Bloomberg Technoz | 7 November 2024
Bloomberg Technoz, Jakarta – Pengamat pajak menilai ketidakpastian hukum menjadi salah satu faktor yang membuat fasilitas insentif penghapusan pajak sementara atau tax holiday kurang diminati oleh investor.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menjelaskan, mulanya perusahaan sebagai pemohon tax holiday akan mendapatkan ‘karpet merah’ dan kemudahaan. Namun, ketika sudah memanfaatkan insentif tersebut, Wajib Pajak harus siap menghadapi pemeriksaan pajak.
“Jika ada Wajib Pajak yang kurang tertarik dengan fasilitas tax holiday di PMK 130/2020 dan revisiannya di PMK 69/2024. Masalahnya ada di faktor ketidakpastian hukum yang harus mereka hadapi,” kata Prianto ketika dihubungi Bloomberg Technoz, dikutip Kamis (7/11/2024).
Prianto menjelaskan, pemeriksaan pajak tersebut merupakan bagian upaya dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menguji kepatuhan wajib pajak yang mendapatkan persetujuan insentif tax holiday.
Menurut dia, bagi sebagian wajib pajak pemeriksaan pajak masih menjadi momok dalam pelaksanaan kepatuhan pajak. “Sengketa pajak seringkali muncul karena berasal dari pemeriksaan pajak tersebut,” tuturnya.
Penerapan global minimum tax (GMT) menurutnya juga akan mempengaruhi insentif tax holiday, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 69 tahun 2024.
Dalam PMK tersebut membagi perusahaan asing yang mendapatkan fasilitas tax holiday menjadi dua kelompok ketika aturan mengenai GMT berlaku. Kelompok pertama yakni wajib pajak badan yang terdampak GMT di Indonesia. Kedua, perusahaan asing yang mendapatkan fasilitas tax holiday, namun tidak terdampak GMT.
Pada kelompok pertama, grup perusahaan multinasional yang memiliki pendapatan konsolidasian setara atau lebih dari EUR750 juta. Kelompok perusahaan ini akan diwajibkan membayar tarif GMT maksimal 15%.
Sementara kelompok kedua, grup perusahaan multinasional yang pendapatan konsolidasian kurang dari EUR750. “Kelompok ini masih aman mendapatkan fasilitas tax holiday hingga akhir periode yang ditentukan PMK 130/2020,” kata Prianto.
Seperti diketahui, Pemerintah resmi memperpanjang insentif pembebasan pajak untuk industri pionir atau tax holiday hingga 31 Desember 2025. Insentif tersebut sebelumnya juga telah diberikan dan masa berlakunya habis pada 9 Oktober 2024.
Berdasarkan PMK Nomor 69 Tahun 2024 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, insentif tersebut diberikan kepada wajib pajak badan yang merupakan industri pionir, berstatus hukum Indonesia, atau melakukan penanaman modal baru yang belum pernah diterbitkan.
“Pengurangan Pajak Penghasilan badan berdasarkan Peraturan Menteri ini diberikan atas usulan pemberian pengurangan Pajak Penghasilan badan yang disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6) dan Pasal 5 ayat (10) yang disampaikan paling lambat tanggal 31 Desember 2025,” bunyi Pasal 21 Beleid itu.
Artikel ini telah dimuat pada Bloomberg Technoz dengan judul “Ahli Pajak: Ketidakpastian Hukum Bikin Tax Holiday Tak Menarik”, selengkapnya di sini:
https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/54233/ahli-pajak-ketidakpastian-hukum-bikin-tax-holiday-tak-menarik