Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Rabu, 25 Juni 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Global Boiling dan Peran Strategis Sektor Keuangan

Intan PratiwibyIntan Pratiwi
25 Juni 2025
in Analisis, ESG
Reading Time: 3 mins read
128 9
A A
0
157
SHARES
2k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

“The era of global warming has ended; the era of global boiling has arrived.”

— António Guterres, Sekretaris Jenderal PBB, 2023

Pernyataan tegas dari Sekjen PBB tersebut bukanlah sekadar retorika, tetapi cerminan dari kenyataan global yang semakin mengkhawatirkan. Global Risks Report 2024 yang dirilis The World Economic Forum menempatkan risiko terkait iklim dan lingkungan di posisi teratas dalam daftar risiko global jangka panjang. Artinya, krisis iklim kini dianggap sebagai ancaman paling serius terhadap ketahanan sistem global melampaui risiko-risiko geopolitik, ekonomi, bahkan teknologi. Risiko ini tidak hanya mengancam kelangsungan hidup ekosistem, tetapi juga mengguncang perekonomian, memperbesar ketimpangan sosial, dan melemahkan fondasi pembangunan jangka panjang.

Indonesia, sebagai negara kepulauan tropis yang luas, menghadapi situasi yang bahkan lebih kompleks dan rawan. Berdasarkan World Risk Index 2023 yang diterbitkan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), Indonesia menempati peringkat kedua sebagai negara dengan risiko bencana tertinggi di dunia. Kombinasi antara ancaman geologis (gempa bumi dan tsunami) dengan meningkatnya intensitas bencana hidrometeorologis (banjir, kekeringan, kebakaran hutan, badai tropis) akibat perubahan iklim menjadikan Indonesia sangat rentan. Krisis iklim bukan lagi isu lingkungan yang jauh di horizon, melainkan persoalan nyata yang berdampak langsung terhadap keseharian masyarakat dan arah pembangunan nasional.

Krisis Iklim adalah Krisis Pembangunan

Perubahan iklim memicu dampak multidimensi yang saling memperkuat. Dari sisi lingkungan, terjadi peningkatan suhu global, pencairan es di kutub, naiknya permukaan laut, dan penurunan biodiversitas yang mengancam keseimbangan ekosistem. Dari sisi ekonomi, perubahan iklim mengganggu rantai pasok pangan, memperburuk volatilitas harga, menurunkan produktivitas sektor pertanian dan perikanan, serta memperbesar kerentanan sektor informal yang bergantung pada alam.

Dampak sosialnya pun tidak kalah serius. Ketimpangan sosial membesar karena masyarakat miskin lebih sulit beradaptasi. Tekanan terhadap lahan dan sumber daya memicu konflik sosial horizontal, migrasi iklim, hingga peningkatan kriminalitas. Oleh karena itu, krisis iklim sesungguhnya adalah krisis pembangunan yang menuntut pendekatan lintas sektor, lintas lembaga, dan lintas generasi.

Merespons kondisi ini, Indonesia telah menyatakan komitmennya dalam berbagai forum internasional, termasuk melalui Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC), target Net Zero Emission sebelum 2060, dan pengarusutamaan Sustainable Development Goals (SDGs) dalam perencanaan pembangunan nasional. Meski demikian, seluruh kerangka kebijakan ini sangat tergantung pada ketersediaan pendanaan yang cukup, terukur, dan berkelanjutan.

Peran Sektor Keuangan: Dari Retorika ke Realisasi

Kebutuhan pembiayaan perubahan iklim di negara berkembang sangat besar. Menurut International Finance Corporation (IFC), total kebutuhan investasi untuk pembangunan hijau di emerging countries mencapai USD 23 triliun pada periode 2016–2030. Di Indonesia sendiri untuk memenuhi komitmen mitigasi perubahan iklim selama 2018–2020, memerlukan dana lebih dari IDR 4.000 triliun. Untuk membangun ketahanan iklim, dibutuhkan IDR 172,9 triliun, dan untuk mencapai SDGs hingga 2030, dibutuhkan total pembiayaan hingga IDR 67.000 triliun. Sementara itu, kapasitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sangat terbatas dan tidak mampu menutup keseluruhan kebutuhan tersebut.

Dalam konteks ini, sektor keuangan memegang peran strategis sebagai penggerak dan penopang transisi menuju pembangunan rendah karbon. Perbankan, lembaga keuangan non-bank, dan pasar modal memiliki tanggung jawab dan peluang untuk menyalurkan pembiayaan ke proyek-proyek berkelanjutan melalui instrumen seperti green bonds, sustainability-linked loans, climate funds, dan credit enhancement yang memungkinkan skala pembiayaan lebih besar. Selain itu, praktik ESG investing dapat menjadi pengungkit perubahan perilaku korporasi dalam mengelola dampak lingkungan dan sosial secara lebih transparan dan bertanggung jawab.

Namun peran ini hanya dapat efektif jika didukung oleh kerangka regulasi yang progresif dan insentif yang tepat. Pemerintah perlu memastikan kejelasan kebijakan, menetapkan standar pelaporan yang selaras dengan praktik global (seperti ISSB), dan menyediakan mekanisme pengurangan risiko bagi investor hijau. Di saat yang sama, institusi keuangan harus mulai mengintegrasikan risiko iklim ke dalam sistem penilaian kredit, perencanaan risiko, dan strategi bisnis jangka panjang.

Era global boiling menandai babak baru dalam sejarah manusia. Ini bukan hanya tantangan ekologis, melainkan ujian terhadap ketangguhan sistem keuangan, tata kelola negara, dan komitmen kita terhadap generasi mendatang. Jika sektor keuangan tetap pasif atau sekadar menunggu perintah regulasi, maka kita akan kehilangan momentum untuk bertindak. Kini saatnya menjadikan sektor keuangan sebagai bagian dalam agenda iklim nasional dari retorika menuju realisasi yang berdampak nyata.

Tags: Global BoilingIklim dan LingkunganPerubahan Iklim
Share63Tweet39Send
Previous Post

Deindustrialisasi dan Kejatuhan Kelas Pekerja

Intan Pratiwi

Intan Pratiwi

Related Posts

Hand holding a notepad with esg concept
Artikel

Menyulap Tantangan Emisi Jadi Peluang Inovasi: Peran ESG dan R&D

23 Juni 2025
Hand of human holding green earth ESG icon for Environment Social and Governance, World sustainable environment concept.
Artikel

GCG Tangguh, ESG Tumbuh: Strategi Bisnis di Era Transisi Hijau

23 Juni 2025
Businessman using computers for net zero greenhouse gas emissions target Weather neutral long term strategy. Net Zero and Carbon Neutral concept. net zero icon with decarbonization icon. on smart background
Artikel

Dari Polusi ke Solusi: Perdagangan Emisi sebagai Motor ESG

23 Juni 2025
Artikel

Indonesia Masuk Jurisdictional Snapshots IFRS Foundation

23 Juni 2025
Kurfa Laffer dan relevansinya perpajakan di Indonesia
Analisis

Relevansi Kurva Laffer bagi Perpajakan Indonesia

20 Juni 2025
Sumber: Freepik
Artikel

Memahami Perbedaan Standar Assurance Laporan Keberlanjutan

16 Juni 2025

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1470 shares
    Share 588 Tweet 368
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    961 shares
    Share 384 Tweet 240
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    935 shares
    Share 374 Tweet 234
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    783 shares
    Share 313 Tweet 196
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    740 shares
    Share 296 Tweet 185
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.