Bisnis Indonesia | 19 Oktober 2021
Moncernya ekspor komoditas dan tren aksi borong pita cukai oleh pabrikan menjadi katalis positif bagi pros pek perpajakan pada tahun ini. Sejalan dengan itu, pemerintah menaikkan outlook penerimaan yang berasal dari pajak, bea, dan cukai.
Pemerintah mencatat outlook penerimaan perpajakan atau yang berasal dari pajak, bea, dan cukai pada tahun ini mencapai Rp1.413,7 triliun.
Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan outlook yang tertuang di dalam Nota Keuangan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 yakni senilai Rp1.375,83 triliun.
Outlook terbaru tersebut juga men catatkan pertumbuhan hingga mencapai 10% dibandingkan dengan realisasi penerimaan perpajak an pada tahun lalu yang senilai Rp1.285,1 triliun.
Optimisme ini dipicu oleh melonjaknya harga sejumlah komoditas terutama batu bara akibat meluapnya permintaan dari pasar global, yang berdampak pada melejitnya setoran pajak sektor sumber daya alam (SDA).
Selain itu, tren aksi borong pita cukai juga mengangkat prospek penerimaan lebih tinggi. Aksi ini acap dilakukan oleh produsen industri hasil tembakau pada pe ngujung tahun atau sebelum diterapkannya tarif cukai hasil tem bakau yang berlaku pada tahun berikutnya.
Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia Prianto Budi Saptono mengatakan optimisme pemerintah itu juga becermin pa da kinerja penerimaan per Agustus 2021 yang memang cukup memuaskan.
Di antaranya Pajak Penghasilan (PPh) nonmigas berupa PPh Pasal 21 dan PPh Final yang tumbuh po sitif 1,18% (year-on-year/YoY) seiring dengan insentif pajak yang ber akhir.
Kemudian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri tumbuh 12,59% (YoY) karena level konsumsi masyarakat dan produksi domestik relatif stabil seiring dengan pemulihan aktivitas per ekonomian.
“PPN Impor dan bea masuk tumbuh karena peningkatan aktivitas impor, dan bea keluar tumbuh karena peningkatan volume ekspor komoditas,” kata dia kepada Bisnis, Senin (18/10).
Menurutnya, ekspor komoditas yang cukup memuaskan mampu mengatrol penerimaan perpajakan dari bea keluar.
Prianto menambahkan, pemerintah juga diuntungkan dengan kebijakan perusahaan rokok yang memborong pita cukai.
Menurutnya, aksi borong ini akan terjadi hingga awal tahun depan atau sebelum tarif cukai hasil tembakau yang baru diimplemen tasikan.
“Hal yang normal ketika ada isu kenaikan tarif cukai, produsen akan memborong pita cukai, karena dengan ini mereka [produsen rokok] bisa menghemat cashflow.” Direktur Eksekutif MUC Tax Research Institute Wahyu Nuryanto menambahkan, idealnya pertumbuhan alamiah penerimaan pajak, yang menjadi kontributor utama komponen perpajakan, adalah sebesar 8%.
Apabila pemerintah berhasil merealisasikan pertumbuhan jauh di atas itu, maka extra effort yang dilakukan oleh otoritas fiskal berjalan dengan maksimal.
“Jika targetnya di atas pertumbuhan alami maka ada extra effort yang dilakukan [oleh otoritas pajak],” kata Wahyu.
Sejalan dengan cerahnya prospek penerimaan perpajakan, pemerintah juga memangkas proyeksi defisit anggaran pada tahun ini dari 5,82% terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi 5,59% terhadap PDB.
Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan outlook perpajakan senilai Rp1.413,7 triliun pada tahun ini menggunakan dasar realisasi per Agustus 2021. “Outlook perpajakan pada tahun ini diperkirakan Rp1.413,7 triliun,” kata Febrio.
Dia menambahkan, performa per pajakan kian prima pada tahun depan sejalan dengan reformasi yang dilakukan pemerintah melalui implementasi Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Artikel ini telah tayang di laman SFConsulting dengan tautan https://www.sfconsulting.co.id/sf/?mod=berita&page=show&stat=&id=17513&q=&hlm=357 pada 19 Oktober 2021.