Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Selasa, 23 September 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
    Pratama-Kreston Tax Research Center
    • Konsultasi
    • ESG
    • Insight
      • Buletin
      • In-depth
      • Working Paper
    • Analisis
      • Artikel
      • Opini
      • Infografik
    • Publikasi
      • Buku
      • Jurnal
      • Liputan Media
    • Jasa Kami
      • Annual Report
      • Sustainability Report
      • Assurance Sustainability Report
      • Kajian Kebijakan Fiskal
      • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
      • Penyusunan Naskah Akademik
      • Analisis Ekonomi Makro
      • Survei
        • Survei Objek Pajak Daerah
        • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
        • Survei Kepuasan Masyarakat
      • Konsultasi Pajak Komprehensif
    • Tentang Kami
      • Kontak Kami
    • INDONESIA
      Pratama-Kreston Tax Research Institute
      No Result
      View All Result

      Stimulus Fiskal Bagaikan Dua Mata Pisau

      Muhamad Akbar AditamabyMuhamad Akbar Aditama
      23 September 2025
      in Artikel
      Reading Time: 3 mins read
      125 8
      A A
      0
      152
      SHARES
      1.9k
      VIEWS
      Share on FacebookShare on Twitter

      Pemerintah bertindak tepat ketika memilih stimulus fiskal sebagai respons cepat terhadap pelemahan permintaan. Suntikan anggaran dapat menyelamatkan usaha yang goyah, mempertahankan lapangan kerja, dan menjaga rantai pasok lokal tetap berputar. Paket stimulus senilai sekitar Rp16,23 triliun yang diumumkan baru-baru ini adalah contoh tindakan sebagai upaya untuk meredam penurunan ekonomi yang berpotensi lebih dalam dan menyokong sektor-sektor padat tenaga kerja. (Reuters, 2025). Namun, seperti halnya dua mata pisau, tindakan yang menyelamatkan hari ini bisa membebani opsi kebijakan esok hari jika tidak dirancang dengan ketat.

      Argumen pro-stimulus bukan sekadar retorika. Literatur dan laporan internasional menunjukkan bahwa stimulus yang tepat sasaran memiliki efek multiplier yang nyata seperti bantuan tunai, subsidi upah dan program padat karya menyasar kelompok dengan marginal propensity to consume tinggi sehingga mendorong permintaan domestik secara langsung (World Bank, 2025; SMERU, 2025). Di masa krisis, respons fiskal agresif juga dipandang sebagai instrumen yang menahan putaran penurunan fiskal-makro, memberi waktu bagi sektor swasta untuk pulih dan mencegah pengangguran menumpuk (ADB, 2025).

      Tetapi di sinilah mata pisau yang kedua muncul. Setiap perluasan belanja tanpa pengukuran hasil dan konter-beban fiskal berisiko memperlebar defisit, menaikkan rasio utang terhadap PDB, dan mengurangi ruang fiskal untuk program produktif di masa depan. IMF menegaskan bahwa kapasitas fiskal negara tidak tak terbatas; stimulus berulang yang tidak disertai reformasi penerimaan atau reprioritisasi belanja dapat memperbesar risiko fiskal dan membatasi respons kebijakan saat guncangan berikutnya datang (IMF, 2025). Di tingkat domestik, analisis juga memperingatkan kerentanan struktural ekonomi yang membuat angka pertumbuhan tampak kuat sementara fondasi produktivitas belum membaik (CSIS, 2025).

      Jadi jalan keluarnya bukanlah antara “stimulasi” atau “tidak stimulasi”, melainkan bagaimana merancang stimulus agar menjadi jembatan  bukan beban. Pertama, targeting harus menjadi syarat mutlak. Bantuan yang luas tanpa verifikasi berpotensi bocor kepada penerima yang kurang membutuhkan; sementara pekerja informal dan UMKM mikro sering luput dari jangkauan karena masalah data. Solusi praktis melalui integrasi data NIK-Kependudukan dengan registrasi UMKM dan marketplace untuk memastikan bantuan sampai ke penerima riil.

      Kedua, setiap paket harus disertai indikator keluarnya (exit plan) dan metrik evaluasi yang jelas berapa banyak pekerjaan yang diselamatkan, berapa persen UMKM yang kembali beroperasi, dan bagaimana keseimbangan biaya-perolehan dibandingkan alternatif (voucher, subsidi upah terarah, kredit mikro). Audit cepat dan publikasi hasil harus dijadikan standar agar akuntabilitas tak hanyut dalam narasi politis.

