Investor.id | 22 November 2024
JAKARTA, investor.id – Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI), Prianto Budi Saptono menanggapi kebijakan pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% pada 2025 mendatang.
Menurut Prianto, suatu kebijakan pasti memiliki dua perspektif yang berbeda. Pertama, kenaikan PPN 12% bisa saja dianggap tepat di mata pemerintah karena dengan kebijakan ini sudah tertuang dalam Pasal 7 ayat (2) UU PPN.
Kedua, pemerintah era Prabowo-Gibran dianggap ingin menaikkan penerimaan pajak dan rasio pajak. Dengan demikian, pemerintah punya keleluasaan fiskal untuk mengalokasikan anggaran penerimaan ke belanja pemerintah.
“Jadi dalam kondisi ini, dana akan balik ke masyarakat sesuai dengan fungsi pajak yaitu redistribusi. Nah, pemerintah melihatnya ke sana,” ujar Prianto, Kamis (21/11/2024).
Kendati begitu, Prianto mengakui nantinya wajib pajak (WP) yang akan merasa terbebani dengan adanya kenaikan PPN 12% ini. Atas itu, dia masih akan menunggu bagaimana keputusan pemerintah sebelum nantinya diberlakukan pada Januari 2024.
“Saya melihat pemerintah, sampai nanti Desember tidak bergeming, menerbitkan PERPU atau RPP yang dibahas bareng dengan RUU APBN revisi, apalagi misalkan mengajukan rancangan RUU PPN dengan naskah akademik. Kalau Ini enggak (pemerintah tidak memberikan keputusan), ya sudah kita harus hadapi di situ sebagai masyarakat yang memang (PPN) naik,” tuturnya.
Prianto mengatakan, dari perspektif pemerintah dianggap tepat, tapi kalau dari perspektif pengusaha, perspektif masyarakat ya tidak tepat. Karena kepastiannya belum dilaksanakan, Prianto menilai semua asumsi belum benar.
Artikel ini telah dimuat pada Investor.id dengan judul “Kebijakan PPN 12%, Pemerintah Beda Perspektif dengan Pengusaha dan Masyarakat ” selengkapnya di sini
https://investor.id/macroeconomy/381098/kebijakan-ppn12-pemerintah-beda-perspektif-dengan-pengusaha-danmasyarakat