Kontan.com | 28 Oktober 2024
JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengungkapkan, ada potensi penerimaan negara yang sangat besar dari judi online.
Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut, nilai transaksi judi online mencapai Rp 174 triliun sepanjang Semester I 2024.
Sedangkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyebut nilai transaksi judi online yang menggunakan dompet digital (e-wallet) mencapai Rp 5,6 triliun.
“Mengenai maraknya judi online, sudah ada angkanya. Saya kemarin merinding angka yang disampaikan oleh Kominfo itu waduh jumlahnya sudah banyak sekali,” ujarnya dalam acara Puncak Dies Natalis ke-15 & Lustrum III Sekolah Vokasi UGM Tahun 2024, Senin (28/10/2024).
Anggito mengatakan, salah satu jenis judi online yang banyak dilakukan masyarakat Indonesia ialah judi bola.
“Yang melakukan betting kepada sepak bola di Inggris itu orang Indonesia banyak sekali, dia melakukan online betting,” kata dia.
Dia menyayangkan para pelaku judi online ini bisa memenangkan sejumlah besar uang, namun lolos dari kewajiban membayar pajak.
Padahal dia yakin, jika uang dari hasil judi online ini dipunguti pajak, maka penerimaan negara dari pajak penghasilan (PPh) sangat besar.
“Sudah enggak bayar, enggak kena denda, dianggap tidak haram, enggak bayar pajak lagi, padahal kan dia menang. Kalau dia dapat winning, itu kan nambah PPh mestinya,” ucapnya.
Meski demikian dia tidak secara gamblang menyebut pemerintah akan menerapkan tarif pajak untuk penghasilan yang didapat dari judi online.
Mengingat hal ini akan sulit diterapkan lantaran judi online masih menjadi kegiatan ilegal di Indonesia sehingga para pelaku judi online tidak mungkin berani melaporkan penghasilannya tersebut ke pemerintah.
“Teman-teman pajak mesti pinter itu untuk mencari bahwa ini ada tambahan super income yang berasal dari underground economy,” tuturnya.
“Kita membuka mata bahwa sebenarnya banyak underground economy yang tidak teregister, tidak ter-record, dan tidak bayar pajak. Jadi yang kita ambil yang itu, nanti yang kayak gitu-gitu kita pikirkan,” sambungnya.
Diberitakan sebelumnya, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menyebutkan, transaksi judi online memang merupakan bagian dari underground economy.
Secara implisit, sebetulnya penghasilan dari judi online sudah menjadi objek pajak penghasilan (PPh). Hal ini dapat dirujuk dari Pasal 4 ayat (1) UU PPH (UU Nomor 7/1983 dengan perubahan terakhir sesuai UU Nomor 6/2023 tentang Cipta Kerja.
Jadi, penghasilan menurut ketentuan tersebut mencakup lima elemen. Pertama, ada tambahan kemampuan ekonomis. Kedua, penghasilan tersebut sudah diterima (cash basis) atau diperoleh (accrual basis).
Ketiga, sumbernya bisa dari dalam negeri atau luar Indonesia. Keempat, penghasilan tersebut dapat digunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan. Dan kelima, namanya dan bentuknya bisa apapun.
Nah, berdasarkan kelima elemen tersebut, Prianto mengatakan, penghasilan dari judi sudah termasuk ke dalam objek pajak. Menurutnya, pengecekan kantor pajak juga hanya terbatas pada penghasilan yang dapat digunakan sebagai konsumsi atau menambah harta kekayaan
“Kantor pajak tidak melihat apakah penghasilan tersebut berasal dari sumber yang halal atau haram secara agama maupun secara hukum positif di Indonesia,” jelas Prianto.
Sementara Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan, pungutan pajak judi online bisa dilakukan melalui pajak pertambahan nilai (PPN) atas konsumsi jasa, dalam hal ini bisa melalui mekanisme PPN PMSE.
Hanya saja, Indonesia sangat tidak mungkin untuk mengimplementasikan hal tersebut mengingat ada Undang-Undang (UU) yang melarang. ”
Tak mungkin juga kita mengenakan cukai tapi di UU lain melarang aktivitas tersebut,” jelas Fajry.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Soal Judi Online, Wamenkeu: Enggak Kena Denda, Enggak Bayar Pajak Lagi…”, Klik untuk baca: https://money.kompas.com/read/2024/10/28/193800126/soal-judi-online-wamenkeu–enggak-kena-denda-enggak-bayar-pajak-lagi-?page=2.