CNBC Indonesia | 10 Juli 2024
Jakarta, CNBC Indonesia – Alarm pelemahan daya beli masyarakat berbunyi semakin nyaring. Kini tergambar dari beberapa setoran jenis pajak yang turun, seiring dengan pemasukan pajak dari sejumlah sektor industri yang juga melorot.
Sektor industri perdagangan yang memiliki porsi 24,79%, dari total setoran pajak nilainya hanya sebesar Rp 211,09 triliun atau turun 0,8% secara neto per Semester I-2024, padahal pada periode yang sama tahun lalu masih tumbuh 7,3%.
Sementara itu, Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri atau PPN DN juga terkontraksi 11% secara neto dengan realisasi Rp 193,06 triliun. Porsi setoran PPN DN terhadap total penerimaan mencapai 21,60% atau menjadi yang terbesar di antara jenis pajak lainnya.
“Ketika PPN DN turun, secara otomatis basis PPN-nya kan berupa penjualan barang atau jasa juga mengalami penurunan. Hal demikian menunjukkan penurunan daya beli masyarakat,” kata Pakar Pajak yang merupakan Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono kepada CNBC Indonesia, Rabu (10/7/2024).
Prianto menjelaskan, dampak lanjut dari penurunan daya beli adalah penurunan penjualan dan laba perusahaan. Sebagai konsekuensinya, perusahaan punya hak untuk mengajukan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 pada tahun ini.
Untuk syarat permohonan pengurangan angsuran PPh 25, perusahaan membuat proyeksi laba rugi hingga akhir 2024. Jika berdasarkan proyeksi tersebut, proyeksi PPh badan 2024 < 75% dari PPh badan 2023, perusahaan berhak mendapatkan pengurangan angsuran PPh 25.
“Kalau dilihat dari kondisi penurunan PPh 25 itu kan berimbas pada penurunan penerimaan pajak di kas negara. Dengan demikian, pemerintah harus mencari potensi penerimaan pajak dari tahun pajak antara 2020-2023,” tutur Prianto.
Pendapat yang sama juga dikatakan Ekonom dari Center of reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet. Ia mengatakan, yang menjadi sinyal kuat ini ialah penurunan PPN ini seiring dengan anjloknya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) beberapa bulan terakhir.
Bank Indonesia (BI) telah merilis data IKK Juni 2024 pada Senin (8/7/2024) di level 123,3. Meski masih berada pada level optimis (>100), angka IKK itu masih jauh lebih rendah dari posisi Mei 2024 yang sebesar 125,2, bahkan anjlok dibanding posisi per April 2024 sebesar 125,2. Artinya, IKK sudah turun tiga bulan beruntut.
“Ini hal yang perlu diperhatikan. Mengapa, karena penurunan PPN ini jika dibandingkan dengan beberapa data lain katakanlah seperti kepercayaan konsumen kemudian juga indeks manufaktur, PMI di data terbaru itu mengalami perlambatan dibandingkan dengan periode sebelumnya,” tegas Yusuf.
Yusuf menekankan, hal itu menjadi indikasi kuat daya beli masyarakat tengah anjlok, meskipun belum bisa sampai tahap kesimpulan bahwa daya beli memang tengah menurun. Sebab, ia menekankan, indikator lain masih positif, seperti indeks penjualan riil.
BI mencatat Indeks Penjualan Riil (IPR) Juni 2024 yang mencapai 232,8 atau secara tahunan tumbuh 4,4% (yoy). Meningkatnya penjualan eceran didorong oleh Kelompok Perlengkapan Rumah Tangga Lainnya, Subkelompok Sandang, serta Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau.
“Jadi menurut saya meskipun ada indikasi terkait pelemahan daya beli tetapi melihat beberapa data indikasi tersebut belum sampai ke tahapan konklusif,” tutur Yusuf.
Artikel ini telah tayang di laman CNBC Indonesia dengan judul “Gawat! Kas Negara Seret Gara-Gara Warga RI ‘Kurang Jajan” pada 10 Juli 2024, melalui tautan berikut:
https://www.cnbcindonesia.com/news/20240710102658-4-553305/gawat-kas-negara-seret-gara-gara-warga-ri-kurang-jajan