Indonesia adalah negara dengan tingkat risiko bencana alam yang cukup tinggi. Hampir setiap tahun, gempa, banjir, longsor, hingga erupsi gunung api datang silih berganti, merusak infrastruktur dan mengguncang stabilitas sosial-ekonomi masyarakat. Dalam situasi seperti ini, menjadi tidak cukup apabila seluruh beban penanganan diletakkan sepenuhnya hanya di tangan pemerintah. Tanggung jawab kolektif, termasuk dari sektor swasta, harus menjadi bagian dari narasi besar membangun ketahanan bangsa.
Di sinilah pentingnya peran sebuah perusahaan yang nyata dan dibutuhkan oleh masyarakat di tengah bencana. Sayangnya, peran perusahaan dalam konteks bencana selama ini kerap kali cenderung hadir dalam bentuk-bentuk yang seremonial. Bantuan datang saat media ramai meliput, dikemas dengan simbolisasi, difoto, dan didistribusikan secara sepihak, bahkan seringkali tanpa asesmen yang memadai atas apa yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat yang terdampak. Begitu arus berita mereda, tidak sedikit perusahaan yang juga perlahan menghilang dari lokasi. Padahal, fase yang paling sulit justru dimulai setelah itu, yakni masa pemulihan, rekonstruksi, dan pengembalian penghidupan masyarakat ke titik normal untuk melanjutkan kegiatan dengan aman.
Oleh karenanya, model tanggung jawab sosial seperti ini, yang lebih didorong oleh citra sesaat daripada niat jangka panjang, perlu dikaji ulang. Sebab pada akhirnya, kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan tidak dibangun dari seberapa besar nominal bantuan yang diberikan, tetapi dari seberapa tulus dan konsisten kehadiran mereka di tengah proses pemulihan yang sering kali memakan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Bencana Bukan Sekadar Momen untuk Terlihat Peduli
Dalam praktiknya, memang banyak perusahaan memiliki program bantuan tanggap darurat. Namun, yang sering kali terlupakan adalah kesadaran bahwa masyarakat yang terdampak bencana tidak hanya membutuhkan makanan instan dan air minum dalam kemasan. Mereka membutuhkan kepastian tentang bagaimana bisa kembali bekerja, membangun kembali rumah, dan menyekolahkan anak-anaknya. Inilah ruang kosong yang sangat mungkin diisi oleh perusahaan, tidak sekadar melalui sumbangan, tetapi lewat pemikiran dan tindakan yang lebih berdampak lebih lanjut.
Ada banyak hal konkret yang dapat dilakukan. Perusahaan konstruksi dapat terlibat dalam penilaian keamanan bangunan dan membantu menyediakan bahan bangunan tahan gempa. Produsen makanan bisa mengirimkan bantuan gizi anak yang berkualitas, bukan hanya mendistribusikan stok barang sisa produksi atau yang hampir kadaluarsa. Perusahaan teknologi dapat membangun jaringan komunikasi darurat yang memungkinkan warga dan relawan tetap terhubung. Sementara itu, lembaga keuangan seperti bank atau fintech bisa menyediakan program pinjaman lunak atau penjadwalan ulang cicilan bagi masyarakat kecil yang terdampak kehilangan usaha atau pekerjaan.
Semua bentuk kontribusi ini sesungguhnya tidak memerlukan inovasi yang muluk atau program yang rumit. Mereka hanya membutuhkan keinginan untuk memahami bahwa bantuan pasca-bencana tidak sama dengan sekadar hadir saat hari pertama. Yang dibutuhkan adalah kehadiran yang konsisten dan benar-benar menyentuh masalah utama yang dihadapi masyarakat korban bencana.
Tanggung Jawab Sosial Harus Dimulai Sebelum Bencana Terjadi
Perubahan cara pandang terhadap bencana juga perlu dimulai dari manajemen perusahaan itu sendiri. Di tengah iklim geografis Indonesia yang sarat risiko, pendekatan reaktif tidak lagi relevan. Perusahaan harus mulai melihat investasi dalam kesiapsiagaan dan mitigasi bencana sebagai bentuk perlindungan jangka panjang, bukan beban sosial yang bersifat opsional.
Beberapa perusahaan kini telah mulai melangkah ke arah yang lebih matang. Mereka menyusun rencana kontingensi internal, memberikan pelatihan tanggap darurat kepada karyawan, dan berupaya membangun hubungan yang lebih kuat dengan komunitas di sekitar lokasi usaha. Ini langkah yang cukup baik, tetapi seharusnya tidak berhenti di sana.
Corporate Social Responsibility (CSR) dalam konteks bencana juga dapat dijalankan melalui program pelatihan kesiapsiagaan masyarakat, pembangunan fasilitas umum yang tahan bencana, atau penyusunan protokol darurat yang disosialisasikan secara rutin. Perusahaan dapat bermitra dengan lembaga yang bergerak di bidang pengurangan risiko bencana, atau bahkan membentuk jejaring dengan pelaku industri sejenis untuk menyatukan sumber daya dalam membantu wilayah-wilayah yang paling rentan.
