Perusahaan telah lama menggunakan laporan tahunan mereka sebagai media untuk mengungkapkan informasi sosial dan lingkungan (Ernst & Ernst, 1978; Patten, 1995). Namun, seperti yang dicatat oleh Bebbington, Larrinaga, dan Moneva (2008), Erusalimsky, Gray, dan Spence (2006), dan lainnya, terdapat peningkatan yang signifikan dalam penerbitan laporan keberlanjutan perusahaan secara mandiri selama dekade terakhir.
Menurut survei KPMG International tahun 2024 pelaporan keberlanjutan telah menjadi praktik umum bagi hampir semua dari 250 perusahaan terbesar di dunia (G250), serta mayoritas perusahaan terkemuka di berbagai negara. Tidak mengherankan, mengingat luasnya pertumbuhan pengungkapan ini, terdapat minat yang signifikan dari komunitas akademik untuk lebih memahami apa yang memotivasi perusahaan untuk melaporkan isu-isu keberlanjutan mereka (Adams, 2002; Adams & McNicholas, 2007; Bebbington et al., 2008).
Survei KPMG (2023) menyoroti tren positif di kalangan para pemimpin bisnis, menunjukkan bahwa keberlanjutan semakin menjadi komponen inti dalam strategi perusahaan. Berdasarkan temuan tersebut, 43% responden mengindikasikan bahwa perusahaan mereka telah mencapai keselarasan yang lebih baik antara tujuan bisnis dan lingkungan dibandingkan lima tahun yang lalu. Hal ini mencerminkan pengakuan yang semakin besar akan pentingnya mengintegrasikan keberlanjutan ke dalam perencanaan strategis secara keseluruhan, yang didorong oleh tuntutan pasar dan tekanan regulasi. Keselarasan tersebut menegaskan pergeseran menuju praktik bisnis yang lebih berkelanjutan, yang bertujuan untuk menyeimbangkan profitabilitas dengan tanggung jawab terhadap lingkungan.
Seyogyanya dalam dunia bisnis, perusahaan sebagai pelaku pasar tidak akan mau mengeluarkan biaya dalam penyusunan sustainability report tanpa adanya imbalan. Group of 100 dalam laporannya tentang pedoman pelaporan keberlanjutan (Group of 100, 2004, hlm. 14–16), misalnya, mengemukakan berbagai hasil positif potensial, termasuk daya tarik dan retensi karyawan berkualitas tinggi, penetapan posisi sebagai pemasok pilihan, serta membangun dasar yang kuat untuk dialog dengan para pemangku kepentingan. Manfaat yang paling penting bagi perusahaan dalam menerbitkan sustainability report adalah menciptakan reputasi yang baik.
Group of 100 (2004) menekankan bahwa “komunikasi yang efektif dengan para pemangku kepentingan dapat memainkan peran penting dalam mengelola persepsi pemangku kepentingan, dan, dengan melakukan hal tersebut, melindungi dan meningkatkan reputasi perusahaan.” Demikian pula, Global Reporting Initiative (GRI), organisasi yang mungkin paling diakui sebagai pemimpin dalam pengembangan pedoman pelaporan keberlanjutan (Ballou et al., 2006; Gray, 2006; Woods, 2003), menyatakan bahwa sustainability report dapat meningkatkan merek dan reputasi.
Sustainability Report dan Reputasi Perusahaan
Sustainability report (SR) dan reputasi perusahaan memanglah suatu hal yang berbeda. Tujuan awal perusahaan menerbitkan SR untuk memberikan informasi strategis yang dilakukan perusahaan dalam bidang lingkungan, sosial dan ekonomi. Sedangkan, reputasi perusahaan merupakan asumsi yang dibangun berdasarkan asumsi publik, sedikitnya meliputi konsumen, distributor, dan masyarakat meskipun tidak bersentuhan langsung. Tampaknya seperti itulah kira-kira sejumlah manajer perusahaan berpandangan bahwa peningkatan reputasi merupakan manfaat yang signifikan dari pelaporan keberlanjutan
Pernyataan para manajer perusahaan mengenai pentingnya pelaporan keberlanjutan bukanlah sekadar opini tanpa dasar. Laporan PricewaterhouseCoopers (2002) mengungkapkan bahwa setidaknya 53 persen dari 140 perusahaan yang berbasis di Amerika Serikat mengidentifikasi peningkatan reputasi sebagai faktor utama yang mendorong pertumbuhan yang diharapkan dari pelaporan keberlanjutan. Sejalan dengan temuan tersebut, survei yang dilakukan oleh KPMG International (2008) menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden juga menganggap peningkatan reputasi atau citra merek sebagai alasan utama di balik penerbitan laporan keberlanjutan
Baca Artikel terkait : Apa Itu ‘DAMPAK’ dalam Sustainability Report?
Peningkatan reputasi perusahaan sepertinya dapat menghasilkan manfaat bisnis yang substansial bagi operasional sebuah perusahaan. Jika perusahaan memiliki tingkat “modal reputasi” yang lebih tinggi dapat memberikan berbagai keuntungan mencakup kemampuan untuk mendapatkan kontrak yang lebih menguntungkan dengan pemerintah setempat, menarik talenta berkualitas sebagai karyawan, menetapkan harga premium untuk produk yang mereka tawarkan, serta menekan biaya modal secara keseluruhan. (Gardberg dan Fombrun, 2006).
Namun tidak semua “modal reputasi” dapat berujung akhir yang bahagia, terdapat sedikitnya prinsip yang harus dipenuhi untuk mengubah reputasi menjadi bernilai tinggi. Godfrey (2005), dalam diskusi tentang penggunaan donasi filantropi sebagai cara untuk meningkatkan reputasi perusahaan, berpendapat agar sebuah laporan dapat menghasilkan modal reputasi positif, tindakan tersebut harus memenuhi dua kriteria. Pertama, harus ada konsistensi antara nilai etis mendasar dari tindakan tersebut dengan nilai etis masyarakat. Kedua, tindakan yang diambil tidak boleh dianggap hanya sebagai upaya untuk menyenangkan segelintir masyarakat.
Hanya tindakan yang dianggap sebagai manifestasi tulus dari nilai mendasar perusahaan yang dapat diterima oleh masyarakat sehingga dapat menciptakan reputasi baik. Jika perusahaan berhasil memberikan nilai ketulusan dalam pengelolaan ekonomi, sosial, dan lingkungan (triple bottom line) dapat memberikan multiplier effect.
Meskipun perusahaan akan memperoleh berbagai keuntungan dalam penerbitan SR, kesiapan mereka dalam memenuhi persyaratan pelaporan ESG tetaplah bervariasi. Berdasarkkan survei pada tahun 2023 menemukan bahwa hanya 25% dari para pemimpin bisnis yang yakin dapat memenuhi persyaratan pelaporan ESG pada SR yang dibuat (KPMG Internasional, 2023).
Hasil survei mengindikasikan bahwa meskipun pelaporan keberlanjutan telah mengalami perkembangan yang signifikan, masih banyak perusahaan yang perlu meningkatkan komitmennya untuk memenuhi tuntutan yang semakin tinggi. Saat ini, masyarakat semakin peka terhadap isu-isu sosial yang berkembang (Ballou et al., 2006). Oleh karena itu, inisiatif untuk mulai melaporkan isu keberlanjutan tidak hanya relevan dengan nilai-nilai masyarakat, tetapi juga menjadi kebutuhan yang tak terelakkan