Dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan meningkatnya kesenjangan sosial, sektor keuangan dituntut untuk tidak hanya mengejar keuntungan jangka pendek, melainkan juga menciptakan nilai jangka panjang melalui keberlanjutan. Di Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memelopori transisi ini melalui kebijakan dan inisiatif nyata yang mengintegrasikan prinsip-prinsip ESG (Environment, Social, and Governance) ke dalam strategi bisnis dan investasi. Perjalanan yang dimulai sejak 2015 ini merupakan bukti komitmen regulator dalam menata masa depan yang lebih hijau dan inklusif bagi perekonomian nasional.
Dimulai dengan penerbitan Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap I pada tahun 2015, OJK menetapkan langkah awal untuk mengenalkan konsep keberlanjutan kepada para pelaku industri keuangan. Roadmap ini berfungsi sebagai panduan bagi lembaga keuangan untuk mengintegrasikan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola dalam setiap keputusan. Seiring waktu, pada tahun 2017 OJK memperkuat fondasi ini melalui pengesahan dua peraturan penting yaitu POJK No. 51/POJK.03/2017 yang mewajibkan lembaga keuangan, emiten, dan perusahaan publik menerapkan prinsip keberlanjutan, serta POJK No. 60/POJK.04/2017 yang mengatur penerbitan green bond atau efek utang berwawasan lingkungan.
Keberhasilan inisiatif awal ini terlihat dari penerbitan green bond/sukuk pertama pada tahun 2018, dan pengakuan Indonesia sebagai first mover dalam implementasi keuangan berkelanjutan di kalangan negara berkembang. Kemudian, peluncuran Inisiatif Keuangan Berkelanjutan Indonesia (IKBI) semakin mengokohkan kolaborasi antara regulator dan pelaku usaha untuk mempercepat transisi menuju ekonomi hijau.
Membangun Infrastruktur dan Ekosistem ESG
Memasuki dekade 2020-an, agenda keberlanjutan semakin konkrit dengan berbagai langkah strategis yang diambil OJK. Pada tahun 2020, dukungan terhadap pengembangan kendaraan listrik berbasis baterai mulai mendapat perhatian dalam agenda transisi energi nasional. Tahun 2021 menjadi momentum penting dengan peluncuran Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap II dan pembentukan Task Force Keuangan Berkelanjutan untuk mengawal implementasi kebijakan di sektor jasa keuangan. Kemudian pada awal 2022, OJK secara resmi menerbitkan Taksonomi Hijau Indonesia (THI) Edisi 1.0 sebagai panduan klasifikasi aktivitas ekonomi hijau yang mendukung pembangunan berkelanjutan.
Perkembangan infrastruktur keberlanjutan mencapai puncaknya pada tahun 2023 dengan peluncuran Bursa Karbon Indonesia serta penerbitan regulasi yang mengatur perdagangan karbon, tata kelola risiko iklim di bank umum, dan penerbitan efek berkelanjutan, baik berupa obligasi maupun sukuk. Pada tahun 2024, OJK kembali memperbarui kerangka kerja melalui dokumen Climate Risk Management & Scenario Analysis (CRMS) dan pembaharuan taksonomi nasional menjadi Taksonomi untuk Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI). Upaya ini semakin memperkuat ekosistem keuangan hijau di tanah air.
Pertumbuhan Pasar dan Minat Investor ESG
Sejalan dengan penguatan regulasi, pasar modal Indonesia mulai menunjukkan pertumbuhan signifikan dalam instrumen keuangan berbasis ESG. Data OJK per Juli 2024 mengindikasikan peningkatan jumlah penerbit dan nilai penerbitan obligasi dan sukuk berprinsip ESG.
Pada tahun 2022, pasar modal Indonesia mulai menunjukkan geliat penerbitan instrumen berbasis ESG dengan total lima penerbit (issuer) yang menerbitkan obligasi berkelanjutan senilai Rp10 triliun. Momentum ini berlanjut di tahun 2023 dengan peningkatan signifikan menjadi 15 issuer, yang mencatat total penerbitan obligasi ESG sebesar Rp13,41 triliun dan sukuk ESG senilai Rp200 miliar. Tren positif ini berlanjut hingga pertengahan 2024, dengan total 16 issuer yang menerbitkan obligasi ESG senilai Rp6,71 triliun dan sukuk ESG sebesar Rp33,89 miliar.
*Sumber: Statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Juli 2024
Secara kumulatif, sejak 2022 hingga Juli 2024, total penerbitan instrumen ESG di pasar modal Indonesia telah mencapai sekitar Rp30,35 triliun, menandai tumbuhnya minat dan kepercayaan pasar terhadap pembiayaan yang berorientasi pada keberlanjutan.
Selain itu, instrumen reksadana berbasis ESG pun menunjukkan antusiasme dari para investor. Hingga awal Agustus 2024, total nilai aktiva bersih (NAB) reksadana ESG tercatat mencapai Rp10,35 triliun dengan 11,4 miliar unit penyertaan dan tersedianya 42 produk dari 22 manajer investasi. Hal ini menandakan semakin matang dan berkembangnya ekosistem investasi hijau di Indonesia.
Menuju Masa Depan Ekonomi Rendah Karbon
Kebijakan OJK dalam mendorong keuangan berkelanjutan juga diselaraskan dengan standar internasional seperti GRI, TCFD, dll. Regulasi seperti POJK 51/2017 dan SEOJK 16/2021 mewajibkan perusahaan untuk tidak hanya menerapkan prinsip keberlanjutan, tetapi juga menyusun rencana aksi dan melaporkan kinerja melalui sustainability report. Pendekatan holistik ini memastikan bahwa isu lingkungan dan sosial terpadu secara mendalam dalam pengambilan keputusan bisnis, sehingga menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih resilient dan rendah karbon.
Perjalanan panjang menuju keuangan berkelanjutan bukanlah semata retorika, melainkan strategi nyata yang mengantisipasi dinamika global dan kebutuhan domestik. Melalui kebijakan dan inovasi regulasi yang konsisten, OJK telah membuka jalan bagi transformasi ekonomi yang tidak hanya bertumbuh secara finansial, tetapi juga memberikan dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat. Kini, seluruh pelaku usaha, investor, dan masyarakat diajak untuk ikut menata masa depan hijau dengan mendukung praktik keuangan berkelanjutan demi Indonesia yang lebih cerah dan berwawasan lingkungan.