP2DK) di 2023 (Jilid 2)

Next Post

Keberatan dan Penghapusan Sanksi SKPKB

Related Posts

ESG
Konsultasi

Bagaimana Menyusun Sustainability Report Dengan Standar GRI?

5 jam ago
Jasa konstruksi
Konsultasi

Apakah Jasa Instalasi dan Bangunan dari Perseorangan Selalu Dikenakan PPh Pasal 23?

2 bulan ago
Majalah online
Konsultasi

Aspek PPh dan PPN atas Transaksi Berlangganan Majalah Online dari Luar Negeri

2 bulan ago
Global Minimum Tax
Konsultasi

Bagaimana Penerapan GMT di Indonesia?

2 bulan ago
Akun CTAS
Konsultasi

Apakah Karyawan Level Staf Bisa Menjadi PIC Akun CTAS?

3 bulan ago
Hadiah
Konsultasi

Apakah Biaya Pembelian Hadiah Promosi Dapat Dibebankan dalam Perhitungan PPh Badan?

4 bulan ago

BACA JUGA

Ilustrasi nongkrong

Menakar Kebijakan Pajak di Tengah Tren Nongkrong Modern

8 Mei 2025
ESG

Bagaimana Menyusun Sustainability Report Dengan Standar GRI?

8 Mei 2025

Memahami Penyusunan Transfer Pricing Document Sesuai PMK 172/2023

ESG: Jejak Menuju Dunia yang Lebih Berkelanjutan

Seni Mengelola Transaksi Afiliasi

Menambal Jurang Fiskal : UHNWI vs Buruh

Standar Baru Jaminan Laporan Keberlanjutan ISSA 5000

Menata Ulang Kebijakan Fiskal Emas untuk Bullion Bank

Mengejar Penerimaan Pajak di Tengah Stagnasi Perekonomian

Dilema Penerapan Pemutihan PKB

Membaca Pembalikan Tren Penerimaan Pajak di Maret 2025

Perilaku Fraud: Apa Akar Masalahnya?

CTAS dan Penurunan Realisasi Penerimaan Pajak

PMK 24/2025 dan Penguatan Efisiensi BMKG Melalui PNBP

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Picture of Muhammad Akbar Aditama

Muhammad Akbar Aditama

Tax Policy Analyst Pratama-Kreston Tax Research Institute

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1459 shares
    Share 584 Tweet 365
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    916 shares
    Share 366 Tweet 229
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    898 shares
    Share 359 Tweet 225
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    741 shares
    Share 296 Tweet 185
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    712 shares
    Share 285 Tweet 178
Next Post

Keberatan dan Penghapusan Sanksi SKPKB

Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • pratamainstitute@pratamaindomitra.co.id
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.