Investor Daily | 13 Oktober 2023
Dwi Purwanto (Governance Analyst di Pratama Institute for Fiscal Policy & Governance Studies)
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih menghadapi permasalahan yang banyak menyita waktu, biaya, pikiran, tenaga dan emosi yaitu korupsi. Hampir setiap waktu, pemberitaan di media massa selalu menyajikan informasi tentang korupsi yang dilakukan oleh pejabat BUMN. Terbaru, bos anak perusahaan BUMN terlibat kasus dugaan korupsi proyek Tol Jakarta-Cikampek II elevated alias Tol MBZ ruas Cikunir sampai Karawang Barat.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus tersebut. Ketiga tersangka tersebut adalah DD selaku Direktur Utama (Dirut) PT Jasamarga Jalan Layang Japek atau JJC periode 2016-2020, YM selaku Ketua Panitia Lelang JJC, dan TBS selaku tenaga ahli Jembatan PT LGC. Diduga akibat perbuatan korupsi para tersangka tersebut telah merugikan keuangan negara kurang lebih sekitar Rp 1,5 triliun.
Dalam kasus tersebut, DD selaku Dirut JJC diduga secara bersama-sama melawan hukum menetapkan pemenang yang sudah diatur sebelumnya. Kemudian, YM selaku panitia lelang turut serta mengkondisikan pengadaan yang telah diatur pemenangnya sebelumnya. Sementara itu TBS selaku tenaga ahli diduga turut serta menyusun gambar detail engineering desain (DED) yang di dalamnya terdapat pengkondisian volume.
Sebelum kasus korupsi Jalan Tol MBZ, perusahaan plat merah tersebut juga sempat diwarnai dengan perilaku koruptif para pimpinan BUMN. Kasus korupsi yang melibatkan petinggi BUMN tersebut merupakan penyalahgunaan wewenang atau penerimaan suap yang merugikan keuangan negara. Kasus tersebut di antaranya penyelundupan Harley Davidson di Garuda Indonesia, Suap Pengadaan Mesin Rolls Royce Garuda Indonesia, Korupsi Dana Investasi Asabri, Korupsi Anoda Logam PT Antam, dan Korupsi Waskita.
Kasus korupsi di BUMN menunjukkan bahwa prinsip-prinsip Good Corporate Governande (GCG) belum sepenuhnya tercapai secara optimal. Padahal, sejak krisis keuangan Asia tahun 1998, Kementerian BUMN telah melakukan inisiatif untuk memperkuat GCG di BUMN. Salah satu upayanya adalah dengan diterbitkannya Kepmen BUMN Nomor: KEP-117/M-MBU/2002 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Permen BUMN Nomor: PER-02/MBU/03/2023 tentang Pedoman Tata Kelola dan Kegiatan Korporasi Signifikan BUMN.
Kewajiban penerapan GCG bagi BUMN Terbuka juga diperkuat dengan peraturan pasar modal yang mewajibkan disclosure dan transparency bagi Emiten. Lantas mengapa penerapan GCG di BUMN belum sepenuhnya efektif mencegah terjadinya korupsi? Selain itu apa yang menyebabkan GCG tidak efektif dalam mencegah korupsi di BUMN?
Hanyalah “Lipstik”
Menurut Pasal 1 ayat (23) PER-02/MBU/03/2023, Tata Kelola Perusahaan yang Baik atau (Good Corporate Governance) yang selanjutnya disebut GCG adalah suatu tata cara pengelolaan perusahaan yang menerapkan prinsip-prinsip transparency, accountability, responsibility, independency, dan fairness. BUMN wajib menerapkan prinsip-prinsip GCG tersebut dalam menjalankan kegiatan usaha pada seluruh tingkatan dan jenjang organisasi.
Dalam praktiknya, beberapa BUMN telah menerapkan prinsip-prinsip GCG yang dipublikasikan dalam situs resmi perusahaan. Beberapa perusahaan juga telah menyusun soft structure GCG seperti Pedoman Tata Kelola Perusahaan (Code of Corporate Governance), Board Manual, Pedoman Perilaku (Code of Conduct), Whistle Blowing System, Pedoman Benturan Kepentingan, dan Pedoman Penanganan Gratifikasi. Berbagai program pendidikan dan pelatihan, benchmarking (studi banding), kerjasama BUMN dan KPK terkait pencegahan korupsi, dan kompetisi best of GCG Companies juga sering dilakukan.
Namun, kepercayaan publik hilang dengan terungkapnya kasus korupsi di BUMN. Kredo GCG sepertinya hanya sekedar “lipstick” bagi sebagian BUMN. Kepatuhan terhadap aturan mereka lakukan dengan menetapkan soft structure GCG di masing-masing BUMN, namun dalam penerapan kebijakan tersebut hanya sebatas untuk dicatat tanpa perlu diterapkan. Fungsi pengawasan Dewan Komisaris terhadap Direksi juga terkesan tampak mandul, padahal telah dibantu oleh tenaga ahli yang tergabung dalam Komite Audit, Komite Manajemen Risiko, Komite Nominasi dan Remunerasi, bahkan Komite GCG.