      Ketiga, satukan stimulus darurat dengan agenda reformasi struktural yang ambisius.  Modernisasi pajak untuk memperluas basis penerimaan, investasi pada pendidikan & vokasi guna meningkatkan produktivitas, serta iklim investasi yang mendorong penanaman modal produktif semua itu adalah prasyarat agar suntikan fiskal tak berubah menjadi obat penawar sementara yang memperparah ketergantungan.

      Di sinilah visi “Indonesia Emas 2045” masuk sebagai jangkar kebijakan. Jika pemerintah meneguhkan komitmen reformasi dari perbaikan birokrasi, pendidikan, hingga insentif yang mendorong transfer teknologi maka target pertumbuhan di atas 6% bukan sekadar angka ambisius, tetapi konsekuensi logis dari produktivitas yang meningkat dan investasi berkualitas (World Bank, 2025). Dengan kata lain, stimulus yang bersifat temporer dapat ditransformasikan menjadi momentum reformasi. Pendaftaran formal pekerja dan pelaku usaha selama program stimulus, misalnya, bisa dijadikan pintu masuk bagi inklusi finansial dan pelaporan pajak yang lebih baik.

      Akhirnya, menerima bahwa stimulus adalah dua mata pisau bukan berarti menolak tindakan saat diperlukan. Ini adalah seruan untuk kebijakan yang lebih cerdas (cepat dalam respons) tetapi disiplin dalam perencanaan jangka menengah. Reformasi penerimaan termasuk modernisasi administrasi pajak dan digitalisasi harus dipacu bersamaan dengan paket stimulus agar defisit yang naik hari ini tidak mengikis kemampuan negara untuk berinvestasi pada masa depan yang berkelanjutan. Bila kebijakan darurat dikawal oleh roadmap fiskal yang realistis dan reformasi struktural yang konsisten, suntikan fiskal akan berfungsi bukan sebagai tambal sulam, melainkan sebagai pijakan menuju pertumbuhan yang kuat dan inklusif untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.

      author avatar
      Muhamad Akbar Aditama
      Tax Policy Analyst Pratama-Kreston Tax Research Institute
      See Full Bio
      Tags: Defisit APBNPekerja FormalStimulus Fiskal
      Share61Tweet38Send
      Previous Post

      Apa itu Tenaga Kerja Hijau?

      Muhamad Akbar Aditama

      Muhamad Akbar Aditama

      Tax Policy Analyst Pratama-Kreston Tax Research Institute

      Related Posts

      Tenaga Kerja Hijau (Green Jobs)
      Artikel

      Apa itu Tenaga Kerja Hijau?

      23 September 2025
      Dari Menghukum ke Melayani: Petugas Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak
      Artikel

      Petugas Pajak dan Dilema Kepatuhan: Menghukum atau Melayani?

      22 September 2025
      Artikel

      PPh 21 DTP Horeka, Solusi Cepat Tapi Tidak Tepat Sasaran

      19 September 2025
      Artikel

      Sengketa Pajak dalam Transfer Pricing

      18 September 2025
      Reformasi Pajak Mengakhiri Strategi Berburu di Kebun Binatang
      Artikel

      Mengakhiri Strategi ‘Berburu di Kebun Binatang’ di Sistem Pajak

      16 September 2025
      Artikel

      In Accordance dan With Reference dalam GRI Standards

      12 September 2025

      Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

      Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

      Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

      Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

      Konsultasikan kepada ahlinya!

      MULAI KONSULTASI

      Popular News

      • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

        1481 shares
        Share 592 Tweet 370
      • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

        1011 shares
        Share 404 Tweet 253
      • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

        960 shares
        Share 384 Tweet 240
      • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

        821 shares
        Share 328 Tweet 205
      • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

        779 shares
        Share 312 Tweet 195
      Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

      Pratama Institute

      Logo Pratama Indomitra
      • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
      • Phone : (021) 2963 4945
      • [email protected]
      • pratamaindomitra.co.id

      Welcome Back!

      Login to your account below

      Forgotten Password?

      Retrieve your password

      Please enter your username or email address to reset your password.

      Log In

      Add New Playlist

      No Result
      View All Result
      • Konsultasi
      • ESG
      • Insight
        • Buletin
        • In-depth
        • Working Paper
      • Analisis
        • Artikel
        • Opini
        • Infografik
      • Publikasi
        • Buku
        • Jurnal
        • Liputan Media
      • Jasa Kami
        • Annual Report
        • Sustainability Report
        • Assurance Sustainability Report
        • Kajian Kebijakan Fiskal
        • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
        • Penyusunan Naskah Akademik
        • Analisis Ekonomi Makro
        • Survei
        • Konsultasi Pajak Komprehensif
      • Tentang Kami
        • Kontak Kami

      © 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.