Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Sabtu, 13 September 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

GRI Tetap Relevan di Era IFRS Sustainability Standards

Intan PratiwibyIntan Pratiwi
22 Agustus 2025
in Artikel, ESG
Reading Time: 3 mins read
140 2
A A
0
162
SHARES
2k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Hadirnya IFRS Sustainability Disclosure Standards (IFRS S1 dan S2) yang diterbitkan oleh International Sustainability Standards Board (ISSB) menandai fase baru dalam praktik pelaporan keberlanjutan global. Standar ini membawa perubahan signifikan yaitu menjadikan informasi keberlanjutan sebagai bagian integral dari laporan keuangan, sehingga isu lingkungan dan sosial tidak lagi dipandang sebagai faktor eksternal, tetapi sebagai bagian dari nilai perusahaan yang relevan bagi investor.

Namun, kehadiran standar global baru ini tidak berarti menggeser peran Global Reporting Initiative (GRI). Justru sebaliknya, GRI tetap relevan dan bahkan semakin penting karena memiliki fokus yang berbeda namun saling melengkapi dengan IFRS Sustainability Standards.

Sejak awal, GRI dibangun dengan pendekatan impact materiality. Standar ini menekankan bagaimana aktivitas perusahaan berdampak pada masyarakat, lingkungan, dan pemangku kepentingan secara luas. Dengan kata lain, GRI tidak sekadar berbicara tentang keberlanjutan dari sudut pandang risiko finansial, tetapi lebih menyoroti tanggung jawab perusahaan terhadap dunia di sekitarnya. Itulah sebabnya GRI menjadi rujukan penting dalam berbagai kebijakan berbasis dampak, seperti PROPER di Indonesia atau regulasi ESG yang menuntut akuntabilitas sosial lebih luas.

Sebaliknya, IFRS S1 dan S2 hadir dengan pendekatan financial materiality. Standar ini berfokus pada bagaimana isu keberlanjutan memengaruhi nilai perusahaan, kinerja keuangan, serta keputusan investor. Risiko iklim, misalnya, tidak hanya dipandang sebagai ancaman lingkungan, tetapi juga sebagai faktor yang dapat menurunkan aset perusahaan atau menambah biaya operasional di masa depan. Dengan integrasi penuh ke dalam kerangka laporan keuangan IFRS, ISSB mendorong agar isu keberlanjutan mendapat perhatian yang sama seriusnya dengan indikator finansial tradisional.

Interoperabilitas GRI dan IFRS Foundation

Kesadaran bahwa kedua standar ini tidak bisa berjalan sendiri mendorong GRI dan IFRS Foundation untuk memperkuat kolaborasi sejak 2022 melalui Memorandum of Understanding (MoU). Kolaborasi ini bertujuan membangun interoperabilitas, yaitu kemampuan bagi perusahaan untuk menggunakan kedua standar secara bersamaan tanpa harus menggandakan pengungkapan.

Upaya penyelarasan sudah terlihat nyata. ISSB dan GSSB (Global Sustainability Standards Board dari GRI) bekerja bersama dalam mengidentifikasi common disclosures, baik di level tematik maupun sektoral. Salah satu contohnya adalah pilot project tentang biodiversitas, di mana standar GRI 101 dipetakan dengan proyek biodiversitas ISSB. Langkah ini menunjukkan bahwa meskipun keduanya independen dalam proses pengambilan keputusan, ada komitmen serius untuk mengurangi duplikasi sekaligus menjaga kualitas standar.

Contoh lain yang lebih praktis adalah dalam hal pelaporan emisi gas rumah kaca (GHG). Pada Januari 2024, pemetaan antara GRI 305 dan IFRS S2 dipublikasikan, sehingga perusahaan yang sudah lebih dulu mengadopsi GRI 305 berada dalam posisi yang baik untuk memenuhi kewajiban IFRS S2. Dengan demikian, perusahaan tidak perlu lagi membuat laporan terpisah untuk hal yang sama, melainkan cukup menyajikan satu data yang dapat memenuhi kedua standar.

Dampak bagi Praktik Perusahaan

Kolaborasi GRI dan ISSB ini membawa implikasi signifikan bagi praktik pelaporan perusahaan. Pertama, GRI tetap relevan sebagai standar utama untuk melaporkan dampak sosial-lingkungan kepada publik luas. Kedua, IFRS S1 dan S2 memberi jembatan yang kuat untuk menyalurkan informasi keberlanjutan ke pasar modal, meningkatkan transparansi, dan memberikan investor pemahaman lebih utuh mengenai risiko serta peluang bisnis.

Yang paling penting, interoperabilitas membuat praktik pelaporan menjadi lebih efisien. Perusahaan kini bisa menyusun satu set pengungkapan yang relevan bagi ISSB dan sekaligus sesuai dengan GRI. Hal ini bukan hanya mengurangi beban administratif, tetapi juga memperkuat kualitas informasi yang disajikan. Daripada menyusun dua laporan yang berbeda dengan potensi inkonsistensi, perusahaan dapat mengintegrasikan keduanya dalam kerangka tunggal yang lebih komprehensif.

Sehingga, GRI tidak hanya tetap dipertahankan, tetapi kini justru mendapatkan posisi yang lebih strategis karena terintegrasi dengan IFRS Sustainability Standards. Perusahaan tidak perlu memilih salah satu, melainkan bisa memanfaatkan keduanya untuk menjawab kebutuhan semua pemangku kepentingan baik investor maupun masyarakat luas.

Hadirnya standar global ISSB memperkuat transparansi dan akuntabilitas di pasar modal, sementara GRI memastikan bahwa dampak nyata perusahaan terhadap lingkungan dan sosial tetap menjadi bagian penting dalam pelaporan keberlanjutan. Sinergi keduanya membuka jalan bagi laporan keberlanjutan yang benar-benar komprehensif, konsisten, dan efisien.

author avatar
Intan Pratiwi
See Full Bio
Tags: GRIIFRS S1 S2IFRS SustainabilityLaporan KeberlanjutanSustainability Report
Share65Tweet41Send
Previous Post

Bagaimana Ketentuan Penerbitan Nota Retur atas Pengembalian Barang Kena Pajak?

Next Post

Pajak Digital untuk Keadilan

Intan Pratiwi

Intan Pratiwi

Related Posts

Artikel

In Accordance dan With Reference dalam GRI Standards

12 September 2025
#image_title
Analisis

Benarkah Gaji ASN dan DPR Bebas Potongan Pajak?

12 September 2025
Pajak dan Kontrak Sosial
Artikel

Kebijakan Pajak dan Kontrak Sosial

10 September 2025
#image_title
Analisis

Optimiskah Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Mencapai 8 Persen?

9 September 2025
Artikel

Dampak ESG terhadap Nilai Perusahaan dan Implikasinya bagi Indonesia

8 September 2025
Artikel

Kesetaraan GRI 102 dan IFRS S2 untuk Emisi GRK

4 September 2025
Next Post

Pajak Digital untuk Keadilan

Integritas yang Rapuh di Birokrasi

Ilustrasi Data Digital

Kedaulatan Digital, Kunci Masa Depan Penerimaan Pajak

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1479 shares
    Share 592 Tweet 370
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    1005 shares
    Share 402 Tweet 251
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    957 shares
    Share 383 Tweet 239
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    818 shares
    Share 327 Tweet 205
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    775 shares
    Share 310 Tweet 194
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.