Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 tentang Penunjukan Pihak Lain sebagai Pemungut Pajak Penghasilan serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan yang Dipungut oleh Pihak Lain atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Pedagang Dalam Negeri dengan Mekanisme Perdagangan melalui Sistem Elektronik. PMK ini berlaku mulai tanggal diundangkan dan menjadi kerangka hukum baru dalam optimalisasi pengawasan dan pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) di sektor digital.
PMK ini diterbitkan untuk menyesuaikan tata kelola perpajakan dengan perkembangan model transaksi perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), sejalan dengan prinsip keadilan, kepastian hukum, kemudahan administrasi, dan efisiensi (hal. 1). Substansi utama dari aturan ini adalah penunjukan penyelenggara PMSE sebagai pihak yang bertugas memungut, menyetor, dan melaporkan PPh Pasal 22 atas penghasilan yang diperoleh pedagang dalam negeri di platform mereka (Pasal 2 ayat 1).
Siapa yang Ditunjuk sebagai Pemungut Pajak?
Pihak yang dapat ditunjuk sebagai pemungut PPh adalah penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik, baik yang berdomisili di Indonesia maupun luar negeri, selama memenuhi kriteria tertentu, antara lain: menggunakan rekening escrow dan memiliki nilai transaksi atau traffic pengguna melebihi batas tertentu selama 12 bulan (Pasal 3 ayat 2). Penunjukan ini dilakukan oleh Menteri Keuangan dan wewenangnya didelegasikan kepada Direktur Jenderal Pajak (Pasal 4).
Pihak yang menjadi objek pemungutan adalah Pedagang Dalam Negeri, yaitu pelaku usaha yang berdomisili di Indonesia dan bertransaksi melalui sistem elektronik. Pedagang ini harus memenuhi kriteria, di antaranya menggunakan rekening bank di Indonesia dan alamat IP lokal atau nomor telepon dengan kode Indonesia (Pasal 5). Selain itu, mereka wajib menyampaikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau NIK, serta alamat korespondensi kepada pihak pemungut pajak (Pasal 6 ayat 1).
Untuk pedagang yang memiliki peredaran bruto hingga Rp500 juta dalam tahun berjalan, mereka dapat dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 jika menyerahkan surat pernyataan kepada pihak pemungut (Pasal 6 ayat 2). Jika omzet melebihi batas tersebut, pedagang wajib menyampaikan surat pernyataan baru yang menunjukkan bahwa omzet telah melampaui Rp500 juta (Pasal 6 ayat 6).
Ketentuan Tarif dan Pemungutan Pajak
PPh Pasal 22 dikenakan atas penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh pedagang dengan tarif 0,5% dari nilai peredaran bruto, tidak termasuk PPN dan PPnBM (Pasal 8 ayat 1). Pajak terutang pada saat pembayaran diterima oleh marketplace atau pihak lain yang ditunjuk (Pasal 8 ayat 2). Dalam praktiknya, nilai yang dipungut dapat diperhitungkan sebagai bagian dari pelunasan PPh final jika pedagang dikenai PPh final, misalnya dari jasa konstruksi atau persewaan properti (Pasal 8 ayat 4–5).
Jika terjadi kelebihan pemungutan, pedagang dapat mengajukan permohonan pengembalian pajak sesuai ketentuan yang berlaku (Pasal 8 ayat 7). Sebaliknya, jika ada kekurangan pajak, pedagang wajib menyetorkan sendiri selisihnya dan melaporkannya dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi (Pasal 9).
Pengecualian Pemungutan
PMK ini memberikan beberapa pengecualian pemungutan PPh Pasal 22 (Pasal 10), antara lain:
- Penjualan oleh wajib pajak pribadi yang omzetnya ≤ Rp500 juta (dengan surat pernyataan).
- Penjualan pulsa dan kartu perdana.
- Penjualan emas/perhiasan tertentu.
- Jasa ekspedisi oleh mitra aplikasi transportasi.
- Pedagang yang menyampaikan Surat Keterangan Bebas Pemungutan.
- Penjualan atau pengalihan hak atas tanah/bangunan.
Walau tidak dipungut, penghasilan dari aktivitas tersebut tetap terutang pajak dan harus dilaporkan sesuai ketentuan perpajakan lainnya.
Dokumen Tagihan dan Kewajiban Marketplace
Marketplace yang ditunjuk wajib membuat dokumen tagihan atau invoice atas transaksi yang terjadi. Dokumen ini dipersamakan dengan bukti pungut pajak, selama memuat informasi seperti: nama akun penjual, identitas pembeli, rincian transaksi, dan nilai pungutan PPh (Pasal 12). Jika terjadi koreksi atau pembatalan, dokumen pembetulan juga harus diterbitkan dan memiliki nilai hukum yang sama (Pasal 13).
Marketplace yang ditunjuk wajib menyetorkan PPh Pasal 22 ke kas negara setiap bulan (Pasal 14), dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi kepada Direktorat Jenderal Pajak dengan melampirkan seluruh informasi transaksi (Pasal 15). Jika tidak dilaksanakan, marketplace akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perpajakan dan regulasi penyelenggara sistem elektronik (Pasal 16).
Ketentuan Peralihan
Untuk tahun pajak 2025, para pedagang dalam negeri diberi waktu maksimal satu bulan sejak marketplace ditunjuk sebagai pemungut pajak untuk menyampaikan informasi yang diperlukan, seperti NPWP dan surat pernyataan omzet (Pasal 17).
PMK 37 Tahun 2025 menandai langkah penting dalam reformasi perpajakan di sektor digital. Dengan melibatkan platform digital sebagai bagian dari sistem pemungutan, negara tidak hanya memperluas basis penerimaan pajak tetapi juga mengajak pelaku ekonomi digital untuk ikut serta dalam kontribusi fiskal secara sistematis dan transparan. Ketentuan ini menjadi tonggak baru bagi upaya harmonisasi antara inovasi digital dan kewajiban perpajakan.