Dalam hal komunikasi, perusahaan juga perlu cermat. Menyampaikan apa yang telah dilakukan bukan hal yang tabu, justru perlu untuk menjaga transparansi. Namun, gaya komunikasi yang terlalu fokus pada citra akan mudah dikenali dan justru menimbulkan sentimen negatif. Yang lebih penting adalah menyampaikan apa yang telah dipelajari, apa yang belum berhasil, dan bagaimana masyarakat bisa ikut terlibat dalam proses pemulihan bersama.
Bukan Tentang Siapa Paling Dermawan, Tapi Siapa Paling Bertahan
Pengalaman dari banyak bencana menunjukkan bahwa perusahaan yang hadir sebelum, saat, dan sesudah bencana, akan dikenang jauh lebih lama dibanding mereka yang hanya muncul ketika kamera menyala. Bagi masyarakat, kepercayaan itu dibentuk dari ingatan, bukan dari iklan.
Maka tidak mengherankan jika perusahaan yang terus terlibat dalam penguatan kapasitas masyarakat, baik melalui infrastruktur, edukasi, maupun dukungan ekonomi, akan lebih mudah diterima di wilayah operasionalnya. Ini bukan tentang siapa yang paling dermawan, tapi siapa yang paling bertahan untuk tetap bersama masyarakat, bahkan terutama saat keadaan sulit.
Contohnya bisa kita lihat saat gempa Palu dan tsunami pada 2018. Saat banyak pihak fokus pada distribusi bantuan darurat, PT Astra International Tbk melakukan langkah lebih panjang. Selain memberikan bantuan logistik dan medis segera setelah bencana, Astra juga membangun kembali sekolah dan rumah ibadah, serta melaksanakan program pemulihan ekonomi masyarakat, termasuk pelatihan keterampilan kerja dan pemberian modal usaha bagi UMKM lokal yang terdampak. Program tersebut tidak selesai dalam hitungan minggu, melainkan berjalan hingga lebih dari satu tahun pascabencana.
Inisiatif serupa juga dijalankan oleh PT Sinar Mas saat banjir besar melanda Kalimantan Selatan tahun 2021. Selain menyalurkan bantuan kebutuhan pokok, mereka menyediakan alat berat dan personel teknis untuk membantu membuka akses jalan yang tertutup lumpur dan air. Langkah ini tidak hanya penting secara praktis, tetapi juga mencerminkan pemahaman bahwa bantuan tidak melulu dalam bentuk uang, melainkan keahlian dan sumber daya operasional yang mereka miliki.
Perusahaan-perusahaan seperti ini menunjukkan bahwa kehadiran di tengah bencana tidak harus selalu besar dan dramatis, tetapi harus tepat, konsisten, dan menjawab kebutuhan masyarakat yang benar-benar mendesak. Inilah yang akan membentuk citra yang kokoh—bukan karena dipromosikan, tetapi karena dirasakan.
Di sinilah letak nilai strategis dari peran perusahaan dalam kebencanaan. Dalam hal ini, kepedualian perusahaan tidak hanya berdampak pada reputasi, tapi juga pada keberlanjutan usaha, pada stabilitas sosial di sekitar perusahaan, dan pada kepastian bahwa ketika bencana datang kembali—sebab itu hanya soal waktu—perusahaan tidak harus mulai dari awal untuk membangun kepercayaan.
Bencana memang tidak dapat dicegah, tetapi dampaknya bisa dikurangi. Tanggung jawab sosial tidak seharusnya hadir dalam bentuk respons sementara, tetapi sebagai bagian dari fondasi cara berpikir dan cara bekerja perusahaan dalam jangka panjang. Perusahaan yang mampu menginternalisasi peran ini, tidak hanya akan memperkuat posisi di mata publik, tapi juga membangun ketahanan sosial yang lebih kokoh di tingkat lokal dan nasional. Dalam masyarakat yang terus diuji oleh bencana, ketahanan itulah yang akan membedakan antara perusahaan yang sekadar hadir, dan perusahaan yang benar-benar bermakna.
Informasi Jasa Pratama Institute
Penerapan ESG dilaporkan dalam laporan keberlanjutan perusahaan yang wajib dibuat setiap tahunnya. Jika Anda ingin memastikan laporan keberlanjutan perusahaan Anda disusun secara profesional dan menarik, kami di Pratama Institute hadir untuk membantu Anda. Dengan pengalaman dan keahlian dalam penyusunan laporan tahunan dan/atau laporan keberlanjutan yang sesuai dengan standar terbaik, kami menghadirkan dokumen yang informatif sehingga bisa mencerminkan identitas perusahaan Anda. Hubungi kami untuk solusi laporan keberlanjutan yang ciamik!