Ringkasan Jawaban
Pembahasan Lengkap
Terimakasih Pak Miza atas pertanyaan yang diberikan kepada kami. Sesuai dengan pertanyaan Bapak, Dirjen Pajak penerbitan Surat Tagihan Pajak dikarenakan terdapat pembayaran kurang bayar dari jumlah pajak terutang yang tercantum dalam SP2DK. Dalam hal ini, kami asumsikan bahwa penerbitan STP dikarenakan terdapat PPh dalam tahun berjalan yang tidak atau kurang dibayar sesuai dengan pasal 14 ayat (1) UU KUP, sebagai berikut :
“Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila: *****)
-
- Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar
- dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
- Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda dan/atau bunga;
- ……”
– Pasal 14 ayat (1) UU KUP
Ketentuan mengenai penerbitan STP yang disebabkan adanya PPh dalam tahun berjalan yang tidak atau kurang dibayar dapat merujuk pada pasal 36 ayat (1) huruf c UU KUP, sebagai berikut :
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
-
- …
- …
- mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar; atau
- … “
-Pasal 36 ayat (1) UU KUP
Berdasarkan pasal 36 ayat (1) huruf c UU KUP, Dirjen Pajak secara jabatan dapat mengabulkan permohonan Wajib Pajak yang mengajukan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar. Sesuai dengan penjelasan pasal 36 UU KUP, jika dalam praktik ditemukan kesalahan yang disebabkan oleh ketidaktelitian petugas pajak sehingga menerbitkan STP yang tidak benar dan membebani Wajib Pajak yang tidak bersalah atau tidak memahami peraturan perpajakan. Dirjen Pajak karena jabatanya atau atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan pengurangan, penundaan, atau pembatalan STP.
Jika Wajib Pajak merasa telah terjadi kesalahan yang disebabkan oleh ketidaktelitian petugas pajak sehingga mengakibatkan penerbitan STP, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengangsuran atas pembayaran STP sesuai dengan pasal 9 ayat (4) UU KUP.
“(4) Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan “
– Pasal 9 ayat (4) UU KUP
Peraturan pelaksanaan atas mengangsur atau menunda pembayaran pajak atas STP diatur dalam PMK-242/2014 s.t.d.t.d PMK-18/2021 (“PMK-242/2014”), sebagai berikut :
“ Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk mengangsur atau menunda kekurangan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, atau pajak yang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), yang selanjutnya disebut utang pajak, dalam hal Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar kekuasaannya sehingga Wajib Pajak tidak mampu memenuhi kewajiban pajak pada waktunya. “
– Pasal 20 PMK-242/2014 s.t.d.t.d PMK-18/2021
Sesuai pasal 20 PMK-242/2014, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk mengangsur atau menunda kekurangan pembayaran pajak atas STP, dalam hal Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar kekuasaannya sehingga Wajib Pajak tidak mampu memenuhi kewajiban pajak pada waktunya.
Permohonan Wajib Pajak harus diajukan melalui surat permohonan pengangsuran pembayaran pajak atau surat permohonan penundaan pembayaran pajak dengan mencantumkan jumlah utang pajak yang pembayarannya dimohonkan untuk diangsur, masa angsuran, dan besarnya angsuran.
Wajib Pajak perlu melampirkan alasan dan bukti kesulitan likuiditas atau keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak berupa laporan keuangan interim, laporan keuangan, atau catatan terkait peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto
Apabila Dirjen Pajak mengabulkan permohonan pengajuan pengangsuran, Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa tarif bunga. Ketentuan ini diatur dalam pasal 19 ayat (2) dan (4) UU KUP, sebagai berikut :
(2) Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak juga dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
(4) Tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dihitung berdasarkan suku bunga acuan dibagi 12 (dua belas) yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan sanksi.
– Pasal 19 ayat (2) dan (4) UU KUP
Berdasarkan pasal 19 ayat (2) dan (4) UU KUP dijelaskan bahwa tarif bunga dihitung berdasarkan suku bunga acuan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dibagi 12 yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan sanksi dan dikenakan paling lama 24 bulan.
Dengan demikian, Pak Miza dapat mengajukan permohonan pengangsuran atas penerbitan STP kepada Dirjen Pajak dengan alasan Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar kekuasaanya, serta memenuhi ketentuan yang berlaku. Adapun tarif bunga dihitung berdasarkan suku bunga acuan yang diatur dalam PMK selanjutnya dibagi 12. Semoga jawaban kami dapat membantu Pak Miza.