CNBC Indonesia | 10 Juli 2024
Jakarta, CNBC Indonesia – Ekonom menilai melemahnya daya beli masyarakat menjadi pemicu menurunnya penerimaan negara selama semester I-2024. Penurunan daya beli disebabkan oleh kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan harga bahan pangan yang melambung.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan menjelaskan kenaikan PPN dari 10% menjadi 11% telah terjadi sejak April 2022. Dia menilai dampak kenaikan itu baru nampak pada 2024 ini.
“Memang belum terasa di penerimaan waktu itu, karena masih ada dorongan kenaikan harga komoditas yang menyebabkan ekonomi rebound,” kata Abdul Manap dikutip, Rabu, (10/7/2024).
Dia mengatakan kenaikan PPN tersebut sebenarnya bisa saja meningkatkan penerimaan negara. Namun, daya beli masyarakat akibat kenaikan PPN menjadi melemah karena kondisi perekonomian yang belum pulih benar imbas pandemi Covid-19.
Abdul Manap mejelaskan faktor kedua yang menyebabkan daya beli masyarakat tergerus adalah kenaikan harga kebutuhan pokok. Inflasi beras dan makanan lainnya, kata dia, membuat orang-orang mengerem belanja lainnya.
“Jadi dengan kenaikan itu orang akan mengerem pembelian bahan-bahan atau jenis-jenis barang yang lain,” kata dia.
Sebelumnya, dalam laporan fiskal semester I 2024, Kementerian Keuangan menjabarkan merosotnya penerimaan pajak. PPN Dalam Negeri (PPN DN) terkontraksi 11% secara neto dengan realisasi Rp 193,06 triliun.
Sementara dari sisi sektoral, setoran pajak industri perdagangan nilainya hanya sebesar Rp 211,09 triliun atau turun 0,8% secara neto per Semester I-2024, padahal pada periode yang sama tahun lalu masih tumbuh 7,3%.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono mengatakan penerimaan PPN DN memperlihatkan menurunnya penjualan barang dan jasa. Penurunan itu, menjadi bukti daya beli masyarakat tengah tertekan.
“Ketika PPN DN turun, secara otomatis basis PPN-nya kan berupa penjualan barang atau jasa juga mengalami penurunan. Hal demikian menunjukkan penurunan daya beli masyarakat,” kata Prianto.
Prianto mengatakan pelemahan daya beli ini akan menurunkan jumlah penjualan dan laba perusahaan. Sebagai konsekuensinya, perusahaan punya hak untuk mengajukan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 pada tahun ini.
Untuk syarat permohonan pengurangan angsuran PPh 25, perusahaan membuat proyeksi laba rugi hingga akhir 2024. Jika berdasarkan proyeksi tersebut, proyeksi PPh badan 2024 < 75% dari PPh badan 2023, perusahaan berhak mendapatkan pengurangan angsuran PPh 25.
“Kalau dilihat dari kondisi penurunan PPh 25 itu kan berimbas pada penurunan penerimaan pajak di kas negara. Dengan demikian, pemerintah harus mencari potensi penerimaan pajak dari tahun pajak antara 2020-2023,” tutur Prianto.
Artikel ini telah tayang dilaman CNBC Indonesia dengan judul “Tahun Terakhir Jokowi, Beban Warga RI Kok Makin Berat” pada 10 Juli 2024 melalui tautan berikut :
https://www.cnbcindonesia.com/news/20240710121153-4-553346/tahun-terakhir-jokowi-beban-warga-ri-kok-makin-berat