Kasus korupsi di BUMN atau pelanggaran terhadap prinsip-prinsip GCG ini nampaknya dilatarbelakangi oleh rendahnya kesadaran akan pentingnya penerapan GCG terhadap kinerja perusahaan. Oleh karena itu, perbaikan struktural harus dilakukan oleh Kementerian BUMN untuk memperkuat kepatuhan terhadap GCG di seluruh jajaran BUMN. Kesadaran harus difokuskan pada kepatuhan terhadap prinsip-prinsip GCG dan pentingnya penerapan GCG dalam meningkatkan nilai perusahaan.
Perbaikan tersebut harus dimulai dari awal rekrutmen Dewan Komisaris dan Direksi melalui proses Fit and Proper yang ketat, sistem kerja yang lebih transparan dan efisien, serta memaksimalkan fungsi pengawasan Dewan Komisaris. Selain itu, perlu juga memasukkan sosok profesional dari sektor swasta yang berpengalaman dan berintegritas seperti Ignasius Jonan di PT KAI. Lebih lanjut, perlu dicari Dewan Komisaris yang berintegritas, berdedikasi dan berpengalaman, bukan hanya diisi oleh segelintir orang yang bisa menjabat karena “koneksi” dengan pusat kekuasaan.
Sekedar Mengejar Skor
Penerapan GCG di BUMN harus senantiasa dimonitor dan dievaluasi agar kualitas penerapannya selalu terjaga dan selaras dengan perkembangan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, BUMN wajib melakukan pengukuran terhadap penerapan GCG di perusahaan. Hal ini dilakukan agar BUMN dapat segera menetapkan rencana tindak lanjut (action plan) yang meliputi tindakan korektif (corrective action) yang diperlukan apabila masih terdapat kekurangan dalam pelaksanaannya.
Pengukuran terhadap penerapan GCG dilakukan dalam bentuk penilaian (assessment), yaitu program untuk mengidentifikasi penerapan GCG di BUMN melalui pengukuran penerapan GCG di BUMN, yang dilakukan secara berkala setiap 2 (dua) tahun sekali. Selanjutnya, setelah dilakukan penilaian, perusahaan harus melakukan evaluasi (review), yaitu program untuk mendiskripsikan tindak lanjut penerapan GCG di BUMN, termasuk didalamnya evaluasi hasil penilaian dan tindak lanjut rekomendasi perbaikan.
Penerapan GCG dinilai dan dievaluasi menggunakan indikator/parameter yang ditetapkan melalui Keputusan Sekretaris Kementerian BUMN (SK-16/S.MBU/2012). Penilaian dilakukan oleh penilai (assessor) independen yang ditunjuk oleh Dewan Komisaris. Selain itu, penilaian juga dapat dilakukan dengan menggunakan jasa Instansi Pemerintah yang berkompeten di bidang GCG. Hasil penilaian dan evaluasi wajib dilaporkan kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) bersamaan dengan penyampaian Laporan Tahunan.
Pada tahun 2022, rata-rata skor GCG BUMN yang terjerat kasus korupsi berada diatas 85 dengan predikat Sangat Baik. Hal ini membuktikan bahwa penerapan GCG belum sepenuhnya efektif dalam mencegah korupsi di BUMN. Penerapan GCG masih sekedar mengejar skor, belum menjadi landasan dalam menjalankan seluruh aktivitas dan aksi korporasi perusahaan. Skor GCG yang diperoleh hendaknya menjadi cambuk untuk memastikan bahwa setiap aktivitas dan proses yang dilakukan di perusahaan dapat mencerminkan angka tersebut.
Oleh karena itu, Kementerian BUMN diharapkan melakukan reformasi terhadap Salinan Keputusan Sekretaris Kementerian BUMN (SK-16/S.MBU/2012), khususnya aspek VI (Aspek Lainnya). Dalam hal ini, BUMN yang praktik tata kelola perusahaannya menyimpang dari prinsip-prinsip GCG, diberikan punishment berupa pengurangan nilai maksimal minus 35 poin. Hal ini agar skor GCG yang diperoleh BUMN menjadi “tidak baik” karena perusahaan tersebut terjerat kasus korupsi atau melakukan penyimpangan dari prinsip-prinsip GCG.
Ke depan, dengan adanya reformasi ketentuan tersebut diharapkan menumbuhkan kesadaran akan pentingnya penerapan GCG dalam meningkatkan nilai perusahaan. Dengan demikian, manfaat dari penerapan GCG yang efektif dapat menjadi langkah untuk mencegah, menghambat dan mempersulit seseorang untuk melakukan tindak pidana korupsi.
Artikel ini telah tayang di koran harian Investor Daily dengan judul “GCG, Antara Kepatuhan dan Kesadaran” pada 13 Oktober 2023, dengan tautan https://investor.id/opini