Ringkasan Jawaban
Ketentuan perpajakan memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk melakukan pembetulan atas SPT yang telah dilaporkannya. Pasal 8 UU KUP menyediakan beberapa upaya administratif atas kesalahan pengisian SPT, yaitu pembetulan SPT, pengungkapan ketidakbenaran perbuatan, pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT. Upaya administratif yang tepat untuk kasus Ibu Renata adalah pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT karena dalam kasus ini atas SPT PPN Ibu Retna telah dilakukan pemeriksaan.
Pembahasan Lengkap
Terima kasih ibu Retna atas pertanyaannya. Ketentuan perpajakan memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk melakukan pembetulan atas SPT yang telah dilaporkannya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 8 ayat (1) UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan s.t.d.t.d. Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU KUP”). Tidak hanya pembetulan SPT, Pasal 8 UU KUP juga menyediakan beberapa upaya administratif lain sebagai berikut:
- Pembetulan SPT (Pasal 8 ayat (1) UU KUP)
- Pengungkapan ketidakbenaran perbuatan (Pasal 8 ayat (3) UU KUP)
- Pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT (Pasal 8 ayat (4) UU KUP)
Berikut ini penjelasan mengenai ketentuan-ketentuan atas upaya administratif yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak dalam Pasal 8 UU KUP:
1) Pembetulan SPT
Pembetulan SPT hanya dapat dilakukan sebelum terjadinya pemeriksaan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 8 ayat (1) UU KUP.
“Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.”
Wajib Pajak yang melakukan pembetulan SPT dan mengakibatkan utang pajak lebih besar akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga yang diatur di dalam Pasal 8 ayat (2) UU KUP.
Dari kasus Ibu Retna, dikarenakan telah terjadi pemeriksaan atas SPT PPN, maka upaya pembetulan SPT tidak dapat dilakukan.
2) Pengungkapan Ketidakbenaran Perbuatan
Pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dalam Pasal 8 ayat (3) UU KUP dapat dilakukan meskipun telah terjadi pemeriksaan bukti permulaan.
“Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan bukti permulaan, Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat mengungkapkan dengan pernyataan tertulis mengenai ketidakbenaran perbuatannya, yaitu:
a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
b. menyampaikan Surat Pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 atau Pasal 39 ayat (1) huruf c dan huruf d, sepanjang mulainya penyidikan belum diberitahukan kepada Penuntut Umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.”
Pengungkapan ketidakbenaran perbuatan ini dilakukan jika Wajib pajak tidak menyampaikan SPT, atau menyampaikan SPT yang isinya tidak benar.
Upaya administratif ini tidak dapat dilakukan atas kasus Ibu Retna karena tidak dilakukan pemeriksaan bukti permulaan atas SPT yang telah Ibu Retna sampaikan.
3) Pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT
Pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT dapat dilakukan oleh Wajib Pajak meskipun DJP telah melakukan pemeriksaan atas SPT tersebut sebagaimana diatur di Pasal 8 ayat (4) UU KUP. Meskipun Wajib Pajak melakukan pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT, pemeriksaan pajak masih tetap akan dilanjutkan.
“Walaupun Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya, yang dapat mengakibatkan:
a. pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil;
b. rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar;
c. jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil; atau
d. jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecildan proses pemeriksaan tetap dilanjutkan.”
Pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT yang menyebabkan jumlah pajak menjadi kurang bayar harus dilunasi oleh Wajib Pajak sebelum laporan tersendiri disampaikan beserta sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (5) UU KUP.
Upaya administratif inilah yang dapat ditempuh oleh Ibu Retna karena dalam kasus ini atas SPT PPN Ibu Retna telah dilakukan pemeriksaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Ibu Retna dalam melakukan pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT adalah sebagai berikut:
1) Disampaikan dalam laporan tersendiri sebelum diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP). Format laporan pengungkapan diatur di dalam lampiran Peraturan Menteri Keuangan No.18/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pemeriksaan (“PMK-18/2021”).
2) Apabila pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT menimbulkan kurang bayar pajak, kurang bayar tersebut harus dilunasi sebelum laporan tersendiri disampaikan beserta sanksi administrasi berupa bunga yang ketentuan lebih lanjutnya diatur dalam Pasal 8 ayat (5) dan (5a) UU KUP.
3) Pengungkapan ketidakbenaran pengisan SPT ini tidak menunda proses pemeriksaan pajak yang sedang dilakukan.
4) Laporan pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Laporan ini harus dilampiri dengan (Pasal 61 ayat (3) PMK-18/2021):
a. Penghitungan pajak yang kurang dibayar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam format Surat Pemberitahuan;
b. Surat Setoran Pajak atas pelunasan pajak yang kurang dibayar; danc.Surat Setoran Pajak atas pembayaran sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang KUP.
5) Jika pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT tidak menimbulkan kurang bayar, Wajib Pajak tidak perlu melampirkan Surat Setoran Pajak.