Tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang dikenakan atas sewa gedung merujuk pada ketentuan Pasal 4 ayat (2) UU PPh yaitu sebesar 10% dari jumlah bruto pembayaran sewa dan bersifat final. Sementara, tarif PPh atas sewa mobil merujuk pada ketentuan Pasal 23 UU PPh sehingga dikenakan tarif sebesar 2% dari jumlah bruto pembayaran sewa. Keterlambatan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) dan PPh Pasal 23 akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga, sementara, keterlambatan pelaporan SPT Masa Pasal 4 ayat (2) dan SPT Masa PPh Pasal 23 akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda masing-masing sebesar Rp100.000 (seratus ribu rupiah).
Pembahasan Lengkap:
Terima kasih Bapak Sugih atas pertanyaan yang disampaikan. Tarif PPh yang dikenakan atas sewa gedung berbeda dengan tarif PPh yang dikenakan atas sewa mobil. Sewa gedung termasuk dalam kategori sewa tanah dan/atau bangunan. Sementara itu, sewa mobil dikategorikan sebagai sewa selain tanah dan/atau bangunan. Ketentuan PPh atas sewa gedung dan mobil dapat dibedakan sebagai berikut:
1) Sewa tanah atau bangunan
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya bahwa sewa gedung dikategorikan sebagai sewa tanah dan/atau bangunan sehingga pengenaan pajaknya merujuk pada Pasal 4 ayat (2) huruf d UU No. 36/2008 s.t.d.t.d UU No. 7/2021 (“UU PPh”).
“Pasal 4
(2) Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan;” (UU PPh)
Ketentuan mengenai PPh atas sewa tanah atau bangunan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2017 (“PP-34/2017”).
“Pasal 2
(1) Atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan baik sebagian maupun seluruh Bangunan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.” (Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2017)
Besarnya tarif PPh final atas sewa tanah dan/atau bangunan yaitu 10% dari jumlah bruto nilai sewa tanah dan/atau bangunan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1) PP-34/2017.
“Pasal 4
(1) Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau Bangunan.” (Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2017)
Jumlah bruto yang dimaksud merupakan semua jumlah yang dibayarkan atau yang diakui sebagai utang oleh Penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya layanan, dan biaya fasilitas lainnya, baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan.
Dengan demikian, pembayaran atas sewa gedung harus dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) dengan tarif final sebesar 10% dari seluruh biaya sewa atas transaksi sewa gedung tersebut.
Berdasarkan Pasal 2 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014 (“PMK-242/2014”), PPh Pasal 4 ayat (2) yang telah dipotong oleh pihak penyewa harus disetor pada tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
“Pasal 2
(1) PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong Pajak Penghasilan harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.” (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014)
Selain itu, pemotong juga harus melaporkan PPh Pasal 4 ayat (2) yang telah dipotong tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) maksimal 20 hari setelah Masa Pajak berakhir sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (3) UU PPh.
2) Sewa selain tanah dan/atau bangunan
Pengenaan PPh atas sewa selain tanah dan/atau bangunan diatur dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c UU PPh sbb.:
“Pasal 23
Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:
1. sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:
c. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2);” (UU PPh)
Dengan demikian, pembayaran atas sewa mobil harus dipotong PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto pembayaran sewa oleh penyewa.
Berdasarkan Pasal 15 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 s.t.d.t.d Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019, Pemotongan PPh Pasal 23 oleh Pemotong dapat dilakukan pada akhir bulan:
1) dibayarkannya penghasilan;
2) disediakan untuk dibayarkannya penghasilan; atau
3) jatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan
tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
PPh Pasal 23 yang dipotong oleh Pemotong PPh harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir sebagaimana diatur dalam Pasal 2 angka 7 PMK-242/2014. Sementara, pelaporan SPT Masa PPh Pasal 23 dilakukan maksimal 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Dari kasus Bapak Sugih, perusahaan seharusnya melakukan pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 23 serta pelaporan SPT Masa PPh Pasal 23 berdasarkan ketentuan yang telah disebutkan di atas. Dengan demikian, pembayaran atau penyetoran yang telah melewati tanggal jatuh tempo sesuai ketentuan dalam PMK-242/2014 akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (2a) UU No. 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (“UU KUP”).
“Pasal 9
(2a) Pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan” (UU KUP)
Tarif bunga per bulan dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran pada tahun 2018 sampai dengan perusahaan melakukan pembayaran sanksi.
Sementara itu, baik keterlambatan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 23 maupun SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda masing-masing sebesar Rp100.000 sesuai ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU KUP sbb.:
“Pasal 7
(1) Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya, dan sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan serta sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi.” (UU KUP)
Kesimpulannya, selain membayar PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 10% atas sewa gedung dan PPh Pasal 23 sebesar 2% atas sewa kendaraan, perusahaan juga harus membayar sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan penyetoran SPT Masa PPh sebesar 2% yang mulai dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran pada tahun 2018 sampai dengan perusahaan melakukan pembayaran sanksi, serta sanksi denda atas keterlambatan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) dan SPT Masa PPh Pasal 23.
Asumsi biaya sewa gedung dan mobil masing-masing adalah Rp.1.000.000, serta perusahaan melakukan pembayaran PPh Pasal 4 ayat (2) dan sanksi pada 1 januari 2019. Perhitungan PPh terutang sebagai berikut:
Tabel 1. Perhitungan PPh Terutang Sewa Gedung dan Mobil
Uraian | Biaya (Rp) | Tarif | PPh Terutang (Rp) |
---|---|---|---|
Sewa Mobil | 1.000.000 | 2% | 20.000 |
Sewa Gedung | 1.000.000 | 10% | 100.000 |
Total | 120.000 |
Tabel 2. Perhitungan Sanksi Adminitrasi Bunga
Uraian | Biaya sewa | Lama pembayaran | Tarif bunga | PPh terutang atas sanksi |
---|---|---|---|---|
Sewa Gedung | Rp1.000.000 | 12 bulan | 24% | Rp240.000 |
Sewa Kendaraan | Rp1.000.000 | 12 bulan | 24% | Rp240.000 |
Total | Rp480.000 |
Bapak juga perlu membayar keterlambatan pelaporan SPT Masa Pasal 4 ayat (2) dan SPT Masa PPh Pasal 23 akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda masing-masing sebesar Rp100.000.
Dengan demikian, Bapak perlu menyetorkan PPh terutang atas sewa gedung dan mobil sebesar Rp120.000 dan sanksi administrasi bunga atas keterlambatan penyetoran PPh sebesar Rp480.000, serta sanksi administrasi atas pembayaran keterlambatan pelaporan SPT Masa sebesar Rp200.000. Dengan demikian, jumlah total yang Bapak perlu bayarkan adalah Rp800.000.